28. Malam Yang Mengerikan

716 126 5
                                    

Zia terlempar jauh dari lubang dimensi molicous, tubuhnya terhantam kuat ke arah pohon yang berada jauh di belakangnya.

Gadis itu merintih kesakitan, punggungnya benar-benar terasa remuk dan mati rasa. Dadanya ikut terasa sesak kala ia terjatuh di atas batu kasar dan keras.

Mery sungguh tidak mempunyai perasaan, ia melempar Zia seperti benda yang tidak berguna. Sama sekali tidak memandang manusia.

Domble yang melihat kejadian mengerikan itu langsung bersembunyi di balik pohon besar, tubuhnya yang kecil sangat memudahkan dirinya untuk bersembunyi.

Zia melirik ke arah Luiz, pria itu hanya melihat dirinya seperti sampah. Matanya yang masih normal dan mampu melihat keadaan yang paling gelap sekalipun, Zia tidak menyangka jika Luiz akan tersenyum miring sambil melihat dirinya rendah.

"Apa kau masih berusaha mencari keluargamu, Zia?" tanya Mery yang perlahan melangkah menuju gadis tersebut.

Gadis itu tidak menjawab, ia berusaha mengumpulkan kekuatannya sendiri untuk melawan wanita gila di depannya itu.

"Jaga liontinmu."

Zia membulatkan matanya, suara yang baru saja ia dengar begitu menakutkan, suara yang mirip seperti desahan napas seseorang.

Matanya menjelajah ke sekeliling hutan didekatnya, lalu menatap Mery yang mulai berjalan mendekat dengan senyuman licik.

Gadis itu memejamkan matanya sebentar, lalu berusaha berdiri walaupun ia tahu, punggungnya tidak akan mampu menerima beban dari tubuhnya sendiri.

Beban yang cukup berat dengan keadaan punggungnya yang benar-benar rusak total.

Zia menghela napasnya gusar, air matanya mulai menghiasi wajahnya yang terlihat begitu lelah, rasa sakit di punggungnya benar-benar menyiksa. Tubuh gadis itu kembali terjatuh, punggungnya sungguh tidak mampu membuat Zia berdiri tegak.

"Apa yang kau incar dari diriku!" seru Zia dengan suara yang begitu terdengar lemas.

Mery tersenyum miring, usahanya akan berhasil. Ternyata semudah ini menaklukan Zia. "Delima putih yang kau bawa," jawab wanita tua tersebut.

"Jaga liontinmu."

Lagi-lagi, suara menyeramkan itu kembali terdengar.

Seperkian detik setelah mendengar suara tersebut. Zia langsung tersenyum miring dan menatap Mery tajam. Lalu ia menggunakan sihirnya untuk menyerang wanita di depannya itu tanpa persiapan apapun.

Mery yang menerima serangan tiba-tiba tersebut langsung terkena sihir Zia dan terpental sampai ke pohon besar. Serangan yang mirip ketika Mery menyerang Zia.

Luiz mengernyitkan dahinya bingung, Zia seperti mempunyai energi baru. Energi yang begitu kuat.

"Sialan!" umpat Jeg.

Jeg berlari ke arah Zia tapi, lagi-lagi Zia mampu melindungi dirinya dan menggunakan sihirnya untuk menyerang jeg.

Jeg ikut terpental seperti Mery.

Luiz hanya diam saja, ia tetap setia dengan gurat kebingungan yang berada di wajah tampannya, sambil terus menatap Zia.

Sungguh aneh, ketika melihat seseorang yang sudah tidak berdaya, malah menyerang dengan energi yang begitu kuat.

Mata cokelat milik Luiz melirik ke arah Mery, melihat bibirnya yang bergumam, "Serang."

Namun, Luiz tetap diam sementara waktu sebelum akhirnya, menarik napas panjang lalu berlari ke arah Zia.

Serangan yang di berikan oleh Zia mampu di hindari dengan mudah oleh Luiz. Pria itu tersenyum miring kala melihat gurat kecemasan yang berada di wajah gadis tak berdaya itu.

Ketika Luiz sampai di depan Zia. Pria itu menundukkan kepalanya lalu berjongkok untuk melihat wajah gadis yang membuatnya haus akan kekuasan.

"Jangan terlalu bodoh, Zia. Kerjaan Grodle tidak main-main." Luiz tiba-tiba memperingati Zia.

Gadis itu bingung dengan perubahan sikap Luiz yang begitu aneh tapi, nyata.

"Kau masih peduli denganku?" tanya Zia sambil menatap Luiz tajam.

"Cinta itu masih ada," jawab Luiz yang mempu membuat Zia bungkam seribu bahasa.

Pria itu kembali berdiri, menengok ke belakang melihat Mery dan Jeg yang sudah meninggalkannya terlebih dahulu. Luiz menghela napas gusar, lalu mengubah dirinya menjadi serigala dan berlari meninggalkan Zia.

Setelah Luiz meninggalkannya, tubuh Zia kembali tidak berdaya, bahkan air mata gadis itu kembali turun, ia juga masih mencintai Luiz, amat mencintai pria itu.

Namun, dendamnya atas kematian William jauh lebih besar di bandingankam dengan cintanya terhadap Luiz.

"Zia!" teriak Domble sambil berlari menghampiri gadis bermata hitam itu yang terlihat begitu lemas.

"Apa kau baik-baik saja?" sambungnya sambil memegang tangan Zia.

"Aku baik-baik saja," jawab Zia sambil menghapus sisa air matanya yang tentunya disadari oleh Domble. Air mata penderitaan dan wakil atas semua jeritan dari sakitnya.

"Aku sungguh bersalah karena tidak membantumu, maafkan aku, Zia," ucap Domble sambil menundukkan kepalanya.

Zia menggeleng lemas, ia ikut memegang tangan Domble dan mengatakan, "Kau tidak bersalah, aku tetap senang jika kau mau membantu dan melanjutkan perjalanan kita."

Domble mengangguk semangat sambil mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar ke arah Zia. "Aku mau!" seru makhluk itu.

Zia membalas senyuman Domble. Lalu meminta makhluk tersebut untuk menyeretnya tubuhnya, sampai ke lingkaran hitam besar yang jauh dari tempat mereka.

Dikarenakan punggungnya yang retak, Zia sungguh tidak mampu untuk berdiri bahkan berjalan sejauh itu.

Awalnya Domble menolak, karena akan jauh lebih menyakitkan jika tubuh Zia diseret begitu saja. Namun, Zia terus memaksa makhluk tersebut hingga Domble menyetujuinya.

Mentari yang hampir terlihat membuat Domble terpaksa menyetujui ucapan Zia. Jika tidak, mereka mungkin akan mati terserang serigala hutan. Apalagi keadaan Zia yang masih terlihat lemas dan tidak berdaya.

"Setelah sampai ke dimensi mortuus aku akan mengobatimu, Zia. Aku berjanji!" seru Domble sambil terus menyeret tubuh Zia menuju lingkaran hitam di perbatasan.

"Baiklah," jawab Zia singkat.

Setelah itu mereka sama-sama memutus percakapan. Zia hanya menatap kosong daun lebat di atasnya, yang sesekali menampakan langit malam yang begitu gelap. Tidak ada bintang, tidak ada bulan. Hanya terlihat kosong dan gelap.

"Kenapa Luiz tidak mengambil paksa liontinku?" gumam Zia dalam hati.

Pikirannya masih terpusat pada perilaku Luiz padanya tadi. Sikap yang begitu aneh dan sikap yang sama seperti tempo hari lalu, di mana pria itu memberinya kemanisan sebelum akhirnya memberi dia kepahitan.

"Kita sampai, Zia," ucap Domble sambil memutar tubuh Zia menghadap lingkaran besar dihadapan mereka.

Zia menarik napasnya panjang, lalu mengangguk dan menyuruh Domble untuk mendorongnya masuk.

Domble menyetujuinya, lalu mendorong tubuh Zia dan menyusul gadis itu, ke dalam lingkaran hitam yang akan membawa mereka pada dimensi yang mematikan.

Di mana dimensi ini jauh lebih banyak mengambil jiwa daripada takdir kematian.

.
.
.

Sampai di sini dulu ya, tunggu kelanjutan partnya dan jangan lupa vote dan comment dan masukkan di perpustakaan kalian 😄.

LUIZIA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang