Bab 3 Rindu

13 3 1
                                    

"Masa lalu memanglah sudah berlalu, biarlah tetap menjadi masa lalu jangan diulang kembali."

Zuha

Keesokan harinya Aku berencana berangkat jam sebelas, satu jam lebih awal dari chat yang ku kirimkan pada Fahmi. Hal ini tidak benar, aku tak ingin kita dekat kembali. Bukannya aku tak ingin berteman dengannya. Aku hanya takut jika masa lalu terulang kembali. Takut terluka kesekian kalinya. Aku tak ingin kembali berharap padanya.

Terdengar suara motor berhenti di depan rumah.
"Assalamu'alaikum," Suara salam terdengar dari ambang pintu. Aku segera berjalan tertatih-tatih ke kamar.

"Zuha, itu ada tamu kok tidak di persilahkan masuk," kata ibukku yang muncul dari dapur.

"Ibu lihat sendiri saja deh," Mata melotot ibu yang menyeramkan pun keluar. "Masak aku keluar seperti ini? Tidak enak juga. Minta Hazel yang keluar terus bilangin jemputnya nanti jam setengah dua belas. Lagi enak-enakan nonton di ganggu,"

"Hazel ... Kamu keluar temui kakak itu suruh masuk dan tunggu ya. Bilangin Zuha lagi siap-siap." Hazel pun keluar dan mengatakan yang di minta ibuku.

"Cepet ganti baju. Lalu keluar temui dia, hargai tamu." Aku menutup pintu kamar dan mengganti baju. Setelah selesai mengganti baju, aku keluar menemui Fahmi.

"Aku kan sudah bilang masuk siang. Aku juga sudah kirim jadwal kampusku, apa kamu tidak percaya? Apa harus aku telepon temanku biar kamu percaya? Sebentar lagi ibu berangkat kerja, tidak baik kamu ke sini. Untung ibu masih ada, kalau tidak ada gimana? Jadi fitnah nanti," kataku dengan nada judes.

"Aku mau mengajakmu pergi. Kan katanya masuk siang jadi masih ada waktu. Boleh kan buk?" kata Fahmi sambil menatap ibukku.

"Tidak ah. Nanti kesiangan gimana? Kamu naik motor juga pasti ngebut. Aku tidak mau," kataku menolak.

"Perginya tidak jauh kok. Yang dekat-dekat saja. Mau ya?" tanya Fahmi lagi.

"Zuha ...," Lagi lagi aku terpaksa mengiyakan ajakan Fahmi.

"Aku ambil tas dulu," Aku masuk mengambil tasku. Lalu kita berpamitan pada ibukku.

"Tasnya ku taruh tengah ya," Fahmi mengangguk tanda setuju. Fahmi mengendarai motor menembus jalanan. Jam delapan jalanan sudah tidak terlalu ramai. Jika jam tujuh jalanan sangat ramai dipadati orang yang mau sekolah dan bekerja.

"Kenapa kita ke sanggar? Katanya mau pergi?" tanyaku saat Fahmi menghentikkan motornya di depan sanggar. Sanggar yang penuh kenangan.

"Kita ke sanggar dulu ya. Aku ada perlu," Fahmi memarkirkan motornya dan masuk ke dalam sanggar. Aku tak tahu dia mau apa. Aku lebih suka menunggu di luar. Sanggar ini masih sama seperti dulu. Sudah bertahun-tahun aku tak kemari. Sanggar ini sudah asing bagiku.

"Kamu tak mau masuk? Kamu juga kan alumni," kata Fahmi yang keluar lagi menemuiku.

"Aku menunggu di sini saja,"  Terlihat orang berseragam berlalu-lalang. Sudah bisa di tebak jika ada kegiatan yang sedang berlangsung.  Ku baca spanduk yang di pasang. Penelurusuran Goa.

"Jangan bilang dia mengajakku ke sana," kataku dalam hati.

"Ayo masuk. Kamu mau nunggu berdiri di situ," kata Fahmi kembali.

Lucid DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang