Early Morning.

3.3K 149 0
                                    

Tok tok tok

Itu apaan sih suara pintu berisik.

"Lun..."

Itu suara toa banget sumpah. Gue masih pengen tidur oy ! Gak tau apah gue tengah malam tadi baru nyampe.

Krekk

Pintu terbuka.

Gue ngintip bentar siapa yang datang dan ternyata Kak Zahra.

Ah ni orang kalo bukan kakak, gue makan bangunin jam segini.

"Kenapa sih kak.."ucapku yang masih memejamkan mata berharap bisa tidur lagi.

"Kamu ikut kakak ke rumah sakit sekarang."

Enak banget dia nyuruh gue gitu. Yaudahlah gue dengan terpaksa bangun cuci muka dan gosok gigi terus langsung ngikut dia deh tuh.

"Mau kemana sih kak."ucap gue yang masih meraba-raba jalan ke mobil.

"Kita ke rumah sakit."

Gue yang masih bingung dan cuman ngumpulin nyawa doang ya cuman ngangguk dan ngikutin Kak Zahra.

***

ICCU

Eh bentaran. Kak Zahra kan nggak pernah nih jaga disini.

"Kita ngapain sih kesini."

Kak Zahra sama sekali nggak ngegubris perkataan gue. Gila ni orang.

Langkah kami terhenti saat seorang lelaki berpakaian rapi yang mukanya nggak asing di ingatan gue duduk di bangku tunggu bersama Mama nya Ega.

Mungkin Papa Ega. Tapi, kok ada Mama Ega?

"Ini ada apa,Tan?"perlahan gue menanyakan itu kepada Mama Ega yang udah terbujur kaku d bangku.

Bentar, jangan bilang yang di dalem.

"Ega nggak sadarkan diri, Nyong."

Kaki gue beku. Lidah gue kelu seketika.

"Kapan? Bukannya tadi malam baru ketemu sama aku, Kak?"ucapku spontan.

Tatapan tajam kini dijatuhkan Mama Ega ke lelaki yang masih kuduga Papa Ega.

"Aku sudah jauh-jauh membawa dia kesini tapi kamu masih saja membuat dia menerima luka, Mas."

Hening

Apa sebegitu tertekannya elo akan pertunangan tadi malam, GaApa sakit yang lo rasain lebih daripada gue?

"Kakak bawa lo kesini karena gue tau lo yang terakhir pergi sama dia. Entah takdir apa yang ngebuat gue yang nangani dia disini."

Gue? Takdir?

Sebenarnya lo ini kenapa, Ga? Gue sama sekali nggak bisa nebak jalan fikiran lo.

"Mungkin saya pernah bersalah sama kalian dulu. Tapi, saya mohon terutama kamu Lun. Apa bisa kamu disini sampai Ega sadar?"pinta lelaki itu dengan mata nanar.

"Bisa, Om. Untung aja ini hari minggu. Jadi, om tenang aja."

Lelaki itu bernafas lega namun Kak Zahra disebelah ku menatap lelaki itu tajam. Entahlah, lelaki itu pula mengaku dia punya salah sama gue dan Kak Zahra.

Kini gue ngelangkahin kaki gue mendekati pintu ruang ICCU. Darisini gue bisa ngelihat betapa pucatnya Ega dan bekunya dia.

Miris.

***

Ruang VIP

Ega udah dipindahin dari ICCU karena permintaan Papa sama Mamanya. Mereka cuman beragumen nggak bisa jaga Ega dari dekat dan andai Ega tau dia pasti marah.

Mamah Ega pulang untuk mengambil keperluan Ega selama di RS. Papa Ega ngurus administrasi ruangan ini.

"Permisi..."

Suara pelan itu mengalun dari balik pintu. Yah, itu mbak-mbak yang bawain jatah makanan buat Ega.

Gue baranjak dari tempat duduk buat ngambil itu makanan.

Masih panas.

Dengan sigap gue taruh makanan itu ke meja sebelah dan kembali duduk.

Gue kembali menatap Ega yang kini agak mendingan. Mukanya tak sepucat tadi. Gue pegang dahi nya pu  udah rada hangat.

Kembali gue menatap wajah Ega. Lelaki misterius yang tiba-tiba datang ke kehidupan gue yang ternyata nyangkut ama Vino. Bahkan, kami berada di posisi yang sama.

Tangan gue refleks merapihkan rambutnya dan tersenyum kecil. Entahlah wajah ini seakan familiar dan gue ngerasa dia datang dari masa lalu.

Gue genggam tangannya dia dan menyatukannya dengan kedua tangan gue dalam satu dekapan.

"Makasih, Ga. Karena berkat kehadiran lo gue ngerasa nggak sendirian mendam sakit ini. Karena sekarang gue pengen gue yang jadi life saver lo."ucap gue dan mencium tangannya.

Kelopak matanya bergerak. Dan perlahan kebuka.

"Gue kira tadi mimpi."ucapnya sayup.

Dia masih lemah banget kayaknya.

"Soalnya di ingetan gue harinya masih gelap. Sekarang udah terang banget."

Jayus deh ni anak.

"Lo tadi malem sama Ferly kan?"ucapnya bicara lagi.

Ferly? Tadi malam? Ahh scene itu terulang lagi.

"Syukurlah kalo beneran sama, Ferly."

"Nggak usah ngelantur deh. Mending sekarang lo makan. Gue suapin ya."

Dengan sigap gue ngambil makanannya dia dan berpose ala emak nyuapin anaknya.

"Makasih, Bunga."ucapnya dan tersenyum.

BungaBaru kali ini dia manggil gue gitu.

Dia hanya tersenyum ngeliat gue yang kek jambing congek. Dan andaikan senyumannya dia bisa di deskripsikan. Mungkin hanya 1 kalimat yg mencakup semuanya.

I see sparks fly whenever he smile. God, please keep that smile for me.

FRIENDZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang