DUA PULUH LIMA

693 175 63
                                    

(17+)

TIPU MUSLIHAT

Aku tak tahu diriku bisa berubah menjadi patung hanya dalam satu kecupan.

Jika sebelumnya waktu terasa bergerak begitu lambat saat Karel menurunkanku dari ambang jendela, sekarang cowok itu telah berhasil membekukannya. Berikut segenap saraf di dalam otakku, beserta serangan panik yang sempat kurasakan. Seluruh duniaku kini berhenti berotasi. Dan aku nyaris kehilangan kesadaran.

"Kiss me back." Karel berbisik cepat di depan bibirku yang merapat karena kaget. Sebelah tangannya yang tadi merengkuh wajahku kini bergerak ke balik tengkuk, menyentuh bagian belakang kepalaku dengan lembut, sementara jemarinya menyusup di antara sela rambutku.

Seakan sentuhannya itu belum cukup membuatku menggigil, Karel mengulurkan tangannya yang satu lagi di sekeliling pinggangku, lantas menarikku ke dalam pelukannya yang erat. Gerakan yang tiba-tiba itu membuatku terkesiap dan Karel memagut bibirku dengan sepenuh hati.

Kurasakan jantungku berdebar dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Menyesaki dadaku dengan hawa panas yang meletup-letup hingga aku pikir Tuhan sedang berusaha mencabut nyawaku.

Ini gak benar! Tim Waras menjerit panik. Tapi seakan terhipnotis, aku malah menuruti ucapan Karel dengan membalas kecupannya yang hangat. Aku tak sempat memikirkan bagaimana reaksi orang yang membuka pintu toilet di sisi sana. Atau setidaknya merasa malu karena melakukan hal seintim ini di depan mereka. Aku bahkan tak dapat memikirkan apa pun selain Karel dan ciumannya yang memabukkan.

Sialan.

"Ugh, aku heran kenapa semua toilet di sini isinya begini?" sebuah suara berkata dengan malas. "Tidak bisakah mereka mencari kamar?"

"Ayo cari ke ruang lain." Ajak suara yang satu lagi. "Kita tidak dibayar untuk ini."

Pintu kembali menutup.

Karel memberiku satu kecupan terakhir sebelum ia menjauhkan dirinya secara tiba-tiba. Terlalu cepat. Aku sedikit terengah saat melihat cowok itu berjalan menuju pintu toilet yang baru saja ditutup. Untuk sesaat, aku nyaris kehilangan kemampuan untuk berdiri. Kedua kakiku terasa begitu lemah sampai-sampai aku harus berpegangan pada pinggiran wastafel.

Double sialan.

Suara kunci yang dibuka terdengar dari belakang sana. Melalui cermin lebar di hadapanku, kulihat Toni melangkah keluar dari bilik toilet dengan seringai jahil. Ia membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Karel lebih dulu menginterupsi.

"Kita harus berpencar sekarang," usulnya dari ambang pintu yang terbuka, "alihin perhatian bodyguard itu sebelum mereka melapor kembali ke Jil."

"Gue tahu harus ngapain, duh." Toni memutar bola matanya, kemudian berjalan menuju pintu di mana Karel telah menunggu. "Sampai jumpa lagi, love birds." Cowok itu melambaikan tangannya pada kami sembari terkekeh, lalu menghilang di telan keremangan yang mendebarkan di luar sana.

Kini hanya tersisa aku dan Karel yang saling berpandangan dengan kikuk. Atmosfer canggung melayang-layang di antara kami seperti kabut tipis pagi hari. Aku masih bisa merasakan hawa panas yang Karel tinggalkan di bibirku beberapa detik lalu. Bara yang telah diciptakannya itu agak sulit dipadamkan. Dan aku benar-benar ingin melompat dari atap gedung sekarang juga.

"Gue minta maaf untuk yang tadi." Karel memulai lebih dulu, rautnya sudah seperti tahanan yang baru divonis hukuman mati. "Pilihannya cuma ada dua, kita harus ..." ia berdeham, "lakuin itu atau mereka akan curiga."

Aku turut berdeham untuk mengembalikan kemampuan bicaraku. "Its o-okay."

Cowok itu mengulurkan tangan ke belakang, mengusap tengkuknya dengan salah tingkah. "We're cool, right?"

RUNAWAY (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang