C19 - Tribute to Daniel

65 6 2
                                    

Kenyataannya berbanding terbalik dengan apa yang dikatakan Shinta. Gadis itu langsung tertidur 5 menit setelah meletakkan tubuhnya di kasur. Bahkan Rama hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tidak percaya bagaimana gadis itu bisa tidur secepat itu. Melihat Shinta yang tertidur dengan sangat pulas, ia mengerti bahwa seharian ini gadis itu sudah melewati banyak hal, ia pasti lelah hingga dapat tidur secepat itu. Rama kemudian memutuskan itu bangun lagi dan mulai mengemasi segala hal yang ia dan Shinta perlukan untuk perjalanan besok ke Surabaya. Rama tidak tega jika ia harus membangunkan Shinta pukul 2 pagi untuk membantunya packing.

Setelah selesai packing semua barang miliknya dan Shinta, Rama segera berbaring dan tidur. Ia tidur begitu pulas sampai saat alarm menyala, Rama bangun dalam keadaan Shinta tidak ada di sebelahnya.

Samar-samar Rama mendengar suara bergemericik dari kamar mandi, ia menyimpulkan bahwa Shinta sedang mandi bersiap-siap untuk berangkat. Lima menit kemudian gadis itu keluar dengan handuk yang melilit rambutnya yang basah.

“Eh, lo udah bangun? Baru aja mau gue bangunin.”

“Lo bangun jam berapa?”

“Setengah empat sih, gue panik tiba-tiba liat jam, kan gue belum packing ya? Eh ternyata gue liat udah lo siapin. Makasih ya.”

Rama mengangguk dan ia segera bangkit berdiri untuk mandi. Setelah semuanya siap, Rama kemudian turun dan menaruh kopernya di bagasi. Karena Rama masih mengantuk, ia tidak berani menyetir kendaraan sendiri. Pagi ini Pak Kandar yang mengantar mereka ke bandara. Saat di mobilpun mereka berdua sama-sama tertidur.

Saat sampai di Bandara seperti biasa anggota Kaleidoscope yang lain sudah berada disana terlebih dahulu dan ada juga beberapa crew Sheila On 7.

“Lo nggak bawa apa-apa?” tanya Ivan kepada Shinta. Di antara anggota Kaleidoscope lainnya Ivan adalah satu-satunya orang yang mudah kepo. Dia akan menanyakan hal-hal yang menurutnya aneh.

“Bawa. Tuh!” Shinta menunjuk ke arah koper yang dibawa Rama.

“Apa deh! Gue tau lo berdua udah pacaran, tapi bukan berarti kopernya juga jadi satu gitu dong!” Ivan menggodanya.

“Eh! Gue tuh dari bayi. Kalau pergi kemana-mana, pasti kopernya jadi satu sama Rama. Ya soalnya bokap gue sama nyokap gue, bokap Rama sama nyokap Rama, jadi biar ngga bawa koper banyak-banyak baju gue selalu dijadiin satu sama punya Rama. Paham?”

“Dih lo sensi banget sih jadi betina?”

“Lagian lo cerewet banget sih jadi jantan?”

“Lo berdua berisik deh!” tegur Rama.

Shinta yang sudah tidak mau menanggapi Ivan berjalan mensejajarkan langkahnya dengan Guntur, “hallo!” sapanya.

“Apa? Ada apa?”

“Nggak ada apa-apa sih, nyapa doang,”

“Oh…”

“Oh?” Shinta menyipitkan matanya saat Guntur menjawabnya singkat. “Lo masih ngambek?”

Guntur menatap Shinta tak percaya saat gadis itu menanyakan pertanyaan seperti itu, “gue nggak ngambek, gue patah hati!”

“Yeee, siapa ya yang dulu bilang ke gue, I’d like to be your friend tho!”

Guntur tertawa, ia teringat ucapannya dahulu saat ia tak sengaja bertemu Shinta di minimarket. Kala itu ia berkata walaupun tidak bisa memiliki Shinta sebagai pacarnya, tapi ia ingin masih ingin bisa berteman dengan Shinta.

“Iya iya deh, gue yang ngomong. Apa kabar lo? Are you happy?”

Shinta tersenyum lebar, sambil mengangguk, “I’m super happy, Tur!”

“Gue bahagia banget!” Ulang Shinta.

Guntur tersenyum melihat wajah gadis itu, dia cantik kalau sedang tersenyum, “good then. Gue ikut seneng kalau lo juga seneng.”

“Shin!” Rama memanggilnya dari arah belakang.

“Tuh dipanggil tuh!” ejek Guntur kepada Shinta.

“Apasih lo, Tur!” Shinta menyenggol lengan Guntur. “Gue kesana dulu ya?”

Guntur mengangguk, kemudian Shinta meninggalkannya, ia menghampiri Rama.

“Apa?”

“Bantuin gue bawa ini dong,” kata Rama sambil memberikan pouch yang tadi terletak di atas kopernya.

“Lah emang gabisa ditaruh situ aja?”

“Tadi jatuh, gue mager aja ngambil-ngambil,”

“Ya elah, yaudah sini!” Shinta menerima pouch itu dan membawanya di tangan kanan.

“Et Rama, siapa tuh Ram?” goda Om Duta, Vokalis Sheila On 7. “Pacar baru Ram?”

Rama hanya tersenyum menanggapi godaan Om Duta, ia lebih memilih tidak meladeninya, “lihat aja Om, entar pasti bukan cuman gue yang jatuh cinta. Palingan elo juga ikutan demen.”

“Oh, dia ini yang bakalan nyanyi bareng elo?”

“Iya,”

“Wadu! Gue tunggu ya performancenya, semoga nggak mengecewakan,” kata Duta kepada Shinta.

“Hehe iya Om,” jawab Shinta sambil tersenyum.

Mereka kemudian memasuki kabin pesawat, kebetulan kursi Shinta berada di antara Rama dan jendela. Ia mulai menyenderkan kepalanya di jendela, ia akan tidur dalam sisa perjalanan. Walaupun hanya satu jam tetapi itu cukup sebelum ia harus berangkat untuk check sound, apakah kehidupan yang selama ini dijalani Papa Mama-nya begitu melelahkan seperti ini?

“Lo mau tidur?”

Shinta mengangguk, “Lo nggak tidur emang? Lo nggak ngantuk?”

“Ngantuk sih, palinga abis lo tidur gue tidur.”

“Oh okay,”

“Shin?”

“Hmm?”

“Kok gue engga suka ya?” Rama terdiam sejenak, “ngeliat lo sama Guntur kek tadi?”

Shinta tertawa, “cemburu lo?”

Rama tidak suka mengatakan bahwa ia cemburu, ia tidak cemburu ketika Shinta berada di dekat Guntur. Dia hanya tidak suka cara melihat gadis itu tersenyum lebar di depan Guntur seperti itu.

“I guess I am?”

Shinta tertawa lagi, “enggak-enggak Ram kalau tiba-tiba ada sesuatu antara gue sama Guntur. Gue tuh suka-nya sama elo aja. Sumpah. Dari dulu mah gue sukanya sama elo.”

Rama tersenyum, lagi-lagi gadis itu begitu frontalnya mengungkapkan perasaannya, “iya emang? Lo dari dulu sukanya sama gue doang?”

Gadis itu mengangguk semangat, “iya!”

“Dari kapan emang?” Rama mencoba menggali informasi sebanyak mungkin, selagi gadis itu dalam keadaan ceplas-ceplosnya.

Shinta menyipitkan matanya, mengingat-ngingat sejak kapan dia suka Rama, “gue nggak tau sih. Arra yang sering bilang kalau gue suka sama lo, padahal menurut gue enggak. Tapi apa ya, kadang tuh gue kek tiba-tiba suka deg-deg-an gitu pas dideket lo, apa pas lo tiba-tiba nyium atau meluk gue. Gue kan nggak pernah ngerasa gitu ke cowok ya, ke Guntur sekalipun dulu tuh rasanya nyaman aja gitu, engga deg-deg-an. Jadi ya gue nggak tau kalau gue tuh sebenernya udah suka sama lo.”

Rama menggangguk-anggukan kepala sambil tersenyum, mengagumi kejujuran Shinta dalam mengungkapkan perasaanya, “Oh jadi gitu ceritanya.”

Shinta mengangguk, ia memasang sleeping eye mask dimatanya, dia sudah siap untuk tidur. Ia membetulkan kepalanya di kursi, mengaturnya senyaman mungkin, saat tiba-tiba Rama memegang kepalanya dan menuntunnya untuk bersandar di bahu Rama.

“Apa sih Ram!” kata Shinta sambil membuka salah satu sleeping eye mask-nya.

“Ya emang kenapa? Bukannya biasanya juga gini?”

Shinta mengernyitkan dahinya, apa yang dikatakan Rama memang ada benarnya sih. Ia biasa tidur di pundak Rama. “Iya sih, tapi sekarang tuh beda Ram. Gue deg-deg-an, nanti gue nggak bisa tidur.”

“Halah semalem lo juga ngomong gitu, tapi 5 menit abis rebahan aja, euhhhh langsung ngorok!”

“Eh gue nggak ngorok ya!”

“Lah kan gue yang bangun, Shin! Gue yang tau.”

“Enggak, gue enggak pernah ngorok!” Shinta menutup kembali matanya dan menyandarkan kepalanya di pundak Rama. Benar saja kata Rama, 10 menit kemudian nafas gadis itu sudah teratur dan pasti ia sudah tertidur lelap.

Selama perjalanan Rama dan Shinta tertidur, mereka dibangunkan Damas yang duduk di sebelah Rama yang sebenarnya juga tidur, hanya saja Damas bangun terlebih dahulu daripada mereka. Setelah dari bandara mereka langsung menuju lokasi untuk check sound. Tentu saja Kaleidoscope harus check sound terlebih dahulu daripada Sheila On 7. Ketika sampai di lokasi Shinta tidak menyangka bahwa Kaleidoscope juga mempunyai fans di Surabaya, ya walaupun tidak sebanyak di Jakarta. Hari ini Keleidoscope akan menyanyikan tiga lagu pembuka, dua solo performance dari Rama dan satunya duet bersama Shinta.

Setelah check sound, mereka langsung kembali ke hotel. Mereka akan beristirahat sebentar kemudian bersiap-siap jam 3 sore. Mereka akan dijemput oleh panitia jam 6 malam. Karena Kaleidoscope hanya mendapatkan jatah 2 kamar, hal itu membuat Shinta harus membayar sendiri untuk biaya hotelnya. Shinta cukup beruntung karena bisa mendapatkan kamar yang selantai dengan milik Kaleidoscope.

“Kopernya gue bawa ya?” tanya Rama. Mereka tidak memikirkan bahwa mereka akan berpisah kamar seperti ini. Biasanya jika liburan keluarga, mereka akan memesan villa yang berisi 3 atau 4 kamar. Sehingga Rama dan Shinta tidak harus memisahkan koper mereka karena masih berada dalam satu rumah.

“Et bentar gue ambil baju gue dulu sama make up gue.” Shinta ikut masuk ke dalam kamar Rama. Laki-laki itu akan tidur dengan Damas. Dia mengambil semua keperluan, ternyata Rama benar-benar menyiapkan semua bajunya dengan benar. Shinta kagum pada cara laki-laki itu memilihkan baju untuknya, Rama memilih rok ¾ dengan kaus crop top.

“Ram, lo bawain gue sepatu ngga?” teriak Shinta. Rama saat ini sedang berada di kamar mandi, sedangkan Damas sedang merokok di balkon.

“Ada kok, sepatunya gue sendiriin di pouch.” Teriak Rama dari kamar mandi, kemudian laki-laki itu keluar dan menghampiri Shinta. “Itu tuh yang tas warna biru.”

Shinta mengambilnya dan melihat sepatu yang dibawakan Rama, tidak buruk. Laki-laki itu membawakannya ankle boots warna hitam.

“Gue tuh ngelihat kalian berdua gimana ya?” Damas masuk ke dalam kamar dan mulai mengomentari kejadiaan yang ada di depannya. “Kek udah cocok gitu. Kek you both guys work as a team, not just a lover.”

Shinta mengernyitkan dahinya menatap Damas, “apa sih, Dam?”

Damas mengedikkan kepalanya kepada Rama, “gue lebih suka dia, Ram!”

Shinta tersenyum saat Damas berkata seperti itu, dalam hatinya terkibarkan kemenangan telak yang mengalahkan Abby.

“Yaudah deh gue balik kamar dulu yeee,”

Tepat jam 2 Shinta bangun, kemudian gadis itu segera mandi. Ia mengeringkan rambutnya dan mencatoknya keriting di bagian bawah, ia mengenakan make up dan selesai saat waktu menunjukan pukul setengah 5 sore. Setelah selesai melakukan segalanya ia pergi ke kamar Rama untuk mencari snack, gadis itu benar-benar lapar sekarang.

Shinta menekan bel depan kamar Rama, Shinta menyipitkan matanya saat yang membukakan malah Ivan, “gue nggak salah kamar kan ya?”

Ivan menggeleng, “enggak kok, gue kesini cari makanan.”

“Hehe, sama, gue juga,” Shinta menghambur masuk dan ada seluruh personil Kaleidoscope disana. Guntur dan Rama sedang tidak menggunakan baju, sepertinya mereka baru selesai bersiap-siap.

“OMG you guys looks so hot!” kata Shinta.

“Shin!” teriak Rama yang baru menyadari kehadiran Shinta. “Ngapain deh lo disini?”

“Laper gue, cari makanan.” Shinta kemudian mengambil snack yang ada di kresek di bawah kasur. Ia pergi ke balkon dan memakan snacknya. Rama dan Guntur sama-sama menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Shinta yang kelewat biasa di depan 4 laki-laki normal.

“ANJING, dia cakep banget!” kata Ivan saat Shinta sudah keluar dari kamar. “Sumpah ya itu bukan kepunyaan lo udah gue rebut Ram!”

Rama seketika memukul kepala Ivan, “ada-ada aja deh lo!” Tetapi memang perlu diakui, Shinta sungguh terlihat cantik dengan outfit yang dipilihkannya.

Mereka berangkat tepat jam 6 ke lokasi, kurang lebih 35 menit kemudian mereka sudah sampai di sebuah mall terbesar di Surabaya. Sebelum menuju ke backstage, Shinta menyempatkan memesan makanan terlebih dahulu untuk seluruh anggota Kaleidoscope. Sebelum naik panggung mereka harus dipenuhi energi, agar bisa tampil all out.

3 menit sebelum Rama naik ke panggung, ia menyempatkan untuk memeriksa kondisi Shinta. Rama dan Shinta tidak akan naik panggung bersamaan. Rama akan menyanyikan dua buah lagu terlebih dahulu kemudian Shinta akan naik panggung di lagu ketiga.

“Lo siap kan?” tanya Rama kepada Shinta.

Gadis itu mengangguk, kemudian menggelengkan kepalanya, “no, I’m not!”

“Apa mending gue nggak usah nyanyi aja ya? Ntar kalau jelek banget gimana? Disana ada Om Duta lagi? Aduh ntar kalau dia tau gue anak Barra Ganendra gimana?”

Jam tangan gadis itu berbunyi, Rama menangkup kedua wajahnya, “hey, relax okay?”

“Aduh gue nggak bisa Ram!” Gadis itu melepaskan tangan Rama, tangannya mulai bergemetar. Ia mencari-cari sesuatu di tasnya. “Shit… shit… shitt!!!”

Rama tau gadis itu terkena serangan panik, dahulu ini terjadi kepada Rama ketika kali pertama ia harus manggung setelah kehilangan Daniel dan Abby.

“Shin… SHINTA!” Rama memanggilnya dengan nada tinggi. “Look at me!”

Gadis itu berhenti mencari dan matanya lurus menatap Rama. Laki-laki itu mendekat dan memeluknya, kemudian mengelus-elus punggungnya, “breathe! Remember this is tribute to Daniel. Setiap lo merasa takut, tertekan, atau gimana, selalu inget lo berdiri di sana buat Daniel. Okay?”

Jam tangan gadis itu sudah tidak meneriakkan suaranya lagi. Tangannya sudah tidak bergetar dan nafasnya mulai teratur. Rama melepaskan pelukannya, “Gue naik dulu ya!”

Shinta menganggukkan kepalanya, jantungnya masih berdebar, tapi sudah tidak separah tadi. Gadis itu tersenyum pelukan Rama bukan hanya meningkatkan degup jantungnya tetapi juga bisa menenangkannya. Ia tidak tau bahwa efek yang dibawa Rama setara dengan obat penenang yang selama ini dikonsumsinya lagi diam-diam tanpa tau orang tuanya.

Shinta menarik nafas dalam ketika Rama telah selesai menyanyikan lagu keduanya. Shinta akan sangat menikmati penampilan tadi jika ia tidak grogi seperti ini. Rencananya Shinta akan masuk setelah Rama menyanyikan refrain lagu Hold On milik Chord Overstreet.

Inget Shin! Buat Daniel! Buat Daniel!

Shinta terus meneriakkan kata-kata itu di kepalanya. Guntur mulai memainkan melody pianonya dan Rama mengikutinya dengan suara gitar akustik yang pelan. Tidak ada suara drum dari Damas atau bass dari Guntur, hanya kedua laki-laki itu memainkan musik instrumennya.

“Gue pengen cerita sesuatu ke kalian,” Rama masih memainkan melody intro lagu dan mengulang-ulanginya.

“Satu tahun lalu gue kehilangan seseorang yang sangat penting dalam hidup gue. Dia sahabat gue, Daniel, yang harus pergi mendahului gue.”

“Mungkin beberapa dari kalian disini juga udah pernah kehilangan orang terdekat, entah keluarga ataupun teman.”

Rama dan Guntur masih terus memainkan intronya berulang-ulang.

“Disini gue pengen ngajak kalian untuk ngasih tribute buat mereka yang udah pergi lebih dulu daripada kita. Untuk mengenang mereka dan untuk mastiin bahwa mereka selamanya nggak akan pernah dilupain.”

Mereka memainkan intro itu sekali lagi dan Rama mulai bernyanyi.

Loving and fighting
Accusing, denying
I can't imagine a world with you gone

Rama boleh berkata bahwa lagu ini adalah tribute to Daniel, tetapi ia tidak bisa membohongi perasaannya bahwa lagu ini juga tribute to Abby.

The joy and the chaos, the demons we're made of
I'd be so lost if you left me alone

Ia masih ingat kali pertama ia kehilangan Daniel, hampa, benar-benar hampa. Sampai kemudian ia berusaha bangkit berdiri lagi bersama Abby.

Musik bass Guntur dan drum Damas mulai bermain dengan tempo pelan.

You locked yourself in the bathroom
Lying on the floor when I break through
I pull you in to feel your heartbeat
Can you hear me screaming "Please don't leave me"

Sampai akhirnya bukan hanya Daniel yang meninggalkannya, tetapi Abby juga. Saat itu rasanya dunia runtuh tepat diatasnya.

Musik kembali hanya diiringi oleh piano Ivan dan bass drum milik Damas. Rama berdiri memegang stand mic-nya.

Hold on, I still want you
Come back, I still need you
Let me take your hand, I'll make it right
I swear to love you all my life
Hold on, I still need you

Apakah Rama masih berharap Abby untuk kembali? Jujur saja bagian itu masih ada terselip di dalam dirinya. Walaupun ia sudah memiliki Shinta saat ini, entah rasanya ia ingin menutup semuanya terlebih dahulu bersama Abby sebelum ia benar-benar mencintai Shinta. Banyak hal-hal di masa lalu yang belum ia selesaikan bersama Abby.

Musik bass Guntur dan gitar Rama mulai bermain lagi saat Shinta berjalan dari belakang panggung.

A long endless highway, you're silent beside me
Drivin' a nightmare I can't escape from

Shinta berdiri di samping Rama, entah mengapa kegugupannya menguap begitu saja. Mungkin karena akhirnya ia bisa mempersembahkan lagu ini untuk Daniel setelah bertahun-tahun lagu ini menemani masa-masa terapinya.

Helplessly praying, the light isn't fadin'
Hiding the shock and the chill in my bones

Shinta masih mengingat, ia menerima telfon dari Rama yang mengabarkan bahwa Daniel meninggal. Saat itu ia langsung mengendarai mobilnya dalam keadaan hujan yang sangat lebat dengan cepat. Ia tidak percaya bahwa Daniel sudah tiada.

They took you away on a table
I pace back and forth as you lay still
They pull you in to feel your heartbeat
Can you hear me screaming, "Please don't leave me"

Sampai akhirnya Rama mengantarkannya ke ruang jenazah untuk melihat wajah Daniel secara langsung. Seketika ia merasa dunia runtuh tepat diatasnya.

Rama mulai menyambung nada yang dinyanyikan Shinta, laki-laki itu mengambil lead voice-nya dan Shinta mengambil suara duanya.

Hold on, I still want you
Come back, I still need you

Disana terbaring Daniel, sangat tenang sampai semua orang akan mengira bahwa ia hanya tertidur.

Let me take your hand, I'll make it right
I swear to love you all my life
Hold on, I still need you

Shinta tak pernah mengira hal itu akan terjadi kepada dirinya. Ia tak pernah mengira Daniel meninggalkannya secepat itu.

Seketika seluruh musik berhenti, Shinta bernyanyi hanya diiringi dari alunan piano Guntur. Ia menutup matanya, semua bayangan mengenai Daniel masuk kembali ke dalam memory-nya.

I don't wanna let go
I know I'm not that strong

Ia tidak ingin kehilangan Daniel. Kalau boleh jujur, ia akan menukar apapun untuk mendapatkannya kembali. Meskipun harus merelakan Rama dengan Abby, ia akan dengan rela menukarnya.

I just wanna hear you
Saying baby, let's go home
Let's go home
Yeah, I just wanna take you home

Ia hanya ingin mendengar Daniel berkata sekali lagi, udah deh mending kita pulang daripada nungguin Rama disini!

Hold on, I still want you
Come back, I still need you

Lagu itu ditutup dengan Rama dan Shinta yang menyanyikan secara bersamaan. Ketika membuka matanya, Shinta melihat lelaki berseragam SMARA di antara penonton. Lelaki itu bertepuk tangan dan melambaikan tangannya ke arah Shinta kemudian membalikkan badannya dan hilang di antara banyaknya manusia.


DON'T FORGET TO VOTE AND COMMENT!

Distance of Chance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang