Bab 2 bagian 2 bertemu kembali

24 7 4
                                    

"Andai aku bisa memilih pada siapa aku menaruh rasa."

Zuha

Pov Zuha

Setelah sampai Raka memarkirkan motornya. Dia berdiri di sebelahku. Tangannya menggenggam erat tanganku. Aku yang kaget refleks menoleh. Dia kini sudah menggandeng tanganku. Tangan yang besar pas untuk ku genggam. "Ayo,"

Kita berjalan masuk ke area taman. Aku melepaskan tangannya. Namun dia masih terus menggemgamnya erat seakan tak mau melepasnya. Aku melepasnya tapi dia kembali menggenggam tanganku lagi.

"Jangan gini tah. Aku tak biasa seperti ini," Ku lepaskan tangannya. Dia mengajakku duduk dikursi yang terbuat dari bambu.

"Kok diam saja," kata Raka memulai pembicaraan.

"Lagi badmood saja,"

"Kenapa?" tanyanya sambil terus menggenggam tanganku.

"Tidak apa-apa."

"Pasti ada alasannya," katanya kembali.

"Itu tadi menunggu kamu lama sekali,"

Raka tertawa. "Maaf. Aku juga sudah mengabari jika aku lama,"

"Iya. Cuma masih kesal saja,"

"Pindah ke sana yok," menunjuk kursi yang dibawah pohon. Suasana mendung sehingga terasa sejuk.
Kita pun pindah ke bangku itu. Rintik-rintik air hujan mulai jatuh.

"Jangan jauh-jauh duduknya nanti ke hujanan. Agak merapat ke sini  sedikit. " kata Raka melihat rintik-rintik air hujan mulai turun.

"Aku suka hujan," sahutku.

"Lima menit saja. Biarlah seperti ini dulu," katanya yang memegang tanganku. Tanganku terasa hangat.

Aku kedinginan karena dari tempatku  masih terkena rintik air hujan. Namun Aku diam saja karena tak ingin terlalu duduk berdekatan dengannya. Raka juga sudah menawarkan agar aku memakai jaketnya tapi aku menolak.

"Kamu punya pacar?" tanya Raka.

"Kita dekat tapi tidak tahu bisa dikatakan pacaran apa tidak,"

"Pacaran dengan aku mau?" katanya dengan wajahnya yang semakin dekat.

"Tidaklah!" sahutku tegas karena salah tingkah karena wajahnya yang begitu dekat.
"Kenapa?" Kini wajahnya dan wajahku sudah tak sedekat tadi.

"Cinta tak bisa dipaksakan,"

                             ***

"Fahmi, ngangetin saja. Aku sudah bilang kamu tunggu di sana saja."

"Kamu ku lihat dari jauh diam mematung. Makanya ku samperin,"

"Aku ke sana ini."

"Tidak mau ku antar?"

"Tak usah," Aku perlahan memasuki area taman. Area taman di mana aku dan Raka sering bertemu dulu, pasti di sini. Aku menghampiri Raka yang sedang duduk gelisah menunggu.

"Maaf aku lama ya," kataku kemudian duduk disebelahnya.

"Tidak apa-apa. Aku menelponmu berkali-kali tapi kau tak menjawab. Aku ingin menyusulmu tapi takut simpangan di jalan makanya aku putuskan menunggu. Aku ini mau pergi  menyusulmu jika kamu tak datang,"

"Begitu khawatir kah kamu?" Terlihat raut lega karena melihatku datang. Aku mengecek hpku. Ku lihat puluhan panggilan dari Raka.

"Ini pasti karena di jalan tadi aku melamun teringat masa dulu jadi tidak mendengar ada yang menelpon," kataku dalam hati.

"Kamu ingat dari dulu kalau kita bertemu pasti gerimis," Raka membiarkan tangannya terkena tetesan air hujan.

"Di sini juga dulu aku menyatakan perasaanku dan kau menolak."

"Kamu tidak pernah bilang itu menembak. Aku tak tahu, aku kira kau hanya bercanda," sahutku.

"Kamu memang polos atau aku yang terlalu pengecut menyatakan perasaanku," Raka menggemgam erat tanganku. "biarlah seperti ini ya. Seperti dulu," Aku hanya diam membiarkan dia menggenggam tanganku.

"Biarlah hujan ditaman ini yang akan menjadi saksi pernyataan cintaku untukmu. Aku mencintaimu ... Will you marry me? Menua bersama dan saling mengerti satu sama lain. Kotak love warna merah dibuka dan disodorkan padaku.

"Ayo kita pulang," Fahmi tiba-tiba datang dan mengajakku pergi.

"Kalau kamu mau pulang, pulang sendiri saja. Nanti aku bisa naik grab," kataku kesal.

"Nanti biar aku yang mengantar Zuha," sahut Raka.

"Dia tanggungjawabku!" tegas Fahmi.

"Kamu hanya merasa berutang budi. Sudah ku bilang bukan, tadi aku yang salah jadi kamu tak perlu merasa berhutang budi!"

"Aku tak peduli. Ayo kita pulang,"

"Jangan memaksa ya!" kata Raka tegas.  Raka dan Fahmi saling menatap dengan tatapan yang tajan dan sinis.

"Maaf Raka, aku harus pulang agar bisa istirahat. Aku harap kamu juga sabar menunggu jawabanku," kataku pada Raka karena tak mau nantinya mereka bertengkar.

"Iya aku ngerti kok. Kamu juga habis jatuh," sahutnya.

"Terima kasih pengertiaannya."
Raka menganggukkan kepala. Zuha pun menuruti keinginan Fahmi untuk mengantarkannya pulang.

Budayakan membaca, vote Terima kasih 😃

Lucid DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang