Ch. 13 - Masih Camping

51 15 2
                                    

-*-
Aku tidak butuh kamu yang sempurna, aku hanya butuh kamu yang selalu setia menemani susah dan senangku.
-*-

Happy reading😘

***

Rembulan malam dengan eloknya telah menampakan dirinya. Tak hanya ia sendiri, bintang-bintang yang dengan cahaya gemerlapnya, ikut andil dalam meramaikan langit malam ini. Semilir angin malam, tak mau kalah dalam menampakkan dirinya. Membuat malam ini menjadi semakin lengkap. Satu lagi keindahan yang tuhan ciptakan, dia berwujud manusia namun dengan rupa malaikat tengah duduk dan bersiap memainkan gitarnya.

Dimas memetik senar gitarnya, membuat lantunan bunyi yang indah dan mulai membacakan puisinya.

"Untuk Kamu"

Aku tak pernah lelah, menyusuri setiap sudut bumi ini

Hanya Untuk menemukan kamu

Jantung ini tak akan berhenti berdetak sebelum kamu yang menjadi sumber detaknya pergi

Meski aku tau, mungkin kamu tidak akan pernah tau seperti apa duri yang aku pikul

Untuk memperjuangkan kamu yang aku mau

Kamu seperti rembulan malam ini

Begitu terang diantara para bintang

Setiap tarikan nafasku, namamu selalu terbesit di dalamnya

Jika tuhan dapat berkata, mungkin ia akan bosan karena terus mendengar namamu dalam doaku

Untuk kamu, sang penghuni hatiku

Aku tak peduli seterjal apa jalan yang akan aku lalui untuk menemukanmu

Aku tak akan pernah takut

Selama kamu tidak menyuruhku berhenti

Selama itu aku tidak akan pernah berhenti untuk memperjuankanmu menjadi milikku.

Dimas membacakan puisinya dengan penuh perasaan yang tanpa sedetik pun ia mengalihkan pandangannya dari gue. Seakan-akan puisi itu dia ciptakan buat gue. Petikan terakhir senar gitarnya mengakhiri pertunjukkannya, yang disambut dengan gemuruh tepuk tangan dari para siswa.

"Dan penampilan terakhir untuk menutup acara kita malam ini, adalah dari Kanaya Aurellie Gustofa !"

Gue gak nyangka ini udah giliran gue. Disambut tepuk tangan dari teman-teman lainnya, gue bersiap maju ke depan. Gue berencana untuk membawakan sebuah lagu dari remember of today. Lagu lawas favorit gue. Setelah bersiap-siap gue mulai menyanyikan lirik demi lirik nya.

Dunia hari ini begitu tak berarti
Tak berjalan cepat seolah tak peduli
Lambat laun ku bertahan dengan hari ini
Hari yang takkan pernah berakhir
Semua telah berubah sejalan dengan waktu
Setiap detik berharga bagiku
Waktu pun ingin kuubah, kembali tertawa
Aku hanya bisa menangis, aku tak bisa
Maafkanlah diriku atas semua kesalahan
Yang kuperbuat selama ini kepada dirimu
Daku berjanji akan melepasmu dengan senyuman
Yang akan kau ingat dan kau kenang sampai mati
Selamanya

Diiringi teman-teman yang ikut bernyanyi bersama gue, gue mengakhiri lagu ini. Gemuruh tepuk tangan terdengar saat gue selesai menampilkan pertunjukan gue.

Setelah acara malam ini selesai, semua siswa kembali ke dalam tenda masing untuk beristirhat, karena besok akan lebih melelahkan. Begitu juga dengan gue, Sintia dan Karin, kita bertiga hendak kembali ke tenda untuk beristirahat sebelum Dimas yang tiba-tiba menahan pergelangan tangan gue. Gue menyuruh Karin dan Sintia untuk pergi duluan.

"Ada apa, Dim ?" tanya gue kepada Dimas yang tidak melepaskan cekalan tangannya.

"Ikut gue." Kata Dimas dengan menarik gue mengikuti dia.

Gue pun akhirnya mengikuti Dimas yang berjalan di depan gue. Gue menatap punggung tegap itu dari belakang. Punggung yang telah beberapa kali membuat gue merasa aman.

Karena terlalu larut dalam pikiran, gue sampai gak menyadari kalau Dimas udah berhenti, sehingga gue menabrak punggung dia.

"Kok lo berhenti gak ngomong-ngomong sih, Dim. Sakit tau !" kesal gue ke Dimas.

"Sini, Nay." Ucapnya tanpa memperdulikan jidat gue yang terasa ngilu.

Gue berjalan ke sampingnya.

"Lihat, Nay. Indah ya, seperti lo." Ucap Dimas sambil menunjuk ke langit.

Gue mengikuti arah tunjuk Dimas, dan ya benar saja. Gue sangat takjub melihat karya tuhan ini, bulan yang bulat sempurna dengan cahaya yang terang, ditaburi oleh bintang-bintang yang tak kalah bercahaya. Sungguh mahakarya yang tiada duanya.

"Nay, disini, ditempat ini dengan disaksikan bulan dan bintang, gue ingin mengatakan sesuatu ke lo,"

Manik mata Dimas menatap lekat ke manik gue. Dia meraih tangan gue dan menggenggamnya erat, membuat jantung gue berdetak dua kali lebih cepat dan desiran darah gue serasa mengalir deras. Rasa apa ini ? Dulu waktu sama Gara, gue gak pernah merasakan seperti ini.

Gue gak tau mau ngomong apa, gue cuma diem sambil terus menatap Manik hitam legam yang begitu indah di depan gue. Gue gak pernah nyangka, saat Dimas gak pake kacamatanya seperti ini, dia kelihatan ganteng banget.

"Nay, gue gak mau berharap lebih sama lo. Tapi gue mau lo izinin gue untuk berjuang dapetin lo dengan cara gue. Gue gak mau nembak lo sekarang, karena gue tau lo gak bakal menerima gue sekarang. Tapi gue janji cepat atau lambat gue akan buat lo jatuh cinta sama gue."

Kenapa gue sedikit kecewa ya saat Dimas bilang, dia gak akan nembak gue sekarang. Apa gue udah mulai baper sama dia ?.

Gue tersenyum ke arah Dimas. "Gue tunggu usaha lo buat bikin gue jatuh cinta sama lo." Ucap gue ke dia yang dibalas senyuman olehnya.

Di depan bulan dan bintang malam ini, gue mengumumkan kalau Dimas Anugerah Semesta gue lepas sebagai target bullyan gue. Dia telah memiliki ruang tersendiri di hati gue.

Dimas memeluk gue erat seakan menegaskan kalau gue akan jadi milik dia.

"Boleh kan kalau gue manggil lo Princess ?" tanya Dimas melepas pelukannya, yang kembali mengingatkan gue pada Gara.

"Kenapa lo mau manggil gue princess ?"

"Karena gue mau menjadikan lo putri dihati gue." Jawabnya diikuti dengan senyum manisnya.

"Kenapa bukan ratu?" tanya gue heran, karena biasanya cowok itu kalau gombal pasti bilangnya kaulah ratu dihatiku. Preeet!.

"Karena yang jadi ratu itu bunda gue."

Jawaban Dimas membuat gue tersenyum. Ternyata dia begitu menyayangi bundanya. Seketika gue keinget sama mama yang saat ini, gue gak tau gimana kabarnya. Apakah ia masih membenci gue ?. Perlahan air mata gue turun membuat Dimas heran.

"Lo kenapa nangis ? gue salah ngomong ya ?" tanyanya sedikit khawatir, Dimas menyeka air mata gue dengan ujung jarinya.

"Gue gak papa kok, gue cuma inget mama gue aja." Ucap gue jujur.

Udara yang semakin dingin dan malam yang semakin larut, membuat Dimas mengajak gue untuk kembali ke tenda dan beristirahat.

Dimas mengantar gue sampai ke depan tenda gue.

"Tidur yang nyenyak ya, Pricess. Kalau ada apa-apa panggil gue aja. Good night." Pesannya sebelum pergi menuju tendanya.

Gue tersenyum menanggapi ucapan Dimas. Gue pun langsung masuk ke dalam tenda gue, yang disana udah ada Karin dan Sintia yang tidur nyenyak saling memeluk.

Gue pun merebahkan diri disamping Karin. Gue kembali memutar rekaman kejadian tadi di benak gue. Gue gak pernah nyangka, kalau Dimas yang dulu gue anggak sebagai anak culun target bullyan gue, sekarang bisa berdiri dihadapan gue dengan memegang ruang tersendiri di hati gue.

***

Tunggu part selanjutnya

Kecup manis dari author😘

KANAYA (Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang