Bab 17 pertengkaran

1 0 0
                                    

"Berteman tanpa bertengkaran tak afdol."

Zuha

Ku lempar handphoneku ke kasur. Aku kesat karena hpki sepi tak ada chat dari teman-teman online. Ahh ... mungkin mereka sibuk dengan dunia nyatanya. Sedangkan aku? Dunia nyata tak pernah mau berpihak padaku. Aku tetap sendirian di rumah tak ada teman yang menemani mengajak pergi. Jikalau aku pergi itu hanya ke rumah Nana teman dekatku. Kini dia juga sibuk kerja susah sekali quality time dengannya. Teman-temanku yang lain? Jangan tanyakan lagi. Ini liburan semesteran waktunya hpku sepi tak perlu aku ceritakan kalian pasti paham. Hanya Teressa yang setia menghubungiku. Dia selalu ada untukku dan lebih mengerti aku dibandingkan yang lain.

Liburan semester identik dengan mencari kerja. Setiap anak kuliahan pasti ingin punya penghasilan sendiri termasuk aku. Dulu aku sibuk kuliah, kerja dan organisasi yang membuat aku sibuk dua puluh empat jam. Tapi itu dulu, bagaimana pun roda berputar dan kini aku tak mengikuti satu kegiatan pun di kampus. Alasan logis karena ego orang tua yang tak ku mengerti. Kerjaanku sekarang adalah main hp, guling-guling di kasur, nonton tv, makan dan tidur. Kegiatan ya tak berfaedah. Walaupun sesekali aku menulis namun aku pasti akan tetap merasa bosan bukan?

Di sinilah aku kini. Berbekal map merah berisikan foto, dan identitas diri yang diperlukan aku mengajukan perpanjangan SKCK. Tentu kalian tahu mengapa aku memperpanjang SKCK yaitu untuk mencari pekerjaan.
Bersama Fayra, kita setia menunggu antrian sampai nama kami dipanggil.
Kemarin Fayra mengajakku untuk mencari pekerjaan maka di sinilah kita karena SKCK sudah mati.

Setelah kita selesai, kita pergi makan. Ayam geprek adalah makanan favorit kita. Setelah kita meluncur ke tempat Favorit, langsung kita memesan. Aku level sangat pedas dan Fayra sedangan karena tak terlalu suka pedas. Tak banyak yang kita bicarakan, aku memang dekat dengan Fayra namun tak secerewet saat aku cuma berdua dengan Rania atau Nana. Ketakutan karena pernah rahasiaku dibocorkan oleh teman akrabku sendiri dulu membuatku menjadi orang yang lebih tertutup. Aku lebih berhati-hati menceritakan hal privasi kepada seorang teman.

Seperti beberapa waktu yang lalu, dengan tergesa-gesa aku melajukan motorku menuju rumah Nana. Aku merindukan dia, ingin mencurahkan segala yang ku rasakan. Ya itulah kebiasaanku dengannya.

"Assalamualaikum. Nana kamu tidak rindu aku?" kataku pada Nana yang kebetulan sedang di luar menjaga toko. Bukannya menjawab pertanyaanku Nana hanya tersenyum. Dia sudah hafal tingkahku.

"Kapan-kapan kita pergi berdua yok. Sudah lama kita tak quality time berdua," sahutnya langsung duduk di sebelahku.

"Iya boleh. Aku di rumah terus kamu tahulah. Kamu yang sibuk, kalau aku tidak ke sini mana bisa kita bertemu."

"Aku kangen makan mie ayam Deket kampus. Pengen makan nasi goreng yang pedes, beli es di tempat jus biasanya." Aku dan Nana satu kampung hanya berbeda jurusan dan fakultas. Aku juga sudah mengenal beberapa teman Nana dan pernah mau ikut pelajaran di kelasnya yang ku urungkan karena bahasa arab. Tak boleh memainkan hp, sedangkan aku saja tak mengerti. Ya terkadang orang asing malah seperti teman lama begitulah kesimpulanku. Lantas apa gunanya di beri nama teman? Mengapa semua tak menjadi orang asing saja agar tetap akrab. Pertanyaan konyol bukan.

Aku dan Nana sama-sama menyukai makan bagi kita itu adalah pelampiasan terbaik ketika kesal.
Aku berbicara panjang lebar dengan Nama waktu itu. Seakan tak pernah putus obrolan kita. Mungkin jika kita tak kenal waktu dua puluh empat jam bisa kita habiskan untuk bercerita. Ya itulah alasan aku mempercayai dia karena kita dekat sekali, aku juga sudah menganggapnya seperti kakak sendiri.

"Fayra kita mau melamar kapan? Aku sih masih ada perlengkapan untuk melamar kerjaan,"

"Besok saja ya aku ada keperluan," balas Fayra.

Lucid DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang