DUA PULUH EMPAT

721 173 42
                                        

OPERASI KLANDESTIN

Aku tidak ingat seberapa sering aku berhalusinasi sesaat setelah bangun tidur. Seperti melihat sesuatu yang seharusnya tidak ada di kamarku, atau mendengar suara-suara gaib yang entah dari mana asalnya. Hal seperti itu biasanya terjadi kalau aku sedang kelelahan. Tapi kali ini, tepatnya beberapa detik yang lalu, aku sangat yakin bahwa aku tidak salah dengar.

Karel baru saja mengungkapkan sosok pengkhianat yang sedang ia cari-cari ternyata Jil, temannya sendiri. Orang yang selama ini aku pikir telah membantu kami.

"Lo seratus persen yakin kalau itu memang Jil?"

Entah kenapa aku agak sulit mempercayai ucapan Karel. Jil tidak terlihat sejahat itu ketika kami bertemu. Aku masih ingat dialah yang dengan paniknya menyuruh kami untuk segera menjauh dari semua bahaya ini. Bahkan dia juga yang memintaku untuk berhati-hati terhadap Karel.

"Ya." jawab cowok itu singkat. "Dia bukan cuma sosok di balik nama Ax2, tapi juga nama lain yang udah nyisipin bukti-bukti itu ke Hades."

Aku tak tahu bagaimana caranya Karel mengetahui semua itu, tapi sekarang aku benar-benar tak menyangka. Jil nyatanya tak sebaik yang aku kira.

"Dia punya dendam pribadi sama lo atau gimana sih?"

Karel mengedikkan bahu. "Mungkin gue pernah ngelakuin sesuatu yang fatal bagi dia."

Pandanganku melayang ke seberang ruangan, pada anak-anak Hades yang masih berkutat di depan komputer masing-masing, berusaha keras mengecoh jaringan Decode. Sementara Toni dan cowok berkaos Oxford itu belum juga kembali. Sesaat setelah mendengarkan suara tetikus dan keyboard yang beradu sengit, aku menyadari ada suara lain yang samar terdengar. Seperti suara kendaraan yang berlalu lalang dan juga orang-orang yang berbicara.

"Kira-kira apa tujuan Jil ngelakuin semua ini?"

Karel tak langsung menjawabku. Alih-alih, ia meraih sesuatu dari atas meja, sebuah tempat makan yang terbuat dari styrofoam. Aroma menggiurkan yang membuat perutku seketika menjerit lapar menguar di sekeliling kotak berwarna putih itu.

"Gue akan cari penyebabnya, nanti, tunggu Toni balik ke sini dulu." Karel membukakan kotak itu dengan sekali tarik, lantas meraih sendok plastik dari dalam kantong yang tergeletak di atas meja. "Sekarang lo harus makan."

"Mm, Rel," aku duduk dengan canggung, "gue masih bisa nyuap sendiri, kok."

Cowok itu menatapku dengan dahi berkerut. "Emangnya siapa yang mau nyuapin lo?"

Ouch.

"Siapa?" aku balik bertanya. "Siapa ... siapa tahu, hehe."

Aku menggigit bibir, menahan malu. Kukira ia akan bertindak layaknya lelaki di dalam serial drama jika pemeran utama wanitanya sedang cedera. Pikiranku ternyata sudah kelewat berlebihan. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, aku langsung melahap makanan yang diberikan Karel hingga habis. Entah karena makanannya memang terasa nikmat atau fakta bahwa aku sedang kelaparan, sejak kemarin malam.

Saat akan menyuap sendok terakhir, kusadari Karel sedang memerhatikanku. "Mau?"

Cowok itu mendengus. "Habisin aja."

"Oke."

Dengan itu, selesai sudah ritual sarapan yang sejujurnya belum membuatku merasa kenyang. "Jadi apa rencana lo selanjutnya?" tanyaku sembari membuka tutup botol air mineral yang baru saja diserahkan Karel.

"Berkunjung ke tempat Jil."

"Balik ke motel itu lagi?" aku menempelkan bibir botol ke mulut dan mulai meneguk air di dalamnya perlahan-lahan. Rasanya nikmat sekali.

RUNAWAY (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang