-BONUS-

1.2K 184 76
                                    

MENEMUKAN SATU SAMA LAIN


"Tiga! dua! satu! Happy new year!"

Ledakan cahaya seketika menyesaki langit tengah malam seperti percikan api pada kabel yang terbuka. Meletup-letup. Mengguncang angkasa dengan gelegar jutaan kandela.

Ingar-bingar di sekelilingku kini dilengkapi dengan tiupan terompet. Semua orang tersenyum. Bahagia. Tertawa lebar. Saling berlomba memanjatkan harapan terbaik di awal yang baru.

Semuanya kecuali aku.

Yang hanya duduk seorang diri di pojok rooftop suatu hotel di mana acara tahun baru ini masih berlangsung, sementara Dipta dan Debby sedang asik mengikuti irama musik yang dimainkan oleh sang DJ di panggung seberang sana.

Bukan tanpa sebab aku menjadi satu-satunya orang yang terlihat uring-uringan di sini. Bahkan sama sekali tak bersemangat semenjak menginjakkan kaki di tempat ini.
Jadi alih-alih tersenyum senang seperti yang lain, aku malah memasang wajah tertekuk, masam.

Semua kedongkolan yang tengah memenuhi benakku ini berawal dari Karel yang kembali berulah. Sudah satu minggu cowok itu menghilang dariku tanpa kabar. Aku sudah menghubungi orang tua angkatnya, tapi mereka juga tidak tahu anak itu hilang ke mana.
Berbeda dengan mereka yang sudah biasa menghadapi kepergian Karel secara tiba-tiba, aku justru kian gusar setiap detiknya.

Bagaimana jika dia diserang Decode? Bagaimana jika ada pembunuh bayaran yang menculiknya? Apa mungkin dia diserang beramai-ramai oleh suatu organisasi berbahaya? Dia masih hidup atau tidak?

"Ya ampun, Tara, rileks dikit napa?" Debby mendaratkan diri di kursi sebelah dengan segelas bir di tangan. "He's not going anywhere, trust me."

Saat aku memberi tahu Debby bahwa aku dan Karel sedang menjalin hubungan, Debby bisa dikatakan syok berat. Namun setelah aku menceritakan perihal pelarian kami dan segala tetek bengek permasalahan yang kami hadapi, cewek itu langsung mengganti haluan dari menentang ke mendukung.

Aku meliriknya dengan tatapan protes. "Tapi ini udah satu minggu, By, gak ada kabar pula, padahal kalo dia ngasih tahu posisinya lagi di mana itu udah cukup bagi gue."

"Hee mulai deh." Debby memutar bola matanya, lantas meletak gelas bir–yang sudah setengah kosong–ke atas meja tinggi di depan kami. "Baru satu minggu, elah, dulu malah nyaris setengah tahun dan lo gak mati, kan?"

"Nyaris."

"Iya deh yang lagi kasmaran." Debby mengangkat tangannya ke udara, menyerah.

"Hei, ladies, apa di antara kalian ada yang lapar?" Dipta tahu-tahu muncul dengan dahi yang dipenuhi peluh. "Gue pengen makan ceker setan legen nih."

Aku berdecak kesal. "Gue gak ikut, ya? lagi gak mood makan pedas."

"Lo mau makan yang lain?" Dipta sedikit bersandar pada meja. "Kalo gitu gue beli makanan itu pas pulang aja."

Aku menggeleng. "Gak usah. Gue mau pulang sekarang."

"Kok gitu?" cowok itu terdengar kecewa. "Sekarang masih awal, Tara, lagian ini kan tahun baru, jalan macet parah, oma gak mungkin ngomelin kita karena pulang telat."

Debby yang menjawab lebih dulu. "Biasalah pak Dipta, orang lagi galau gitu obatnya ya cuma si doi."

"Ah, ana paham." Dipta terkekeh sembari mengangguk bersama Debby.

RUNAWAY (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang