Friendzoned

2K 83 4
                                    

EGA POV

"Jadi kita ketahuan?"

Hanya itu kalimat yang bisa keluar dari mulut gue. Gue kaget banget pas Edelweiss nelfon gue karena panik.

"Bukan kita tapi elo. Gue takut gara-gara itu mereka berhenti salah paham dan malah makin deket disana. Gue gak mau kehilangan Ferly. Dan lo juga harus bantuin gue."ucap Edelweiss panik.

"Lu kapan ke Singapore?"

"Seharusnya besok. Tapi, Ferly belum ngehubungin gue. Kan gak lucu."

"Urusan rumah sakit gimana?"

"Itu juga yang gue fikir gimana ngebuat semuanya jadi lebih dramatis. Pokoknya saat Ferly udah yakin ngebawa gue ke Aussie di moment itu juga lo harus bikin liat Luna dan matahin hatinya dia. Itu kesempatan buat lu juga."

Ide itu masih mengambang di otak gue. Apa bakalan berhasil?

"Lo juga gak mau kehilangan Luna kan? Lo juga pengen balas dendam ke Vino kan?"ucap Edelweiss yang membuat hati gue memanas lagi.

Yeah, Vino yang udah ngambil Clara dan nyakitin dia cuman buat kembali ke Luna.

"Tapi, Ferly gak tau kan kalo itu anaknya Vino?"

Edelweiss hanya terdiam.

"Dia tau."

***

"Mah, maybe tomorrow I'll be there. There's something I wanna talk to you."

"Okay, Mah. I love you too."

Klik

Siap gak siap gue harus hadepin Mamah. But, first. Gue harus ketemu si brengsek Vino.

Gue cari nomornya Clara dan lucky me gue nyimpen nomornya dia.

"Iya ini siapa?"ucap Clara. Ah maybe dia gak simpen nomor gue.

"Ra, ini gue temennya Ega temen Vino juga. Vinonya dimana ya sekarang kalau boleh tau?"ucap gue to the point.

"Dia ke Malaysia kemarin. Katanya ada urusan mendadak."

Dug.

Spontan gue tutup telfon.

"Pak, balik ke rumah yang tadi."

Gue gak pernah ngerti jalan fikiran anak yang satu ini.

***

Luna POV

Senyap. Hanya tautan antara garpu dan pisau yang terdengar di seantero rumah ini. Atau hanya suara Bibi yang sesekali membersihkan ruang tengah dengan senandung kecil. Ku perhatikan lagi tangga yang dimana tempat terakhir aku melihat Ferly berdiri disana. Aku masih gak ngerti kenapa bisa kami berubah drastis dalam hitungan menit.

Ting tong

Suara bel menyadarkan lamunanku. Aku beranjak dari kursi di meja makan menuju ruang tamu. Bibi sudah stand by berdiri disana dan bercakap kecil. Melihat kedatanganku Bibi pamit dan aku berdiri terpaju melihat sesosok tamu yang datang.

Gak mungkin !

"Hai sayang. How are you?"ucapnya demikian. Dengan mudah menimpalkan hal itu dan tersenyum. Aku masih terdiam kaku.

"Aku gak disuruh masuk?"ucapnya dan membuat kakiku tersihir mundur dan memberikannya jalan masuk.

"Duduk."ucapku dan ke dapur memberitahukan bibi untuk membuatkan minum. Aku kembali ke ruang tamu. Duduk di hadapannya, agar lebih jauh jaraknya dan tak terlalu sesak dengan aroma khas dari tubuhnya.

"Ada perlu apa kesini, Vin?"ucapku gemetar. Kau tau? Aku bagaikan bertemu dengan salah satu penjahat. Ya dia memang terlihat seperti itu. Dengan tattoo mengerikan dan mukanya yang tak seceria dulu.

"I miss you."ucapnya lagi.

Kau tak mengucapkannya saat kau berada di panggung dan bertukar cincin dengan Clara, Vin.

"Clara gimana?"ucapku membalikkan pertanyaan.

"Jangan sebut dia. Kau tau, cuman kamu yang aku sayang Lun."

"Berhentilah membuatku muak, Vin."

"Tapi, kamu masih mengenakan cincin dariku."ucap Vino yang menusul hatiku.

Aku lupa membawa barang ini terlalu jauh.

"Sengaja, mau ngebuang nya disini. Biar jauh nyarinya."ucapku sinis

"Kau tahu? Semua ini hanya salah paham. Aku tak mencintai Clara. Aku berusaha mengatakannya padamu dulu, Lun. Tapi aku tak diberi kesempatan dan malah di hajar sama temanmu itu. 2 kali hilang sudah kesempatanku. Aku rela melepaskan Clara demi kamu, Lun. Tolong lepasin aku dari siksaan ini."ucap Vino dan seakarang dia sudah berada di sampingku, di kursi yang sengaja ku biarkan kosong untuk menjaga jarak dengannya.

"Andai kamu jadi aku. Apa kamu tega melihat wanita lain berani bunuh diri hanya karena kamu tak mencintainya?"

"Dan apa kamu tau? Setengah jiwa dari wanita yang mencintaimu hampir mati saat kamu tinggalkan Vin? Aku sudah membuang semuanya jauh-jauh. Aku tak ingin mengingat semuanya."

Jangan nangis plis.

Krekk

Suara pintu terbuka gitu aja dan Ferly sudah dengan membabi buta menghampiri Vino. Satu pukulan mendarat tepat di hidung Vino dan membuat hidungnya bercucuran darah. Dan aku hanya diam, Bibi sudah panik dibelakangku tapi ku diamkan saja.

"Kalian berdua keluar dari rumahku. Aku kesini pengen liburan! Bukan nambah stress !"

"Kamu belum menjawab pertanyaanku,Lun."ucap Vino

"Apa kurang jelas makna aku menyuruh kamu pergi?"ucapku dan menunjuk pintu keluar.

Ferly masih terdiam disana. Ada hal yang sangat ingin dia ungkapkan dan aku tau. Tapi, dia ikut keluar dari rumah dan menyusul Vino.

"Terimakasih untuk semuanya, Lun. Terimakasih udah jadi teman gue. Sampai bertemu di kehidupan yang lain."ucap Ferly dan menghilang

Sampai bertemu di kehidupan lain.

Aku tersungkur di lantai dengan luapan tangis yang tak bisa ku bendung lagi.

FRIENDZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang