17. Kenapa Seperti Ini?

1K 169 7
                                    

Buh!

Suaranya seperti hembusan udara yang cukup keras dan nyaring, Zia membuka mata lalu membulatkan matanya ketika ia membunuh seekor kuda berwarna putih.

Kuda itu berangsur hilang, dan meninggalkan suara hembusan udara yang cukup keras dan nyaring.

William mematung. Kalau saja kuda tadi tidak melintas di depannya, mungkin ia akan bernasib sama. Mati dan menjadi abu.

"Apa yang kau lakukan!" bentak Luiz. Setelah kembali dengan tiga kuda yang begitu susah untuk di taklukkan, sekarang Zia membunuhnya tanpa meninggalkan apapun?

"Kau membunuhku?" gumam William.

"Aku membunuh kuda!" bentak Zia sambil menatap William kesal.

"Kau mempunyai sihir?" tanya Luiz, yang kembali tersadar dengan kejanggalan yang terjadi.

Baik Zia maupun William, semuanya hanya diam, saling melempar tatapan satu sama lain, yang sepertinya sudah mulai menyadari apa yang menjadi kejanggalan di sana.

"Aku ... tidak tahu," jawab Zia gugup, lalu menatap telapak tangannya yang masih mengeluarkan sedikit cahaya berwarna ungu gelap.

"Bagaimana kau melakukannya?" tanya William antusias lalu, bangkit dari duduknya dan menghampiri Zia.

"Entahlah, aku tidak tahu!" erang Zia kasar.

"Coba aku lihat telapak tanganmu," ujar Luiz lalu, melihat telapak tangan Zia yang masih terlihat normal.

"Tidak akan ada bulu yang tumbuh di sana! Kau pikir, Zia akan berubah menjadi serigala sepertimu?" sindir William sambil melirik tajam ke arah Luiz.

Zia menarik tangannya dari tangan Luiz, "Aku akan mencobanya sekali lagi," gumam Zia.

"Botra amsafilos boliovi!" Zia menjeritkan mantra, dan mengarahkan telapak tangannya ke arah pohon besar yang berjarak hampir sepuluh meter di depannya itu.

Pohon itu meledak, meninggalkan butiran halus dan beberapa ranting pohon yang terpental mengenai mereka bertiga. Bahkan sejauh ini!

"Aku tidak percaya ini," ujar William lalu, mendekat ke arah Zia dan memegang tangan Zia lembut.

Pria itu menatap mata Zia seperti seorang pria yang menatap mata gadisnya, yang lembut dan penuh cinta. Bukan seperti teman biasa.

"Sudahlah, hentikan itu!" kesal Luiz, sambil melepaskan genggaman tangan William dan Zia.

William mendengkus kesal, lalu melirik tajam ke arah Luiz yang hanya di balas senyuman miring.

Zia menghela napas, lagi-lagi dua pria di depannya itu selalu melontarkan tatapan marah dan kesal.

"Lalu bagaimana? Hanya tersisa dua ekor kuda," lontar Zia, yang mulai mendekati kuda berwarna putih di depannya itu.

"Kau bisa menungganginya?" tanya William.

"Mungkin bisa, aku pernah mengikuti pelatihan menunggangi kuda sebelumnya. Ketika masih duduk di bangku SMA," jawab Zia sambil membelai lembut bulu kuda putih itu dengan sayang.

"Kau! Ikut bersamaku, tidak mungkin jika aku menaiki kuda bersama dengan pria menyebalkan di sampingmu itu!" seru Luiz, lalu menggeret tangan Zia, dan membawanya di samping kuda berwarna hitam.

Lagi-lagi, William mendengkus kesal, seolah pria berdarah serigala itu ingin menjauhkan dirinya dengan Zia.

Menyebalkan sekali!

"Bagaimana dengan William?" tanya Zia, yang seolah merasa tidak enak.

"Dia bisa menggunakan kuda berwarna putih, Zia," jawab Luiz kesal.

LUIZIA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang