MR. AND MRS. SMITH
"Tara!"
Seseorang mengguncang tubuhku dengan kurang ajar.
"Ssst! Tara!"
Betisku ditendang-tendang, tidak kuat, tapi sangat mengganggu. Kuangkat kepala dari bantal yang ternodai ilerku sendiri. "Apa sih, Rel?! Gak lihat ya mata gue lagi mer—"
"Ssst!" Karel membungkam mulutku. "Jangan ngomong, dengerin gue."
Nada otoriter dalam suaranya seketika mengusir rasa kantuk yang masih membayangi kedua mataku. Aku pun mengangguk.
"Ada dua orang yang berusaha masuk ke kamar ini," bisiknya dengan suara rendah, "kita harus sembunyi dan jangan bersuara sedikit pun, ngerti?"
Saking paniknya aku tak sanggup mengangguk. Berkedip pun rasanya tidak. Mereka yang berusaha menginvasi kamar ini sudah pasti orang-orang suruhan Decode. Tapi bagaimana mungkin mereka bisa menemukan kami di tempat ini?
Karel bergegas membuka pintu lemari dan mencampakkanku–yang masih tak memberikan respons apa pun–ke dalam sana layaknya santa yang melempar hadiah natal melalui lubang cerobong asap. Berikutnya ia menyusul dengan tas-tas kami yang tak seberapa berisi. Untung saja lemari ini memiliki lebar yang mampu menampung dua tubuh dewasa sekaligus. Karel buru-buru menutup pintu lemari, mengurung hening dan pengap bersama kami.
"Ketika kita keluar dari lemari ini, gue mau lo lari ke bawah, jangan lihat ke belakang, lari terus sampai lo keluar dari hotel, nyalain mobil, tunggu gue di dalamnya," Karel menyerahkan kunci mobilnya ke tanganku, "paham?"
"Terus lo ngapain?" bisikku dengan suara bergetar.
"Gue mau main catur sama dua orang itu." Meski remang-remang, aku yakin Karel baru saja memutar bola matanya.
Samar-samar terdengar suara pintu kamar yang terbuka. Refleks, aku merapatkan diri dengan Karel. Berharap keberanian yang dimiliki cowok itu bisa sedikit menular padaku. Kupejamkan mata rapat, lantas mengatur laju napas yang mulai memburu. Hanya masalah waktu sampai mereka menemukan kami di dalam sini. Semoga semua akan baik-baik saja. Karel pasti bisa mengatasi dua orang itu seperti yang dilakukannya saat di kafe oma waktu itu. Aku bisa mengandalkan cowok itu.
"Mereka sembunyi." Sebuah suara asing berkata. Kedengarannya ia berdiri tak begitu jauh dari lemari.
"Periksa semua tempat." Suara lain menyahut. Seakan kamar ini memiliki banyak ruang saja.
Tampaknya mereka sedang memeriksa kamar mandi. Aku memalingkan wajah pada Karel, berniat menanyakan kapan kami bisa keluar dari kepengapan ini, ketika cahaya terang mendadak memenuhi bagian dalam lemari. Penyusup itu menemukan kami!
"Di sin—"
Buk!
Karel menendang si pelaku pembuka lemari secepat lelaki itu terjengkang ke atas ranjang, kedua tangannya menyentuh dada, jelas sekali sangat kesakitan. Dan hal itu sepertinya tidak cukup bagi Karel, cowok itu menghampirinya untuk memberi tinju tepat di wajah, bertubi-tubi. Aku bisa melihat darah terciprat dari bibirnya yang pecah.
Penyusup yang satunya lagi muncul di ambang pintu kamar mandi. Seorang pria yang tampak beberapa tahun lebih tua dari kami, berambut cepak, wajahnya dipenuhi tato. Geraman marah yang keluar dari mulutnya saat ia menyaksikan sang teman terpojok di bawah kaki Karel membuat pria itu terlihat menyeramkan. Dalam hitungan detik saja, tubuh lelaki itu menerjang tubuh Karel bagai batu yang saling menghantam. Karel terguling ke samping, namun dengan cepat membalas penyerangnya dengan tendangan keras tepat di rahang.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUNAWAY (TAMAT)
AksiTara, seorang manajer cafe yang terjebak dalam rutinitas kehidupan monoton, bertemu kembali dengan cowok yang pernah menarik perhatiannya di masa lalu, Karel. Sedikit yang Tara tahu, pertemuan mereka pagi itu malah menyeretnya ke dalam sebuah kasus...