"Mengapa kau hadir kembali bersikeras untuk tetap disisiku?"
Zuha
Setelah kemarin aku makan dan berbincang dengan Ade. Aku di antarakannya pulang. Saat tahu aku di antar pulang oleh Ade raut wajah ibukku berubah kecut.
"Di antar siapa kamu?" Aku memperkenalkan Ade saat ibu keluar melihat aku sudah pulang.
"Ini Ade bu, temanku. Kebetulan tadi tak sengaja bertemu di jalan," Ade bersalaman pada ibukku. "Kamu tidak ada acara kok masih di sini?" Aku tersentak kaget mendengar ibu mengusir Ade secara langsung. "Ibu!!"
"Ibu kan tanya, siapa tahu dia ada acara gitu," sahut ibukku dengan wajah kecutnya. Aku heran padanya, dia sering menyindirku karena tidak punya pacar. Sekarang giliran di antar cowok sama yang notabanenya temanku sudah kayak cacing kepanasan. Gimana anaknya mau dekat sama cowok.
"Hmm, sebaiknya kamu pulang sama ya Ade. Lain kali kita lanjutin ngobrol-ngobrolnya," Aku tak ingin ibukku meluncurkan kata-kata pedasnya lagi, jadi aku meminta Ade pulang. Aku terbiasa dengan kata-kata pedas ibu, tapi orang lain belum tentu tak tersinggung.
"Ibu tak suka kamu dekat dengan dia!" kata ibukku setelah Ade pamit pulang.
"Dia cuma teman bu. Kenapa kok saat Fahmi ke sini ibu baik-baik saja?Dekat dengan teman salah, itu salah ... Ini salah ... Ibu ini ibukku atau bukan sih? Ngertiin anaknya saja tidak bisa," Aku melonggos masuk ke kamar dan membanting pintu.
Aku menangis sesegukan. Selalu saja seperti ini. Aku rindu mae, orang yang selalu membelaku saat aku benar. Memberitahuku jika salah, orang yang paling membuatku merasa di mengerti, dianggap dan di sayangi. Drrrtt
"Suara apa itu ya? Kedengarannya kok di dekat sini ya?" kataku dalam hati.
Aku teringat hpku, ternyata ada panggilan masuk. Di layar nampak jika Fahmi sedang menelpon.
"Angkat tidak ya?" kataku liring menimbang mengangkat telponnya atau tidak. Akhirnya ku putuskab untuk mengangkatnya tapi kamera ku alihkan bukan ke wajahku. Aku sedang kacau sekali, apalagi tidak memakai hijab karena Fahmi VC bukan telpon biasa.
"Kamu kenapa?" Terlihat wajah penasarannya yang nampak di layar.
"Tidak apa-apa," Aku masih sesegukan. Memang kebiasaanku jika sedang menangis sampai sesegukan.
"Beneran? Cerita saja," sahutnya meyakinkanku.
"Aku rindu nenekku," sahutku. Aku tak berbohong karena aku memang merindukan mae (nenekku, mae panggilan dariku) dan juga tak mengatakan yang sebenarnya.
"Kalau rindu di do'akan. Jangan nangis lagi ya, nanti jelek loh. Mana Zuha yang ceria?"
"Iya selalu kok. Kok tahu aku nangis, ketara banget ya? Aku tetap Zuha kok, namaku kan tidak ganti," kataku dengan nada yang lebih tenang.
"Iya, aku bisa merasakan kok. Candaanmu tidak lucu wlek,"
"Sudah dulu ya, aku mau tidur. Takut nanti tidak bisa bangun. Oh iya besok tidak usah jemput ya,"
"Memang mau apa ? Kok takut tidak bisa bangun. Kenapa kok tidak usah jemput?" Aku menjelaskan padanya jika besok mau puasa mengganti hutang puasa, sekalian melepas rindu pada raga yang tak bisa ku sentuh bayangannya. Aku juga mengatakan jika besok sudah ada yang menjemputku.
"Datamu hidupin, nanti ku telpon. Untuk besok pokoknya akan ku jemput," Aku heran dengan Fahmi semenjak pertemuan kecelakaan itu dia kembali menjadi Fahmi yang dulu. "Haduh ingat Zuha, dia sudah punya pacar," kataku yang berkomat-kamit menggerutu tidak jelas.
Aku lupa jika vc belum mati.
"Aku sekarang jomblo kok," Aku melotot pada Fahmi yang tertawa melihat tingkahku yang nampak di layar. "Bodo ah," Aku mematikan vc, aku kesal dengan dia. Dulu saja kalau kita janjian, aku memintanya datang ke rumah selalu tak bisa dengan berbagai alasan. Sedangkan saat ini dia datang tanpa pemberitahuan. Mengapa dia ingin di sisiku saat aku tak menginginkannya.Fahmi
Jangan di matikan datanya ya. Nanti malam ku bangunkan. Deringnya juga di hidupkan loh.
20.30
ReadKu biarkan pesannya dan tak berniat membalasnya. Aku menaruh hpku disampingku, aku pun terlelap tidur.
***
Drrtt ... Fahmi calling.
Dia menepati janjinya. Ku angkat telpon darinya."Hallo," Aku membiarkan telponnya menyala sambil berkutat di dapur menyiapkan makan sahur.
"Bangun bo, katanya mau sahur." katanya dari seberang sana. Sejak kapan dia kembali memanggilku dengan sebutan itu.
"Sudah, aku lagi di dapur bikin mie buat sahur," sahutku.
"Tumben bisa bangun kamu kan kebo. Kok kamu bikin mie sih," sahutnya meledek.
"Terserah aku dong. Sudah ya aku mau makan," Aku mau mematikan telpon tapi dia mencegahnya.
"Tunggu ... Biarkan tetap menyala ya. Aku juga lagi sahur sendirian kan lumayan ada temannya sahur," Aku menuruti permintaannya membiarkan telpon tetap menyala. Aku jadi merasa tak sahur sendirian. Aku teringat masa-masa dulu kalau sahur sama mae.
"Zuha ... Ayo bangun," Aku berjalan turun dari ranjang dan duduk di kursi makan. Semua makan sudah siap semuanya termasuk minumannya. Aku tinggal duduk dan makan dengan nyaman. Mae memang selalu mengajakku berpuasa, sudah membiasakanku berpuasa sunnah semenjak kecil. Hingga aku puasa tak merasakan lapar, malah aku sering di komentari ibukku jangan banyak bicara kalau puasa agar bisa hemat tenaga. Tapi aku dasarnya cerewet jadi ya memang susah untuk hemat berbicara.
Sebelum tidur mae semenjak kecil mengajariku untuk membaca do'a sebelum tidur, surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan ayat kursi. Mae sudah ku anggap seperti ibu kedua bagiku. Mae juga selalu memanjakan aku juga. Membelikan aku beberapa barang-barang. Aku terkadang meneteskan air mata jika sedang rindu pada nenekku. Aku juga pernah beberapa kali bertemu nenek dalam mimpi. Dalam mimpi nenekku diam, aku ingat jika orang yang meninggal bisa bertemu dengan orang yang masih hidup lewat mimpi.
"Sudah ya aku mau tidur lagi. Nanti kuliah juga," kataku mengakhiri telepon setelah selesai membereskan semuanya.
"Baiklah. Sampai bertemu nanti ya,"
"Memang siapa yang mau di jemput sama kamu heran deh. Aku kan sudah bilang tidak perlu di jemput bisa naik grap," kataku tegas.
"Tapi-" Belum sempat Fahmi melanjutkan perkataannya. Aku sudah menutup telepon dan kembali tidur karena nanti masih ada kuliah.
Aku tak peduli bagaimana perasaan Fahmi, mau dikesal aku tak peduli. Aku juga tak minta di perlakukan seperti ini jadi tidak salah kalau aku bersikap cuek padanya. Ahh ... Mengapa aku jadi memikirkan perasaannya? Jangan sampai masa lalu terulang kembali Zuha. Ahh ... Gara-gara Fahmi, aku jadi tak bisa tidur lagi. Aku yang bersikap cuek padanya tapi aku yang merasa tak enak. Begini ya rasanya jadi orang yang selalu merasa tak enak hati.
Budayakan membaca, vote Terima kasih. 😃
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucid Dream
Teen FictionTerlihat Zuha memutar story wa teman-temannya semuanya terlihat bahagia bersama teman-temannya. Air mata berhasil lolos dari matanya. Zuha kembali membuka galeri di hpnya, membuka foto bersama teman-temannya. "Semua ini palsu dan hanya formalitas sa...