Ch. 24 - Siapa Dia?

30 9 1
                                    

Tanpa disadari Kanaya, sebuah tangan terulur di belakangnya. Dengan sekuat tenaga tangan itu mendorong Kanaya dari pinggir rooftop yang hanya dibatasi pagar pendek.

Kanaya berteriak histeris merasakan tubuhnya melayang.

Satu tangannya sempat meraih besi pagar, membuat tubuhnya bergelantungan di rooftop yang setinggi lima belas meter itu.

"Tolong!, tolongin gue!!" teriaknya histeris dengan air mata yang bercucuran.

Dia menatap kebawah, ngeri yang dia rasakan. Tubuhnya akan hancur berkeping-keping jika dia terjatuh ke bawah sana. Para siswa dan guru yang mendengar teriakan dari atas rooftop pun berbondong-bondong menuju kesana. Betapa terkejutnya mereka melihat seorang siswi tengah berjuang melawan maut diatas sana.

"Cepat cepat!! Tolong dia!!" teriak beberapa guru yang ada disana.

Heran, kalau dia sendiri bisa langsung menolong, kenapa harus nyuruh orang lain. Memang aneh warga plus enam dua mah. Beberapa siswa telah memasang handphonenya untuk merekam kejadian. Bukankah mereka juga bisa langsung membantu? apa menunggu Kanaya jatuh dulu baru dibantu?

Kanaya menangis sesenggukan melihat tidak ada yang berani datang dan menolongnya, mereka malah asik memvideokan dirinya untuk di posting ke instastory atau pun media sosial lain. Sungguh miris kelakuan manusia-manusia akhir zaman ini.

Kanaya merasakan tangannya tidak sanggup lagi bertahan, dia telah pasrah jika harus jatuh kebawah. Matanya terpejam bersiap untuk melepaskan tangannya. Saat dia melepaskan tangannya, sebuah tangan meraihnya dengan kuat. Kanaya membuka matanya, wajah dimas yang tersenyum ke arahnya membuat Kanaya merasakan harapan hidup baru.

Dengan sekuat tenaga Dimas di bantu Karin dan Sintia mengangkat Naya. Karin dan Sintia menarik tubuh Dimas dari belakang. Beberapa menit berjuang menyelamatkan Naya dari maut, akhirnya mereka berhasil menyelamatkannya.

Kanaya terjatuh menimpa tubuh Dimas, dia menatapnya penuh haru. Karin dan Sintia membantunya untuk berdiri dan membawanya duduk di sofa.

"Nay, gimana keadaan lo?"

Raut Kkhawatur tercetak jelas di wajah Karin dan Sintia. Telat satu detik saja mereka menolong Naya, mungkin Naya sudah pindah ke alam lain.

Mereka duduk di samping Kanaya, mengipasinya dengan tangan dan memberikan pelukan persahabatan.

Kanaya yang masih shock hanya terdiam tidak menjawab pertanyaan Karin dan Sintia. Dia hanya menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong. Karin merasa iba dan sesak melihat keadaan sahabatnya itu. Karin tidak tau mengapa Kanaya bisa berada disituai berbahaya seperti itu. Dia tau, Kanaya bukan tipe orang yang akan bertindak bodoh dengan mengakhiri nyawanya jika ada masalah. Jadi dia yakin bahwa ada seseorang yang hendak mencelakai sahabatnya itu.

Guru-guru dan para siswa datang ke atas rooftop setelah menyaksikan Dimas menyelamatkan Kanaya dari bawah. Mereka berkerumun membuat suasana menjadi pengap.

Dimas yang melihat Kanaya tidak nyaman dengan situasi ini pun, meminta seorang guru yang mengetahui identitas aslinya untuk membubarkan kerumunan. Guru yang biasa disapa pak Aris itu pun menganggukan kepalanya.

"Bubar-bubar kalian semua!!. Tidak lihat Kanaya shock seperti itu?! sudah sekarang kalian kembali ke kelas masing-masing!! biar Naya diurus sama bapak-ibu guru."

"Huuuu." sorak semua siswa yang merasa kecewa lantaran gagal merekam keadaan Naya.

"Sekarang mending kalian bawa Kanaya ke UKS untuk menenangkan dirinya." ucap pak Aris kepada Karin dan Sintia yang diangguki oleh mereka.

"Gue mau pulang," lirih Kanaya dengan pandangan kosongnya.

Karin dan Sintia mendongak pada pak Aris meminta jawaban atas permintaan Kanaya. Pak Aris menoleh ke Dimas disampingnya. Dimas menganggukkan kepalanya.

"Ya sudah, mungkin dia lebih tenang jika di rumah. Kalian bawa pulang saja, nanti saya yang izinkan ke BK."
Pak Aris pun berlalu pamit dan pergi dari dari rooftop untuk meminta surat izin atas kepulangan Naya.

"Biar gue yang anterin dia pulang,"
"Oke, hati-hati lo ya di jalan. Awas kalau sampai Kanaya lecet sedikit pun, gue botakin pala lo!" ancam Sintia galak.

"Tenang aja, dia pacar gue. Gak akan gue biarkan dia lecet seujung rambut pun." Tegas Dimas seraya menggendong Kanaya ala bridal style menuruni anak tangga rooftop.

***

Sesampainya dirumah, Kanaya sudah lebih baik dari sebelumnya. Dimas membawanya kedalam rumah dan mendudukkannya di sofa ruang tamu. Melihat majikannya pulang saat belum jamnya, bi Inem segera Menghampirinya.

"Maaf, Den. Non Kanaya kenapa?" tanya asisten rumah tangga itu pada Dimas.

"Gak papa, Bik. Cuma ada sedikit kecelakaan tadi di sekolah."

"Kalau gitu saya buatkan minum dulu, Den."

Bi Inem segera kembali ke dapur untuk membuatkan minuman untuk majikannya.

Dimas menatap sendu ke arah Kanaya. "Sebenernya ada apa, Princess? kenapa lo bisa hampir jatuh dari rooftop?"

Kanaya menggelengkan kepalanya dengan menahan air matanya.

"Tadi gue gak sengaja kepleset waktu lagi di rooftop." ucapnya berbohong.
Kanaya ingin sekali menceritakan semua yang terjadi pada Dimas. Tapi entah mengapa lidahnya kelu untuk berbicara jujur.

"Kamu pulang aja, aku udah gak papa."

"Tapi aku mau jagain kamu disini. Seenggaknya sampai papa kamu pulang,"

"Aku udah gak papa, Dim. Aku butuh waktu sendiri."

Dimas menghembuskan nafasnya berat. "Oke. Aku akan coba ngertiin kamu. Tapi, kalau terjadi apa-apa lagi, kamu harus segera hubungi aku. Mengerti?!"

Kanaya mengangguk seraya tersenyum.

"Aku pergi dulu ya, Princess."

Dengan berat hati Dimas meninggalkan Kanaya setelah mengacak rambut dan mencium keningnya singkat. Dia tau ada yang disembunyikan oleh kekasihnya itu.

Kanaya menatap nanar kepergian Dimas. Dia tidak tau apa ini yang terbaik untuknya dan Dimas. Dia yakin bahwa yang mendorongnya tadi adalah orang misterius yang meneleponnya.

Siapa sebenernya dia? mengapa dia begitu ingin melihatnya terluka atau bahkan mati? apa Kanaya punya salah dengan orang itu?

"Non ini minumannya, loh Aden yang tadi kemana?"

"Udah pulang Bik. Diminum aja yang buat dia." Ucap Kanaya seraya mengambil satu gelas jus jeruk dan menenggaknya.

Bi Inem mengangguk dan kembali ke dapur. Membiarkan majikannya sendirian di sofa.

Getaran di sakunya membuatnya mengambil iphonenya. Sebuah pesan masuk dari nomor tidak dikenal, membuatnya membuka dengan takut-takut.

+111 *******

Bagaimana kejutanku tadi, Nay?. Beruntunglah kamu masih selamat kali ini, karena tidak akan ada lain kali!

Kanaya tercekat membaca isi pesan dari nomor yang menurutnya bukan kode negara Indonesia alias bukan warga +62.

Kanaya

Siapa kamu? mau kamu apa?!

+111 *******

Malaikat pencabut nyawamu!

What the hell!!. Sejak kapan malaikat izrail punya HP? apakah di neraka sana ada yang jualan HP? dan apa ada yang jualan pulsa juga?

Kanaya

Gila ya lo!! berhenti terror gue dan sakiti gue!. Gue gak ada masalah sama lo!!

+111 *******

Aku gak akan berhenti sebelum kamu sama Dimas pisah. Atau sebelum kamu MATI!!

Kanaya benar-benar tidak habis pikir. Orang gila mana yang tega menerror dia hingga seperti ini.

***

Jangan lupa tinggalkan jejak ya.
Karena vote dan komen itu geratis.
Dan sangat membantu author untuk semangat berkarya.

KANAYA (Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang