Bab 11 Awal Mula 2

8 2 4
                                    

Meskipun terkadang aku merasa di abaikan oleh kebanyakan orang tapi aku memiliki orang yang sangat ku sayangi yaitu nenekku. Bersama nenek, aku merasa dianggap ada. Merasa dihargai dan bisa jadi diriku sendiri.

Dari ibuku kini hanya nenekku yang masih hidup karena kakekku sudah meninggal waktu dia masih kecil. Kakekku meninggal bermula dari saat aku kecil ada hajatan dan ada ular masuk rumah. Karena ada aku yang waktu itu masih kecil kakekku terpaksa membunuh ular itu demi keselamatan cucunya.

Namun tak berselang lama kakekku sakit-sakitan dan meninggal dunia, karena waktu itu aku masih kecil jadi aku tidak tahu bagaimana rupa kakekku. Aku hanya bisa memandangi kakekku dari album foto saja. Namun anehnya Aku pernah merasa bertemu dengan kakekku dimimpi, walaupun tidak terlalu yakin tapi aku percaya bahwa itu adalah kakekku.

Nenekku adalah nenek penyayang, sabar, yang selalu membimbing aku. Sejak kecil sebelum tidur aku diajarkan agar terbiasa berdo'a sebelum tidur. Seperti membaca do'a tidur, surat Al Fatihah, surat An Nash, Surat Al Ikhlas dan ayat kursi sebelum tidur. Aku juga sedari kecil diajarkan berpuasa jadi puasa satu hari bukanlah hal berat bagiku. Selain itu setiap habis sholat aku selalu diajarkan dzikir oleh nenekku Aku tidur dengan nenekku hingga aku memang dekat sekali dengan nenekku.

Nenekku sudah kuanggap seperti ibu ke dua bagiku. Kepergiannya sangatlah terasa apalagi di bulan ramadhan. Di bulan ramadhan aku yang selalu sholat barisan depan yang pasti bersebelahan dengan nenekku kini terasa kosong sepi. Kini aku berjalan sendiri saat sholat subuh berjamaah. Tak ada yang ada disampingku atau menyadarkanku jika saat berdo'a rasa kantuk kembali menyerang.

Aku begitu kaget dengan kepergiannya. Bagaimana tidak kaget mendengarkan perkataannya waktu itu yang begitu menohok hati.

"Nanti kalau aku sudah meninggal bacakan dan kirimi do'a ya ndok," Begitulah pesannya waktu itu yang disampaikan saat aku sedang memijatnya. Aku hanya menjawab dengan anggukan karena sedih mendengarkan perkataannya barusan.

Dalam diam kumelangkah menyambut kepulanganmu,
Walaupun hanya bayangan yang kini tak dapat lagi kugenggam,
Hanya keheningan yang kini menggantikanmu,
Yang tak lagi hadir disini menenaniku,
Nyatanya dulu atau sekarang aku tak pernah siap kau pergi,
Aku disini masih menyayangi,
Dan merindukanmu dulu,
Sekarang atau nanti.

Bila kuingat kembali aku kembali meneteskan air mata, mengingat beberapa kali engkau memberikan pertanda akan pergi. Bahkan sebelum engkau meninggal aku selalu terbayang bendera hijau didepan rumah, perasaan tak enak yang slalu datang setiap hati tapi aku selalu berusaha mengenyahkannya.

"Nek, ayo antar aku ke tukang pijit ya?" kataku kepada nenekku yang sedang duduk didepan televisi.

"Kakimu kenapa?" tanya nenekku memperhatikan kakiku.

"Sakit nek," sahutku sambil memegangi bagian yang sakit.

"Ya sudah nanti habis magrib tak temani pijit," jawab nenekku.

"Makasih nek," kataku senang.
Setelah magrib nenekku mengantarkanku ke tukang pijit dekat rumahku. Kami datang setelah magrib persis jadi masih sepi biasanya kalau sudah terlambat lima menit sudah ramai pasiennya. Setelah dipijit kami pulang. Besoknya aku kembali mengeluhkan kakiku yang masih sakit.

"Nek ayo antar aku ke tukang pijit?" kataku sebelum tidur.

"Antar ke tukang pijit lagi? Kakimu masih sakit?" tanya nenekku

"Iya nek" sahutku sambil meringis menahan sakit.

"Ya sudah besok tak antarkan," jawab nenekku kemudian tidur.

Seperti hari sebelum kita datang setelah adzan magrib. Dan kebetulan tak ada antrian. Tukang pijitnya menyampaikan bahwa aku terlalu banyak minum es. Setelah selesai kami pulang, seperti kemarin saat mau membayar tukang pijitnya tak mau dibayar. Kita undur diri pulang ke rumah.

Lucid DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang