DUA BELAS

674 162 31
                                    

404 ERROR NOT FOUND!


Langit cerah pukul sembilan pagi memang selalu terlihat menakjubkan. Biru. Bersih tanpa awan. Menatapnya terus-terusan hanya akan membuatmu tenggelam dalam sebuah kolam elusif yang tersembunyi di puncak sana. Tempat di mana kau tak dapat menemukan akhir.

Aku melangkah di atas jalan setapak yang tepiannya sedikit retak. Rumput liar tumbuh pada celahnya yang menganga dan berlumut. Jalan yang terbuat dari beton ini membentang hingga ke bagian belakang rumah dan berakhir tepat di balik deretan pepohonan yang tumbuh rendah dan rapat, sebuah area kecil untuk membakar sampah tersembunyi di balik sana. Ke tempat itulah aku menuju. Aku ingin menjadi anak yang berguna di tempat ini. Bukannya tamu tak tahu diri yang datang hanya untuk menumpang makan, mandi, dan juga buang hajat.

Karel telah pergi pagi-pagi buta saat aku dan nenek–yang belakangan kuketahui bernama Ina–masih terlelap. Sepertinya istirahat yang didapatnya dari semalam sudah cukup. Cowok itu memberiku selembar catatan yang disisipkan melalui celah pintu. 'Be right back soon' tulisnya dalam gaya yang membuatku minder dengan gaya tulisanku sendiri. Ini pertama kalinya kami berpisah setelah bertemu pagi itu. Rasanya sedikit aneh menyadari sosoknya tak lagi berada di sekitarku.

Hei, bukannya aku berharap ia selalu bersamaku sepanjang waktu. Begini, jika kau terlalu sering bersama seseorang setiap saat, maka ketika orang itu mendadak pergi, poof! seperti menyatu dengan angin, maka akan ada sesuatu yang terasa hilang. Ugh, janggal sekali. Aku tak tahu bagaimana mengungkapkannya. Tapi kurang lebih seperti itu. Jangan berpikir yang aneh-aneh.

Embusan angin terasa hangat di bawah naungan daun-daun yang melambai. Beberapa langkah berikutnya aku menemukan tempat yang dimaksud nenek Ina. Tak jauh dari sebatang pohon yang tumbang, sebuah drum bekas yang bagian dalamnya menghitam karena arang terletak di tengah sepetak tanah. Tak ingin membuang waktu, aku segera menumpahkan isi keranjang sampah ke dalam sana, lantas menyalakan api pada selembar kertas bekas pembungkus makanan.

Sekarang aku hanya perlu menunggu sampah itu terbakar habis, memadamkan apinya, lalu kembali ke dalam rumah untuk membantu pekerjaan lain nenek Ina meski wanita itu telah menolak secara halus. Aku tak sampai hati membiarkannya mengurus tempat ini seorang diri. Kan, tidak setiap hari aku bisa berkunjung ke sini. Nenek Ina bercerita padaku bahwa ia sudah lama hidup sendiri. Suaminya yang seorang angkatan darat telah meninggal enam tahun lalu ketika sedang bertugas di papua. Mereka tak memiliki anak. Mungkin karena itu ia tampak begitu menyayangi Karel.

Suara ranting yang patah berderak dari arah samping. Sesuatu atau mungkin seseorang baru saja menginjaknya. Aku bergegas menoleh dengan was-was. Takut itu penyusup, atau barangkali yang lebih parah: hewan hutan yang liar nan buas yang sedang kelaparan. Kuangkat keranjang sampah ke atas kepala, bersiap-siap melempar apa pun yang akan muncul di hadapanku.

Tiga detik berlalu. Sesosok tubuh muncul dari balik batang pohon yang lebar. Refleks, aku melempar keranjang sampah dari stainless tersebut sekuat mungkin, disambi berteriak panik, lantas berlari nyaris tunggang langgang ke arah rumah sampai sebuah suara mengaduh terdengar dari tempat pembakaran yang baru saja kutinggalkan. Kedua kakiku sontak berhenti bergerak. Apa aku tidak salah dengar? Kutajamkan pendengaran. Suara rintihan itu kembali mengalun.

Mampus! jangan-jangan orang itu warga sini!

Bergegas kulangkahkan kaki kembali menuju tempat pembakaran sampah. Aku harus minta maaf dan mengakui yang tadi itu hanya salah paham karena aku ... sebentar, bagaimana jika itu si penyusup yang cuma berpura-pura kesakitan supaya aku berbalik mendekatinya lalu ia bisa menangkapku di saat aku sedang lengah? Hah! Aku harus bawa senjata untuk membuktikan yang satu itu.

RUNAWAY (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang