29. Perjalanan Dimulai

748 142 11
                                    

Brak!

Zia meringis kesakitan, punggungnya yang retak kembali terasa sakit ketika, mereka telempar dari lubang hitam yang membawanya ke dimensi molicous.

Sama halnya ketika Zia sampai ke dimensi sebelumnya, gadis itu kembali merasakan pusing yang hebat dikepalanya. Bumi seakan berputar-putar begitu cepat.

Domble tidak merasakan apapun, hanya pusing biasa. Tidak terlalu hebat seperti apa yang dirasakan oleh Zia.

Makhluk tersebut menghampiri Zia yang terus memukul kepalanya, berharap jika pusing itu akan segera pergi.

"Biar aku bantu, Zia," ujar Domble sambil berjalan menuju gadis tersebut.

Domble memijat kepala Zia dan memberinya entah sihir apa, yang pasti pusing itu langsung mehilang dengan cepat. 

Berbeda dengan William yang dulunya, memberi buah Abei untuk menghilangan rasa pusing tersebut.

"Kau tidak merasakan pusing?" tanya Zia lirih.

"Tidak, aku sudah terbiasa bergonta-ganti dimensi. Jadi, mereka mengenal sekaligus hapal dengan isi otakku," jawab Domble yang memunculkan ketidakpahaman dibenak Zia.

Alasan yang aneh.

"Apa kau sudah merasa lebih baik?" tanya Domble sambil terus memijat kepala gadis tersebut.

Zia mengangguk, lalu Domble menghentikan tangannya yang bergerak pelan di atas kepala gadis tersebut, lalu menggeret tubuh Zia dan menuntunnya entah kemana.

"Kau akan membawaku kemana?" tanya Zia yang terkejut dengan prilaku Domble yang tiba-tiba.

"Tenang saja Zia, aku hanya ingin mengobatimu," jawab Domble.

Bibir yang sedikit tebal dengan warna pink alami itu menyunggingkan senyum terharu. Ternyata Domble akan sebaik ini kepada dirinya.

Gadis itu benar-benar lumpuh, punggungnya rusak total dengan beberapa tulang yang mulai retak dan akhirnya patah.

Ia tidak tahu jika, serangan Mery akan sekuat ini menghantam tubuhnya. Benar-benar ibu yang buruk.

Zia terus terpaku dengan pikirannya sendiri. Tidak menyadari jika Domble mulai menghentikan langkahnya di dekat sungai yang berwarna hitam.

Sungai itu benar-benar hitam, bukan karena terlalu dalam tapi, benar-benar hitam dan begitu menakutkan.

"Mengapa kau membawaku ke sini?" tanya Zia. Namun, tidak ditanggapi oleh makhluk kecil tersebut.

Domble terus berusaha mengambil beberapa gayung air dari sungai tersebut. Gayung yang sebenarnya hanya ranting pohon yang melengkung.

Walaupun air tersebut berbahaya untuk sebagian makhluk seperti dirinya. Domble terus berusaha untuk mengambil air tersebut dan berusaha untuk menghindari percikan air sungai itu.

Air tersebut mengandung senyawa racun yang membahayakan untuk makhluk yang memiliki kulit tipis. Ketika terkena kulit, akan membuat kulit itu sendiri terbakar dan akhirnya melepuh.

Sedangkan makhluk seperti Domble mempunyai kulit yang begitu tipis, sehingga menampakkan otot-otot tubuhnya

"Apa kau bisa membalik badanmu sendiri, Zia?" tanya Domble sambil membawa air sungai tersebut di tangannya.

"Untuk apa?" tanya Zia yang masih ragu-ragu dengan cara Domble.

"Ini pengobatannya. Cepat Zia! Aku tidak bisa terlalu lama memegang air ini, aku bisa melepuh!" seru Domble.

"Baiklah," jawab Zia sambil mengangukkan kepalanya dan mulai membalik badanya mengahadap tanah lumpur di bawahnya itu.

Domble mulai menyirap sedikit demi sedikit air yang berada dikayu tersebut ke punggung Zia.

Ia harus benar-benar berhati-hati agar percikan air itu tidak mengenai tubuhnya. Cukup sulit dan membahayakan.

Suara ringisan dari mulut Zia mulai terdengar. Air itu terasa panas sekali.

"Punggungmu akan jauh lebih baik, Zia," ucap Domble memberi tahu.

"Ku harap begitu."

***

Setelah punggung Zia terkena oleh air sungai hitam tersebut, keadaan tulang dan ototnya berubah menjadi jauh lebih baik.

Sehingga gadis itu bisa kembali berjalan, dan berdiri tegak seperti sebelumnya.

"Aku benar-benar berterima kasih atas bantuanmu, Domble," terang Zia sambil tersenyum haru.

"Kau tidak perlu meminta maaf, Zia. Aku temanmu, dan aku siap membantumu," tegas Domble sambil tersenyum lembut.

Zia tersenyum lalu menghela napasnya, dan bertanya, "Apa mentari akan datang sebentar lagi?"

Cukup lama mereka berada di sini, bahkan sebelum sampaipun mentari sudah menerangi dimensi sebelumnya.

Dimensi ini hanya menampakkan kegelapan dan kesunyian di malam hari. Seakaan mereka selalu berhenti di titik yang sama.

Domble tertawa keras, rupanya gadis di depannya itu belum tahu tentang dimensi ini. "Ini dimensi molicous, Zia. Dimensi kegelapan dan mematikan. Tidak ada siang, sore, bahkan pagi di sini. Hanya ada malam, dan seterusnya hanya malam," jelas Domble sambil menahan tawanya.

"Kau bercanda?" tanya Zia yang sepertinya tidak percaya oleh penjelasaan Domble.

"Kau bisa membaca dari buku yang kau bawa kemarin."

Zia mengernyitkan dahinya, lalu membulatkan matanya sekaligus membuka lebar mulutnya. "Aku meninggalkannya di dimensi sebelumnya!" seru Zia kencang.

Dengan wajah yang bingung sekaligus cemas, Zia tidak tahu harus  bagaimana lagi. Buku itu sangat ia butuhkan untuk membantunya menemukan kerajaan Grodle.

Lagi-lagi, tawa Domble terdengar begitu keras, lalu mengambil sesuatu dari balik kantong celana kulitnya.

"Aku mengecilkannya, agar ketika membawanya aku tidak kesulitan," ucap Domble.

Zia menatap Domble tidak pecaya. Lalu mengambil buku kecil tersebut dan mengubahnya menjadi semula.

Gadis itu mulai membuka lembaran demi lembaran kertas lusuh yang berada di pangkuannya itu. Mencari bab di mana ia bisa menemukan penjelasan tentang dimensi molicous.

"Hanya beberapa penjelasan tentang tempat yang mematikan dan berbahaya. Tidak ada tentang kerajaan Grodle," ucap Zia sambil menutup buku tersebut dan menatap Domble.

"Tidak masalah, Zia. Kerajaan Grodle akan segera kita temukan jika, berhasil melewati tempat berbahaya tersebut," jelas Domble lalu berdiri dari duduknya.

"Kita harus segara melangkah, sebelum manusia yang menyerangmu kemarin kembali lagi, dan menyerangmu kembali," lontar Domble memperingati.

Zia mengangguk, perkataan Domble benar, ia harus secepatnya melangkah sebelum Mery menyerang, dan menggagalkan misinya lagi.

"Apa yang harus kita siapkan, sebelum memasuki hutan?" tanya Zia.

"Buku itu, kegesitan, dan tentunya kekuatan sihir. Pohon tersebut akan  menyerang kita secara tiba-tiba," jelas Domble. "Banyak penyihir yang mati ketika sampai di tempat itu," sambungnya dengan nada misterius.

Zia menghela napas gusar, ia harus berjuang dengan keras untuk menemukkan keluarganya yang sesunguhnya.

"Kita berjalan ke arah mana?"

"Tetap ke arah lurus," jawab Domble lirih, lalu melangkah terlebih dahulu dan diikuti oleh Zia.

.
.
.

Sampai di sini dulu ya, tunggu kelanjutan partnya dan jangan lupa vote dan comment dan masukkan diperpustakaan kalian 😄.

LUIZIA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang