-*-
Yang paling menyakitkan dari sebuah hubungan adalah belum sempat memiliki, namun sudah kehilangan.
-*-Happy reading😘
***
Semakin hari gue dan Dimas semakin deket, gue juga mulai nyaman sama perhatian-perhatian kecilnya. Seperti selalu bangunin gue setiap jam 5 pagi, jemput dan anter gue saat sekolah, sampai dia buatin gue sarapan pagi. Dia benar-benar nepatin kata-katanya untuk memperjuangkan gue. Gimana gue gak luluh coba kalau seperti ini.
Pagi ini, seperti satu minggu belakangan ini gue berangkat sekolah dijemput oleh Dimas. Gue lagi nungguin dia di depan gerbang rumah gue. Gue melihat jam tangan gue yang menunjukkan pukul tujuh, artinya lima belas menit lagi gerbang akan ditutup. Dimas mana sih, biasanya sebelum jam tujuh dia udah jemput gue. Gue mulai khawatir, takut terjadi apa-apa sama dia.
Gue mengambil Iphone gue dari saku seragam dan mencoba untuk menghubungi Dimas. Namun nihil, panggilan gue gak dijawab sama sekali. Gue kembali mencoba menghubunginya namun sama saja. Gue akhirnya menghubungi Karin, menanyakan apakah Dimas sudah sampai di sekolah atau belum.
"Rin, lo liat Dimas gak di sekolah?" tanya gue saat telepon tersambung.
"Bukannya dia biasanya berangkat sama lo ya?" tanya Karin balik yang artinya Dimas belum berangkat.
Gue mulai benar-benar panik, gue menggigiti kuku jari gue. Gue mematikan sambungan telepon, gue gak mau Karin tau kalau gue khawatir sama Dimas.
Gue mencoba menunggu sekitar sepuluh menit lagi, kalau Dimas belum datang juga gue bakal tinggal dia. Sepuluh menit berlalu dan Dimas belum kelihatan juga, gue akhirnya kembali masuk ke rumah gue dan mengambil kunci mobil gue. Gue melajukan cepat mobil gue karena tinggal lima menit lagi sebelum gerbang sekolah ditutup.
Diperjalanan menuju sekolah, gue gak sengaja melihat Dimas lagi ngobrol dengan seorang cewek seumuran kita di pinggir jalan. Gue melihat Dimas sangat akrab dengan perempuan itu.
Mereka mengobrol sambil sesekali tertawa. Gue berhenti gak jauh dari tempat Dimas dan cewek itu, sehingga gue bisa melihat dengan jelas apa yang mereka lakukan.Dimas gak akan tau gue, karena posisinya yang membelakangi arah mobil gue. Dada gue terasa nyeri saat melihat Dimas begitu perhatian pada perempuan itu. Dia menyelipkan anak rambut cewek itu. Perih hati gue rasanya melihat ini semua. Gue rela nungguin Dimas berjam-jam di depan gerbang rumah gue sampai gue telat masuk sekolah, sementara dia malah berduaan disini dengan cewek lain?.
Gue gak tau harus gimana, mau cemburu juga gue gak berhak. Secara kan Dimas belum nembak gue beneran. Gue gak punya hak buat marah sama dia. Sadar diri, Nay. Lo tu bukan siapa-siapa nya Dimas. Air mata gue udah netes sejak tadi, perasaan sakit ini lebih perih daripada kehilangan Gara. Gue gak tau kenapa, tapi Dimas udah punya tempat tersendiri di hati gue. Mungkin itu yang buat gue merasa sakit banget.
Mungkin gue juga yang terlalu berharap sama Dimas. Gue terlalu baper sama apa yang dia lakukan buat gue, bisa aja kan dia nglakuin itu bukan cuma ke gue, tapi juga ke cewek lain. Memikirkan itu membuat gue merasa semakin hancur.
Gue meremas kuat stir mobil gue. Gue tertunduk menahan rasa sakit ini. Ternyata jatuh cinta sendiri lebih sakit daripada dikhianati. Kenapa Dimas menghancurkan hati gue saat hati gue sedang berkecambah. Dia bukan hanya menghancurkannya, tapi mematikan rasa gue hingga ke akar. Dengan air mata yang terus mengalir dan isakan kecil yang keluar sari mulut gue, gue menancap gas mobil gue pergi menjauh dari tempat ini. Gue gak tau mau kemana, gue gak punya arah tujuan. Dengan brutal gue mengendarai mobil gue, sampai gue hampir menabrak tukang sayur.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANAYA (Belum Revisi)
Teen Fiction"Gue gak pernah nyangka. Orang pertama yang bantu gue saat gue hancur adalah target bully an gue". - Kanaya Aurellie Gustofa. "Karena gak setiap perbuatan jahat harus dibalas dengan jahat pula. Justru dibalas dengan kebaikan adalah pukulan mental te...