Epilog - Dari Rama untuk Shinta

256 10 3
                                    

New Message

From :

To :

Subject : Dear, My Dearest Shinta Millenia Ganendra

Gue tau mungkin selamanya lo nggak bakal sempet baca email ini. But well at least let me tell you all the thing you should have known.

Gue nggak pernah nyangka, bahwa gue bisa seberuntung ini buat lahir di dunia dan punya partner kaya lo. Lo perhatian, lo selalu ada, lo selalu nyemangatin gue, dan lo selalu membuat gue merasakan namanya hidup.

Memori pertama yang gue inget tentang lo adalah waktu kali pertama gue mau sekolah, waktu itu umur gue 4,5 tahun kalik ya? Gue inget banget waktu itu elo nangis karena mau gue tinggal sekolah. Dan entah kenapa gue jadi ikutan nangis dan engga mau sekolah gara-gara pengen selalu nemenin lo main. Mungkin waktu kecil, gue bisa bilang sesederhana karena gue pengen selalu nemenin lo main. Tapi, setelah dipikir-pikir lagi alesan sebenernya adalah karena gue nggak pernah mau lo merasa sendiri.

Memori lain yang paling gue inget adalah saat kali pertama lo SD. Hari pertama masuk sekolah lo nangis, dibully temen sekelas lo, soalnya lo pake kaos kaki yang salah. Saat itu gue inget banget ngelepas kaos kaki gue dan ngasih itu ke elo. Sejak saat itu rasanya gue pengen selalu ngelindungin lo dan selalu pengen jadi kesatria berkuda hitam buat lo.

Waktu gue nggak sengaja bikin elo jatuh dari tangga lantai 3 sekolah, lo nggak tau betapa menyesalnya gue. Betapa gue menyalahkan diri sendiri dan berjanji nggak akan nyakitin lo lagi. Saat itu adalah kali pertama gue takut kehilangan elo, Shin. Saat itu juga gue mulai mengerti bahwa kehadiran lo di hidup gue itu bukan sekadar sahabat tapi teman hidup.

Gue inget waktu lo ngajak gue kabur ke Singapore. Gue inget banget waktu elo masih tidur dan waktu gue nggak sengaja kebangun subuh, elo tidur menggenggam tangan gue dengan erat. Bahkan disaat elo tidur, elo nggak ngelepas genggaman tangan lo ke gue, Shin. Lo tetep menggenggam dengan erat supaya gue punya kekuatan untuk bangkit lagi dari sialnya hidup ini. Dan gue berterima kasih atas malam itu, gue akhirnya punya kekuatan untuk melanjutkan hidup gue lagi.

Gue jatuh cinta sama Abby, yes I do but it was nothing compare to yours! Elo satu-satunya perempuan di dunia ini yang buat gue nggak jatuh tapi membuat gue tumbuh dalam nyamannya merasa dicintai sama lo. Berjalan sama lo, membuat gue nggak takut akan namanya terjatuh karena gue tau lo akan selalu ada di samping gue untuk menggenggam tangan gue saat itu terjadi.

Gue salah, Shin.

Memutuskan untuk kembali ke Abby dan ninggalin lo adalah perbuatan yang salah and I'm terribly sorry for that, I wish I could turn back the time and stay. Nggak ada satu detikpun dalam hidup gue yang berjalan tenang ketika elo pergi ninggalin gue. Shinta Millenia, ketika lo pergi nggak cuman badan lo yang pergi tapi lo juga bawa semua raga gue pergi sama lo. Kalau gue bisa ngutuk lo, saat itu juga gue bakal ngutuk lo karena se-egois itu bawa pergi semuanya tanpa tersisa satupun bahkan semangat hidup gue and for that moment I only lived with pain and sorrow that grew inside my heart.

Tapi gue tau dan sadar bahwa itulah hukuman gue. Hukuman karena gue udah mengalihkan pandang dari lo. Hukuman karena gue ninggalin lo kesakitan sendirian di rumah sakit cuman karena gue pin all the problem on you, padahal yang lo lakuin malah nyelametin harta keluarga gue dan Abby.

Shin? Can you please be more selfish? Slap me as much as you want if it reduces your pain.

Apa gue bakal dicap egois kalau gue nggak suka lihat lo bahagia sama Robert? Gue merasa gue lah yang seharusnya disana. Gue yang harusnya ngehawatirin lo kalau lo hilang. Gue yang harusnya ngegenggam tangan lo sambil jalan-jalan di pantai. Gue harusnya jadi satu-satunya laki-laki yang ngelihat senyum cerah lo. Gue yang harusnya disana, Shin. Itu gue!

I just pray and wish, one day, Shin. One day that you gonna back into my arms. That you gonna back and disturb me all day you want. One day! And I guess the only job to do the rest is waiting for you to come back around my sight.

Rama Januar Keenanta.

***

"Shin?" panggil Rama saat tidak mendapatkan gadis itu disebelahnya.

Shinta segera buru-buru menutup laptop Rama dan berjalan mendekat ke arah ranjang mereka berdua.

"Dari mana sih?" tanya Rama dengan suara beratnya.

Shinta tersenyum manis dan membaringkan tubuhnya di sebelah Rama. Ia masih tidak bisa menghilangkan senyum di wajahnya kala selesai membaca draft email yang ada di laptop Rama. Draft email yang berisi segala curahan perasaan Rama tepat 8 tahun lalu, saat ia bertemu dengan laki-laki itu di Birmingham setelah ia pergi dari Indonesia.

"Kenapa senyum-senyum deh?" Rama melihat Shinta dengan tatapan curiga.

Shinta menggeleng dan menarik selimut hingga menutupi punggungnya. Ia benar-benar sangat bahagia hari ini. Kejutan yang ia ketahui sore tadi juga menambah kebahagiaannya menjadi berlipat dan bahkan sepertinya Shinta bisa hidup dengan kebahagiaan ia sampai sisa akhir hidupnya. Shinta berpikir kapan waktu yang tepat untuk memberi tahu Rama mengenai hal itu? Ia berpikir bahwa akan memberi tau Rama esok hari setelah dinner ulang tahun pernikahan mereka yang pertama. Tapi setelah membaca draft email itu, Shinta jadi ingin memberi taukannya sekarang juga.

"Apasih, Shin?" tanya Rama melihat gelagat Shinta yang sangat mencurigakan. "Aku nggak bisa tidur nih sampe kamu cerita kenapa kamu senyum-senyum gitu?"

Shinta mendongak dan melihat ke arah jam di dinding, ah pukul 00.33! Walaupun masih dini hari tapi bisa dibilang sudah berganti hari.

"Ram!" Shinta membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Rama dan memasang senyum lebarnya. "Happy anniversary!"

Rama mendesah berat, "jadi kamu senyum-senyum karena itu?"

Shinta mengangguk dan tetap tersenyum.

"Well happy anniversary too, darling!" Jawab Rama sambil memberikan kecupan sekilas di bibir Shinta.

"I have a present for you!" kata Shinta dengan semangat.

Rama memicingkan matanya. Seketika ia merasa panik karena ia tidak menyiapkan apapun untuk Shinta.

"Ambil di laci sebelah kamu deh," tunjuk Shinta pada lemari kecil di samping tempat tidur Shinta.

Rama membalikkan badannya dan membuka laci tersebut. Ia mengambil kotak berbentuk persegi panjang berwarna coklat dihiasi pita bewarna putih gading. Rama menarik pita itu kemudian membuka bagian atas kotaknya. Rama membelalakkan matanya dan menutup mulutnya dengan tangan kanannya.

"Ini?"

Shinta mengangguk dan tersenyum, "I found out this noon."

Rama menghapus air mata yang jatuh dari matanya kemudian memeluk Shinta erat-erat, "thank you, Shin! Thank you!"

Shinta balas memeluk Rama sambil terus tersenyum, ia begitu bahagia melihat reaksi Rama.

Rama menunduk tepat di depan perut Shinta dan mengelus-elusnya, "Hello, lil buddy! Hang on well! Papa will wait you here!"



DON'T FORGET TO VOTE AND COMMENT!

THANK YOU FOR READING THIS STORY.


LOVE, AUTHOR!

Distance of Chance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang