ENAM

780 177 14
                                    

BURON




Percayalah, tidur dengan kaus kebesaran itu sungguh menyenangkan.

Namun sayangnya, setiap hal yang menyenangkan pasti memiliki akhir. Cepat atau lambat. Ketika mimpiku yang gelap terlihat tak kunjung berakhir, kurasakan sebuah tepukan lembut pada bahu kananku yang tak tertutupi oleh selimut. Tepukan yang ragu dan pelan, seakan pelakunya takut bersentuhan dengan diriku.

Aku membuka mata dan untuk sesaat kupikir aku sedang terlelap di kamarku sendiri. Bayang-bayang cahaya matahari yang jatuh menembus tirai pastel yang selalu kulihat setiap bangun tidur hadir di depan mataku. Tapi setelah kesadaran perlahan terbentuk di dalam kepalaku, aku teringat kamar ini bukanlah milikku. Dan tirai yang menutupi jendela tinggi itu berwarna kelabu.

Menoleh ke samping, tatapanku bertemu dengan Karel. Sorotnya sedikit khawatir.

"Gue gak nyangka ini akan terjadi."

Aku hanya mengerutkan dahi sebagai tanda tak mengerti apa yang ia katakan. Nyawaku belum sepenuhnya terkumpul.

"Sini, lihat." Ia beralih ke depan televisi yang menyala, di mana suara seorang pria yang sedang berbicara berasal.

Dengan malas, terpaksa, dan juga tak ikhlas, aku memisahkan diri dari ranjang dengan rambut yang acak-acakan. Tampangku sudah pasti mirip singa jantan yang baru saja terpeleset dari puncak gunung. Aku tak berani melirik kaca yang terpasang pada lemari pajangan di samping tv. Terlalu pagi untuk memberi kejutan pada jantungku. Jadi aku mengikuti Karel yang menonton tayangan berita di hadapan kami. Jam pada pojok kanan televisi menandakan sekarang pukul sebelas lewat dua puluh enam. Aku benar-benar kesiangan.

Pihak kepolisian yakin rekaman CCTV kafe tersebut telah diretas oleh oknum yang tidak bertanggung jawab sebelum peristiwa penculikan itu terjadi. Hingga kini polisi masih melacak keberadaan mobil yang diduga membawa korban ke luar kota. Jika Anda melihat wanita dengan ciri-ciri sebagai berikut, silakan hubungi nomor yang tertera di bawah ini.

Fotoku yang setengah tersenyum terpampang pada layar televisi. Foto itu diambil oleh Dipta saat kami sedang nongkrong di sebuah kafe yang menyajikan acara live music di suatu malam minggu bersama teman-temannya. Aku menatap Karel dengan jantung berdebar.

"Nenek gue ... pasti dia yang lapor polisi dan bilang kalo cucunya diculik!"

"Bagus," Karel mendengus, "sekarang ada dua kubu yang berusaha nangkap kita."

Aku membuka mulut untuk menanyakan apa rencana kami berikutnya, tapi ketukan pada pintu lebih dulu menginterupsi. Kami saling berpandangan. Jangan bilang polisi sudah mengetahui posisi kami di motel Jil ini. Karel berjalan mendekati pintu, lantas mengecek siapa gerangan di balik sana melalui lubang intip.

"Itu Jil." Karel menoleh ke arahku sekilas sebelum memutar kenop pintu.

"Gawat, ini benar-benar gawat!" cerocos cowok itu sembari melenggang masuk ke kamar. Ia masih mengenakan pakaian kemarin. "Lo berdua harus pergi sejauh mungkin dari sini dan sembunyi di Alaska. Gue tahu orang yang bisa buatin kalian dokumen palsu untuk identitas baru."

RUNAWAY (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang