39. Rupanya Ini Jebakkan

639 115 14
                                    

Grodle dan Zia semakin jauh dari kerajaan. Cahaya mulai bersinar sedikit demi sedikit lalu kembali menghilang.

"Apa kita akan segera sampai? Cahaya mulai terlihat." Zia menatap Grodle untuk meminta jawaban.

"Itu hanya silretc." Zia mengernyit bingung mendengar jawaban yang dilontarkan makhluk besar itu. 

Grodle menghela napas kasar ketika melihat Zia menatapnya dengan tatapan kebingungan. "Cahaya yang berlarian itu di namakan silretc," jelas Grodle.

"Cahaya yang berlarian?" Zia sepertinya masih belum cukup mengerti.

"Cahaya itu akan muncul dan kembali menghilang selama lima belas menit sekali. Aku menamainya, cahaya yang berlarian," jelas Grodle yang kesal ketika Zia belum juga mengerti dengan penjelasannya.

Zia mengangguk paham. Mereka lalu kembali melanjutkan perjalanan mereka yang terasa sangat melelahkan dan panjang itu.

"Bisakah kita beristirahat sebentar saja?" tanya Zia.

Grodle mengangguk sebagai jawaban,  mereka memutuskan untuk mengistirahatkan badan mereka di sana tanpa alas apa pun, hanya duduk di tanah dengan beberapa daun dan juga ranting yang mengganjal.

"Aku akan membuat api." Mulut gadis bermata hitam pekat itu bergerak-gerak untuk membacakan mantra sihir agar tangannnya keluar sedikit cahya untuk membuat api.

Tiba-tiba saja, ranting dan daun kering yang telah terkumpul itu mengeluarkan api yang lumayan cukup besar, sedikit berguna untuk menerangi mereka walaupun masih terlihat sama saja bagi Zia.

"Ini akan sedikit membantu," ujar Zia.

Zia memejamkan matanya, sesekali tangannya yang kotor terkena tanah itu memijat pangkal hidungnya ketika rasa pusing meyerang kepalanya.

"Bolehkan aku bertanya?" Zia menatap lurus ke depan tanpa menoleh ke arah Grodle.

Mata yang semula tertutup kini terbuka lebar ketika mendengar suara yang berasal dari samping kanannya. "Bertanya tentang apa?" tanya Grodle.

Zia menarik napasnya panjang, matanya terpejam beberapa detik sebeluma akhirnya kembali terbuka. "Siapa dirimu?" tanya Zia yang berhasil membuat dahi Grodle berkerut bingung.

"Aku? Aku Grodle," jawab makhluk besar tersebut.

"Jika kau seorang 'pangeran terkutuk' berarti kau adalah seorang putra raja, atau bahkan putra mahkota. Lalu untuk apa kau berada di dimensi yang penuh kegelapan ini?" tanya Zia sambil mengalihkan tatapannya ke arah Grodle.

Makhluk itu diam saja. Pandangannya turun ke bawah menatap tanah kering. Zia benar, jika gelarnya adalah 'pangeran terkutuk' lalu untuk apa ia berada di sini?

"Mungkin aku di buang," jawab Grodle sedih. "Bukankah tubuhku seperti ini? Semua orang akan terkejut setelah melihat bentuk yang menakutkan," sambungnya.

"Kau hanya terkutuk." Zia berusaha mencari teka-teki dalam hidup Grodle, setelah mendengar pernyataan Luiz dan Domble yang membuatnya selalu mengingat perkataan kedua makhluk tersebut.

"Terserah, aku bahagia dengan hidupku yang ini," ucap Grodle sambil memejamkan matanya.

"Kau tidak berusaha mencari keluargamu?" Zia kembali bertanya. Ia akan membuat rencana kecil untuk membatalkan pernikahan mereka.

"Tidak. Aku yakin mereka membuangku." Grodle seolah memang tidak perduli dengan keluarganya. Zia menggretakkan giginya mendengar jawaban Grodle yang terlalu santai.

"Aku yakin kau lupa ingatan. Kutukan itu membuang seluruh ingatanmu!" Zia merasa kesal dengan jalan pikiran makhluk raksasa di sampingnya itu, entah terlalu bodoh atau memang tidak ambil pusing tentang kehidupannya sendiri. Grodle benar-benar menyebalkan.

"Dengar, Zia. Aku tidak perduli, lagi pula sebentar lagi aku akan kembali menjadi normal." Grodle tersenyum miring mendengar perkataannya sendiri.

Zia diam saja, sekarang tatapannya yang turun ke bawah menatap tanah kering. Bagaimana jika mereka berhasil menikah? Masih ada beberapa hal yang harus gadis itu lakukan nantinya. "Apa yang akan aku dapatkan jika aku menikah denganmu?" tanya Zia.

"Kematian," jawab Grodle santai.

Zia mengernyitkan dahinya. "Maksudnya?" tanya Zia.

Grodle tersenyum licik sebelum akhirnya tertawa keras, yang semakin membuat Zia kebingungan dan rasa takut yang mulai menghampiri hatinya.

Dari sifat yang hangat berubah menjadi sosok yang menyeramkan. Zia mulai ragu dengan keamannan dirinya di sana.

Grodle memang sengaja menjebak Zia ke dalam dunianya. Ia bahkan tidak mengenal keluarga kerajaan manapun. Setelah Zia menikah dengannya, kutukan yang menyelimuti tubuh besarnya itu akan berpindah ke tubuh gadis malang itu.

Kutukan yang akan menghancurkan satu persatu sel dalam tubuh Zia secara perlahan. Dengan ini, gadis itu akan mati secara perlahan juga.

"Aku berkata benar. Kau akan mati setelah menikah denganku, kutukan ini akan berpindah pada dirimu dan mulai mengganggu kesehatanmu." Zia meneguk slavianya yang terasa berat setelah mendengar penjelasan Grodle.

"Tapi aku berbaik hati, Zia. Akan ku beri kau beberapa bulan untuk bersama keluargamu, setelah itu menikahlah denganku," ucap Grodle menyeringai.

Tak terasa sebulir air mata terjatuh dengan sempurna di pipi Zia. Gadis itu benar-benar putus asa. Ia ingin berlari dan memeluk erat tubuh Mery. Wanita itu benar!

"Ibu," gumam Zia sambil terus meneteskan air matanya.

***

Luiz menatap kosong hamparan pohon hutan yang berada di depannya. Sama halnya Zia, Luiz merasa semua yang akan ia lakukan hanyalah sia-sia. Pengorbanannya membawa Zia keluar dari kerajaan hanya menyakiti dirinya.

Domble yang melihat Luiz selemah itu pun begitu iba dengan pria keturunan serigala itu. Luiz yang dulunya terlihat begitu tegas dan angkuh sekarang hanyalah manusia yang tidak berdaya.

"Kita harus berusaha, Luiz." Domble meyakinkan pria di depannya itu, jika mereka akan membawa Zia kepada keluarga gadis tersebut.

"Bukti sekuat ini bahkan tidak bisa membantu kita, Domble. Apa yang harus di usahakan lagi?" Sorot mata Luiz begitu memancarkan aura putus asa yang jelas.

"Aku adalah buktinya. Aku yakin Zia akan percaya," ucap Domble yang berusaha mencari cara agar Zia kembali kepada mereka berdua.

"Zia tidak akan percaya. Mungkin aku yang akan di tuduh telah memperdaya dirimu. Ini terlalu menyakitkan." Luiz memukul dadanya begitu kuat hingga menimbulkan suara yang juga lumayan kuat.

"Jika kita hanya diam dan berkata jika semuanya sia-sia, itu juga tidak berguna. Zia tidak akan kembali dengan cara ini." Domble menatap Luiz. Sorot mata yang masih sama seperti dulu.

"Dengar, Luiz. Jika kita tidak bisa membuat Zia percaya dengan koran itu. Kita bisa membuat Zia percaya dengan usaha kita yang jauh lebih nyata. Hati yang tulus akan mengubah dunia menjadi lebih baik," jelas Domble sambil menatap kedua mata Luiz dengan begitu damai.

Tidak seperti dulu yang penuh dengan tatapan tajam dan permusuhan. Sekarang, mereka harus bersatu untuk merebut kembali Zia dari tangan makhluk raksasa sombong itu.

Luiz mempunyai hati yang mencintai, Zia. Dan Domble mempunyai hati yang melindungi, Zia. Sedangkan Grodle tidak memiliki hati untuk Zia,  selain mengurung gadis itu ke dalam jebakkannya.

"Terima kasih, kawan." Luiz menepuk bahu Domble dengan senyum lebar yang menghiasi wajah keputusasaannya.

"Jadi?" tanya Domble.

"Aku akan berjuang untuk, Zia. Kita harus menyusul mereka berdua dan membawa Zia kembali kepada kita," jawab Luiz dengan senyum lebarnya.

.
.
.

Sampai di sini dulu ya, tunggu kelanjutan partnya dan jangan lupa vote dan comment dan masukkan di perpustakaan kalian 😄.

LUIZIA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang