"Zia? Kau sudah bangun?" tanya Mery sambil membalikkan badannya dan tersenyum lebar menatap Zia.
"Ibu?!" jerit Zia terkejut.
Wanita tua itu tidak menjawab pertanyaan Zia. "Minumlah, agar kau bisa lekas sembuh," tawar Mery sambil menyodorkan segelas air berwarna hijau.
"I-ini apa?" tanya Zia takut, pasalnya ia tidak tahu apa isi dan campuran minuman berwarna hijau di tangannya itu.
Setelah kejadian di mana Mery menyerang Luiz, dan beberapa kejadian lainnya. Zia merasa benar-benar ingin menjauh dari Mery. Tapi kenapa mereka bertemu kembali?
"Itu adalah minuman madu yang selalu Ibu buatkan untukmu di akhir pekan, tapi Ibu mengubah sedikit campurannya, karena tidak ada bahan yang pas untuk di buat di wilayah seperti ini," jelas Mery.
"Aku tidak akan melukaimu, Zia," terang Mery yang, melihat gurat ketidakpercayaan wajah Zia dengan apa yang ia katakan.
Zia memberanikan diri, lalu mengangkat gelas batu tersebut dan meminumnya secara perlahan.
Rasanya masih sama.
Setelah selesai minum, Zia mengusap bibirnya. Menatap Mery yang juga ikut menatapnya lembut.
"Ibu sangat merindukanmu," ujar Mery lalu mulai memeluk erat tubuh Zia.
Gadis itu hanya diam, tidak ada keinginan di hatinya untuk membalas pelukan wanita tua yang sudah merawatanya lebih dari dua puluh tahun itu.
Sekitar lima menit mungkin Mery memeluk Zia, wanita tua itu bangkit dan mengambil gelas di tangan anaknya itu dan meletakannya di dapur.
Mery tidak mengatakan apapun, Zia juga tidak merasa terbebani dengan itu.
Gadis itu berdiri, berjalan beberapa langkah untuk menyeimbangakan otot kakinya yang seolah kaku.
Ketika Zia ingin melangkah keluar dari tempat itu, ucapan Mery membuatnya berhenti melangkah dan mematung.
"Kita harus pulang Zia, kita harus pergi ke makam Ayahmu, dan ... pihak kampus sudah memberi Ibu peringatan agar kau cepat masuk," ucap Mery lembut, tidak ada unsur kejahatan di ucapannya itu. Ia berbicara selayaknya ibu pada umumnya.
"Tidak bisa, Ibu," balas Zia, lalu memutar badanya menghadap Mery.
Mery menatap Zia, meminta alasan mengapa anaknya itu menolak pulang bersama dirinya.
"Aku harus mencari keluargaku," gumam Zia, ia merasa risau jika Mery terseinggung dengan ucapannya.
"Tidak ada keluargamu di luaran sana Zia! Ini Ibu, keluargamu sendiri!" seru Mery sambil mengguncang bahu Zia.
Gadis itu melepaskan tangan kotor Mery dari bahunya, "Perjalananku sudah sejauh ini, Bu. Tidak mungkin aku mengacaukan semuanya!" sergah Zia dengan tatapan sayunya.
"Kau tidak mempercayai, Ibu?"
"Aku hanya perlu membuktikannya," sela Zia sambil menatap Mery tegas.
Mery menghela napas, ia sudah cukup sabar dengan setiap ucapan Zia. "Baiklah, Zia, aku akan membuktikan jika akulah keluargamu sendiri!" seru Mery lalu berlari kencang keluar dari rumah kayu tersebut, dan menghilang di balik awan hitam.
Zia tidak mengubah posisinya. Dengan kepala menunduk, tatapan sayu, dan jantung yang berdetak lebih cepat. Zia memikirkan segala resiko yang akan ia dapatkan jika bergerak lebih jauh.
"Aku tidak mengerti," gumam Zia.
***
Berjalan sendiri di bawah awan hitam sekaligus udara yang begitu dingin, membuat Zia merindukan kedua pria yang selalu menemaninya setiap saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUIZIA [SUDAH TERBIT]
FantasyNOVEL LUIZIA SUDAH TERSEDIA DI SHOPEE R A N K I N G 🎖 # berkali-kali peringkat 1 in mengerikan. # berkali-kali peringkat 1 in menegangkan, 4.12.20 # peringkat 2 in siluman, 25.8.20 # peringkat 2 in ajaib, 4.12.20 # peringkat 2 in zia, 4.12.20 # pe...