30. Nyawa Menjadi Pertaruhan

782 138 7
                                    

Mereka terus berjalan bersama, semakin lama langkah mereka semakin menuju tengah hutan. Suasananya begitu dingin dan membuat pernapasan sesak.

Langit seakan menghilang, bulan tidak lagi memberi sedikit cahaya untuk memberi mereka penerangan.

Semuanya benar-benar gelap.

Zia merasa khawatir dengan dirinya sendiri, lalu menggeret tangan Domble dan membisikan kata, "Aku takut."

Sejujurnya Domble juga merasa sama. Aura dalam dimensi ini semakin tidak bersahabat dengan suasanya yang begitu dingin.

"Kita harus tetap berjalan, Zia," jawab Domble yang mirip bergumam.

Zia menelan slavianya kasar. Ia sungguh merasakan takut dan cemas jika, terjadi hal yang tiba-tiba.

"Apa kita mulai mendekati tempat itu?" tanya Zia agar ia lebih berhati-hati dan was-was.

Domble menjawab, "Tidak."

Zia menghela napasnya gusar, samar-samar ia melihat bertapa banyaknya pohon lebat yang mengelilinginya. Pohon yang begitu lebat dan tidak mungkin berada di dunianya dulu.

Sejujurnya, tanah lumpur yang berada di bawah mereka, sangat mengganggu perjalanan. Licin dan kental.

Gadis bermata hitam itu mengambil bukunya, melihat penjelasan beberapa tempat mengerikan di hutan molicous.

Ia tercengang, mereka berada di dekat pohon burdle!

Zia membulatkan matanya, lalu teriakan Domble yang begitu kencang, membuat gadis tersebut terkejut sekaligus langsung menengok ke atas.

"Zia! Tolong aku!" teriak Domble yang berhasil diseret oleh daun pohon burdle hingga membuatnya terpontang-panting.

"Domble!" jerit Zia lalu berlari dan melompat tinggi guna menyelamatkan temannya itu.

Namun, usaha Zia gagal! Dirinya ikut terseret oleh daun pohon tersebut, hingga membuatnya melayang dan terpontang-panting.

Kepalanya benar-benar berputar, sekilas ia melihat dan mendengar suara Domble yang terus menjeritkan namanya guna meminta pertolongan dengan suara ketakutan.

Zia berusaha keluar dan melepas cengkraman pohon tersebut. Namun, lagi-lagi usahanya gagal. Cengkraman itu bertambah kuat hingga membuatnya meringis kesakitan.

Ia berusaha menggigit lebaran demi lembaram daun tersebut, berharap jika caranya itu akan membuat pohon tersebut kesakitan, dan akhirnya melepaskan dirinya.

Sepertinya keberuntungan tidak berpihak pada gadis tersebut. Daun itu semakin mengeratkan lilitannya, dan membuat napas Zia tersegal-segal.

Pikiran buruk mulai mempengaruhi Zia. Bagaimana jika ia mati dan tidak bisa bertemu dengan keluarganya?

Kuatnya cengkraman daun tersebut mampu membuat Zia, merasa lemas dan tidak berdaya, belum lagi udara yang benar-benar terasa tipis di sekitarnya.

Domble yang tidak mau jika harus kehilangan Zia, akhirnya meneriakan setuatu agar gadis itu kembali teringat bahwa dia seorang portako.

"Zia! Botra amsafilos boliovi!" teriak Domble.

Teriakan Domble membuat Zia tersadar kembali walau hanya separuh saja. Ia ingat sihir itu! Sihir di mana ia menghancurkan pohon yang jauh dihadapannya, tempo hari lalu sebelum kejadian na'as menimpanya.

Kejadian di mana ia hampir kelihangan William, dan nyawanya sendiri di dimensi Botrifalio.

Gadis itu mengangguk, lalu menjerit sambil memegang salah satu daun pohon Burdle. "Botra amsafilos boliovi!" jeritnya.

LUIZIA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang