SEMBILAN BELAS

632 162 9
                                    

JALAN YANG BERLIKU


Setelah mengangkat tubuh Karel ke dalam mobil miliknya, Daryl bergegas menyalakan mesin dan membawa kami pergi menjauh dari lokasi di mana Bari menghilang. Tubuh tak bernyawa dan juga barang-barang haram di dalam mobil itu akan diurus oleh teman-temannya yang dikatakan sedang dalam perjalanan ke tempat itu. Kami jelas tak boleh terlihat.

"Kayaknya dia pingsan karena demam." Daryl berkata tanpa menoleh ke arahku. "Mungkin juga dia dehidrasi atau kurang istirahat, jadi kondisinya gak fit buat berantem."

Aku telah menceritakan apa yang terjadi dengan Karel hingga ia bisa berakhir seperti ini saat cowok itu tiba beberapa saat lalu. Menurut Daryl, cedera yang dialami Karel saat ini tidak separah yang kupikirkan. Cowok itu bilang Karel bahkan pernah mengalami cedera yang jauh lebih parah dari ini dan ia berhasil selamat tanpa satu pun lecet yang tersisa. Dan untuk soal pembunuhan itu, Daryl belum memberi komentar.

"Dia cuma perlu istirahat, dan ..." Daryl berdeham pelan, "dirawat dengan baik."

Cara Daryl mengatakan kalimat yang terakhir itu entah mengapa membuatku agak gelisah. Jujur saja, batinku masih syok setelah mengetahui siapa Karel sebenarnya, dan apa yang telah ia perbuat hingga mampu merenggut nyawa lebih dari satu orang. Hal itu masih membuatku ketakutan sampai detik ini. Bayangkan saja, kau pergi ke mana-mana dengan seseorang yang sanggup membuatmu merasa nyaman karena kau pikir dia melindungimu, namun di balik itu semua, nyatanya dia seorang pembunuh sadis yang tak segan meledakkan isi kepalamu kapan saja. Bagaimana kau akan bereaksi?

Ingin sekali rasanya aku menjauhi Karel, namun hati kecilku berkata aku tak akan bisa.

Ada beberapa hal yang masih perlu aku pertimbangkan di samping menuruti ego. Sebagai pertimbangan pertama, orang-orang Decode itu. Apa yang diucapkan Karel sebelum ia pingsan memang ada benarnya setelah aku pikir lagi. Orang suruhan Decode itu masih mengintai keberadaanku, kalau aku ngotot kembali ke rumah pada detik ini juga, bisa-bisa oma turut terseret dalam masalah maut ini. Dan itu adalah hal terakhir yang kuinginkan terjadi dalam hidupku.

Sedangkan hal yang menjadi pertimbangan berikutnya adalah aku tahu aku tak bisa mengabaikan Karel saat kondisinya sedang seperti ini. Mengingat pertemanan yang telah kami jalin dan apa yang telah ia perbuat demi melindungi diriku jauh sebelum serangan ini terjadi kurasa membuat cowok itu layak diberi kesempatan. Sekalipun ia adalah King si pembunuh yang gemar menyiksa korbannya. Kurasa ia tak akan berniat membunuhku dalam waktu dekat. Belum.

Aku menghela napas panjang, mendadak merasa sangat lelah dan butuh tidur yang lama.

Sekitar lima belas menit dari tempat tadi, Daryl membawa kami singgah ke sebuah apotek. Aku menunggu di dalam mobil dengan cemas karena Karel terus saja mengigau dalam bahasa yang tak kumengerti apa maksudnya. Itu pun dengan suara yang sangat lemah, seperti berbisik. Tak lama kemudian, Daryl kembali dengan sekantong obat, perban, kasa, dan entah apa lagi yang dibelinya di balik plastik putih itu. Cowok itu menyodorkan sebotol air mineral padaku dari depan.

"Minum dulu."

Aku baru menyadari betapa hausnya diriku hingga air di dalam botol itu tersisa setengah. "Thanks." Ucapku tulus, nyaris terharu oleh kebaikan yang ia berikan pada kami. Meski dirinya sedang dimusuhi Karel, tapi nyatanya hal itu tak mendorong Daryl untuk melakukan hal serupa.

"Gue punya kenalan seorang pemilik kos-kosan yang kebetulan lagi sepi peminat di daerah sini." Ungkap Daryl setelah mobil berjalan dan kami saling berdiam diri, aku bisa mendengar senyum dalam suaranya yang tenang. "Kalian bisa sembunyi di sana sampai kondisi Karel sehat, gue jamin gak ada yang bisa nemuin kalian di tempat itu."

RUNAWAY (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang