Aku Ingin

1.6K 204 123
                                    

Umurmu fana, tapi karyamu abadi.
-Anonymous

Rest in peace, eyang
Sapardi Djoko Damono

I might not know you in personal, but you're one of my reasons to write, telling what I felt throughout my poets&poems.







***


















Ten terbangun saat mendengar bunyi gorden jendela yang terbuka. Matanya mengerjap saat dirasanya cahaya mentari ikut masuk, menerangi kamar ini.

"Pagi, Sayang" sapa Taeyong yang sudah nampak rapi. Meski hanya dengan setelan rumahan macam kaos dan sweatpants panjang. Rambutnya nampak terlihat basah, mungkin habis mandi.

Ten meraih ponselnya. Masih pukul 8 pagi. Dan hari ini jadwal kuliahnya ada di sore hari, hanya 2 sks* pula. Rasanya Ten ingin tidur lagi saja sampai besok pagi. Ia malu. Sumpah. Kok bisa semalam Ten kebawa suasana? Untung saja Ten cepat-cepat sadar, menolak permintaan Taeyong yang pertama. Tapi Ten tidak menolak untuk membantu menyelesaikan problematika organ bawah Taeyong dengan mulutnya, membuat Ten harus mengganti bajunya yang kotor karena terkena you-know-what itu.

"Nih, nyarap dulu" Taeyong menarik tangan Ten, membantunya duduk diatas kasur. Taeyong menaruh segelas Teh hangat diatas nakas, kemudian Ia menyodorkan wadah makan berisi bubur ke hadapan Ten.

Suara motor dan teriakan pedagang hilir mudik diluar sudah ramai. Juga suara ayam dan orang-orang yang memulai aktivitas paginya. Taeyong sendiri tersenyum senang melihat Ten minum, lalu perlahan menyendok bubur itu kedalam mulutnya.

"Ini bubur paling enak disini yang. Kamu harus sering-sering main, nanti aku kenalin sama nasi uduk langgananku juga" ujar Taeyong bahagia. Tapi Ten hanya mengangguk kecil, ekspresi wajahnya nampak datar.

Taeyong jadi sedikit khawatir. Apa... Ten marah soal semalam?

Selepas menghabiskan buburnya, Ten mengembalikan styrofoam kosong itu pada Taeyong.

Taeyong meraih sampah itu dengan tangan kanannya, tapi tangan kirinya menahan tangan Ten. Kemudian kedua tangannya menggenggam tangan Ten erat.

"Kamu marah soal semalem?" tanya Taeyong takut.

Ten hanya diam saja.

'Bah, bener nih marah doi' rutuk Taeyong menyesali perlakuannya. Harusnya mereka langsung tidur saja semalam tuh. Tapi gimana lagi? Taeyong nggak bisa tahan sama keberadaan Ten, diatas kasurnya, terlampau cantik buat dianggurin.

"Maafin aku ya sayang, masa hari pertama udah berantem aja" bujuk Taeyong sambil mengecup tangan Ten berkali-kali.

Ten menghela nafasnya. Sebenernya ini nggak seluruhnya salah Taeyong. They're both grown men, afterall, it's normal. Ten hanya takut dicap murahan, itu saja sih.

"Just... afraid you're gonna think low about me" jawab Ten akhirnya, gamblang.

Taeyong langsung menggelengkan kepalanya cepat.

"No I won't. aku nggak mungkin begitu sayang. Aku malah nggak enak soalnya aku...yang mancing duluan" jawab Taeyong menggaruk tengkuknya kikuk. Lalu ia terkekeh geli saat Ten memukuli badannya.

[end] CRAYON (TAETEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang