32. Kekalahan?

596 118 7
                                    

Mulut pria itu mengeluarkan banyak darah, sihir Mery ternyata tidak main-main. Sungguh kuat dan besar. Kejadian di mana Mery menyerangnya dulu kembali terulang. Dan sekarang jauh lebih mengenaskan dengan meninggalkannya bersama kesalahan yang mungkin tidak bisa ia kembalikan.

"Maafkan aku, William," gumam Luiz sambil menatap ke atas, di mana terdapat langit yang mulai menggelap seiringnya waktu akan berubah menjadi malam.

Entah kenapa, ia menyesali perbuatannya yang telah merenggut nyawa temannya sendiri hanya karena bujukkan Mery. Dan sekarang, Mery menggunakan tangannya sendiri untuk membunuh teman lamanya, Jeg.

Jeg dan Mery memang berkawan sejak lama, segala rencana tentang hidup sudah mereka atur sedemikian rupa. Sebaik mungkin, dan sesempurna mungkin.

Namun, sekarang Mery menghianati Jeg dengan cara membunuh pria tua itu, hanya karena ramuan konyol? Mungkin wanita itu sudah sepenuhnya gila karena kekuatan dan kekuasaan.

Luiz merasakan matanya memanas, ia tidak kuat jika harus membayangkan betapa bencinya Zia terhadap dirinya. William adalah teman satu-satunya yang dimiliki Zia, dan sekarang? Luiz sudah berhasil membunuhnya.

"Aku merindukanmu, Zia," gumam Luiz sambil mengeluarkan air matanya.

Ia merindukan cintanya.

***

"Zia?" tanya Domble sambil menepuk keras bahu gadis tersebut.

Zia mengerjapkan matanya terkejut, ia manatap Domble yang berada di sampingnya dengan tatapan sayu. "Apa?" tanya gadis tersebut.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Domble. Sejak tadi, makhluk tersebut terus bercerita dengan Zia. Namun, telinga gadis tersebut seakan tertutup oleh apa yang sedang dipikirnya.

"Tidak ada," jawab Zia sambil tersenyum kecut.

Domble tidak menjawab, makhluk itu diam. Ia bimbang, apakah rahasianya harus ia katakan sekarang, atau suatu saat nanti setelah Zia bertemu dengan Grodle?

"Ayo kita mulai lagi," ucap Zia semangat sambil berdiri dari duduknya. Menatap Domble dengan senyuman yang indah.

Domble mengangguk lalu bangkit dari duduknya. Sekilas ia melirik ke arah Zia. Entahlah, rahasia itu membuat dirinya merasa bersalah dengam gadis di sampingnya itu.

"Kita lihat terlebih dahulu, apa rintangan selanjutnya yang akan kita terima," ucap Zia sambil membuka buku miliknya.

Gadis itu tercengang, membuka mulutnya lebar-lebar dengan ekspresi yang tidak bisa ditentukan.

"Tidak ada lagi rintangan!" jerit Zia senang.

"Benarkah?" tanya Domble yang bingung sekaligus senang. Ia mengambil alih buku tersebut yang berada di genggaman Zia, melihat dan membaca setiap kata yang ditulis dengan ekspresi senang.

"Apa ini rusak?" tanya Domble memastikan.

"Mana mungkin rusak, Domble," sela Zia dengan senyum mengembang.

"Tapi bagaimana mungkin bisa secepat ini?" Domble bingung, seharusnya mereka berjalan berbulan-bulan untuk menuntaskan misi mereka.

Tapi, ini sungguh di luar dugaannya. Begitu cepat dan menghemat waktu.

"Aku juga tidak tahu," jawab Zia sambil tersenyum senang. Artinya, ia akan segera bertemu Grodle dan keluarganya.

Rencana yang begitu sederhana tanpa memikirkan bahaya apa yang mereka dapatkan nanti.

***

Luiz menyeret dirinya sendiri ke arah mayat Jeg. Dengan napas yang tersenggal-senggal dan tenaga yang mulai terkuras habis, pria itu ingin melihat wajah Jeg untuk terakhir kalinya, sebelum menjemput Zia ke dimensi Molicous.

LUIZIA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang