14. Sosok Misterius

1.1K 209 37
                                    

Mereka saling bertatapan, seolah mengerti satu sama lain, jika situasi mereka tidak aman.

"Siapa yang menyerangnya?" gumam Zia, sambil terus menoleh ke kanan, ke kiri, ke belakang, dan seterusnya.

William menajamkan penciumannya, berusaha mencium kehadiran sosok lain yang menyelamatkan mereka secara tiba-tiba.

Gagal, penciuman William, tidak mendektekasi apapun.

Pria itu mengalihkan tatapannya ke arah Zia, melihat gurat kebingungan yang terlihat nyata di wajah cantik gadis tersebut.

Rahang pria tersebut mengeras ketika, melihat luka sobek di pipi Zia, akibat cakaran serigala tadi.

"Kemarilah Zia." William menyuruh Zia mendekat ke arahnya, pria itu tidak sanggup jika melihat darah segar terus keluar dari pipi Zia.

Cup ....

William mencium pipi Zia yang terkena cakar serigala tadi, meninggalkan bercak darah di bibir ranum milik pria itu.

Zia membulatkan matanya, sudah dua kali ia di cium secara tiba-tiba dengan William. Entah kenapa, desiran halus di tubuhnya membuat Zia tidak bisa berkata-kata.

Brak!

"Mungkin aku mengganggu suasana romantis kalian," sindir Luiz yang, tiba-tiba berada di samping William.

Pria bermata cokelat itu, sengaja membanting keras kayu bakar yang sudah ia kumpulkan tadi, membuat sepasang mata Zia dan William, mengalihkan tatapannya ke arah Luiz.

"Luiz?" gumam Zia gugup.

Beda halnya Zia, William justru tersenyum miring ketika melihat Luiz yang seperti kalah telak di hadapannya.

Mereka memang tidak berlomba agar mendapatkan hati Zia, tapi melihat emosi yang kuat dari dalam tubuh masing-masing, sudah memberi kebanggaan tersendiri di dalam diri mereka.

"Aku akan pergi, maaf mengganggu kegiatan kalian," sindir Luiz, lalu membalikkan badannya dan hilang di tengah hutan.

Zia dan William hanya melihat kepergian Luiz, tanpa ingin mencegat pria itu pergi.

"Apa dia yang menyelamatkan kita?" tanya Zia lirih.

William melirik sekilas wajah Zia. "Tidak, bukan dia," jawab William datar.

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Aku tidak mencium aroma serigalanya Zia, bahkan aku tidak mencium apa-apa. Aku khawatir jika penciumanku rusak," jawab William sedu.

Kebanggan William terhadap gelar magusnya, membuat Zia mengernyitkan dahinya heran, dengan ucapan William. "Memangnya bisa?" tanya Zia.

"Tidak," jawab William datar.

***

Zia dan William terus berjalan ke suatu tempat tujuan yang William rencanakan. Entah kemana, Zia pun tidak tahu.

"Apa masih lama, kita akan terus berjalan seperti ini?" tanya Zia, yang mulai gusar dengan perjalanan mereka.

"Masih kurang beberapa hari, untuk sampai Zia, bersabarlah," jawab William tenang.

"Sebenarnya apa yang kita tuju?" rengek Zia, sambil menghentakkan kakinya kesal.

"Rumahku."

Zia menghilangkan gurutan kesalnya, dengan mata memincing menatap William tidak percaya.

"Kenapa? Mungkin kau penasaran dengan kisah kebangkitanku Zia," kekeh William, sambil menggelengkan kepalanya pelan.

Zia diam saja, bingung akan menjawab dan melontarkan perkataan apa, mungkin diam solusinya.

LUIZIA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang