C32 - Chaos

98 7 0
                                        

Sore itu Barra tetap melangkah pergi, walaupun Shinta telah memberi ancaman. Barra tetap pergi dan memilih untuk kehilangan segala yang ia bangun daripada harus melihat anaknya menderita. Kalau perlu, ia akan memulai perang kedua setelah 10 tahun yang lalu berhasil mengalahkan Ferry. Ia akan memulai perang itu kembali dan memenangkannya lagi.

Sudah semenjak 40 menit yang lalu, Shinta ditemani Noah untuk membatalkan perjanjian antara Ganendra dan Keenanta. Dan, untungnya akhirnya laki-laki itu mau karena memikirkan besarnya kerugian yang akan di derita perusahaannya saat mimilih gencatan senjata langsung dengan Ferry Setyawardhana. Jujur saja, di usianya yang masih muda, ia tidak yakin jika bisa menang melawan Ferry yang memiliki berjuta keahlian. Dan jika kalah, reputasinya, bahkan jabatannya dapat terancam. Jadi, selagi Shinta menawarkan jalan yang aman untuk reputasi dan jabatannya, ia tentu saja menerima hal itu. Pada akhirnya, semua orang memang serakah dengan apa yang dipercaya menjadi miliknya.

Barra memang benar, untuk memindahtangankan aset, diperlukan persetujuan dari Barra selaku komisaris tunggal. Namun, untuk menentukan kebijakan menjalin atau memutuskan kontrak, Shinta tidak perlu persetujuan dari Barra. Ia hanya memerlukan persetujuan dari CEO selaku pemanggu manajerial tertinggi di perusahaan.

"All is done," kata Noah sambil menutup laptopnya. "Seluruh hal yang kamu minta, untuk nyembunyiin keterlibatan Ganendra pada bisnis Keenanta udah dihapus. Jadi, kamu nggak perlu khawatir kalau Ferry bakal nyerang Keenanta."

"Kira-kira butuh waktu berapa lama sebelum Papa tau kalau kontrak kerjanya di stop?"

"Kira-kira besok pagi, Om Gading bakal dapet report pemutusan kontrak. Jadi, mungkin pagi menjelang siang Papa kamu bakalan tau," Noah berjalan menghampiri Shinta. "Urusan kantor biar aku yang ngurus. Nanti biar aku yang jelasin ke Papa kamu kenapa kontraknya dibatalin. You have to deal with your own problem. Pastiin Ferry nggak tau masalah yang terjadi di sekolah kalian."

Shinta mengangguk sambil meminum tehnya, saat ini ia sedang berdiri di apartemen Noah, "terus informasi yang aku minta? Apa Kak Noah udah dapet juga?"

Noah mengangguk dan berdiri menuju printer yang sudah mengeluarkan beberapa lembaran kertas, Noah memeriksa lembaran tersebut sebelum memberikan ke Shinta, "ini data penggelapan dana yang dilakuin sama ibu tirinya Sherlyn. Dengan ini cukup buat nyeret dia ke penjara."

Shinta menganggukkan kepalanya dan meletakkan bukti itu di map.

"Anything you wanna ask?" tanya Noah ke Shinta.

"Bisa pesenin tiket pesawat ngga?" Shinta menghela nafasnya. "Sama apartemen di Birmingham."

Noah mengernyitkan dahinya, "are you trying to run?"

Shinta mengangguk, "it's the best option I have!"

***

Setelah bel sekolah berbunyi, Shinta segera bergegas menuju ruang BK. Disana ia sudah ditunggu oleh Sherlyn, guru BK, dan kepala sekolah. Shinta kemudian duduk di kursi di depan Sherlyn dan benar saja, tangan gadis itu terluka.

"Disini kami bakal mulai aja ya mediasinya," Pak Gandhi memulai saat Shinta sudah duduk. "Apa bener kamu yang buat tangan Sherlyn cedera?"

Shinta menganggukkan kepalanya, "iya, Pak! Saya memang yang salah."

Sherlyn membelalakkan matanya kala Shinta mengaku semudah itu. Ia kira tadinya gadis itu akan melawan yang menarik Abby untuk dijadikan saksi, tapi kenyataannya gadis itu malah melangkah sendiri menuju ruang BK, untuk memenuhi panggilannya kemarin.

"Alasannya?" tanya Pak Gandhi.

Shinta menatap lurus ke arah Sherlyn, "saya ingin balas dendam atas pembullyan yang dilakukan Sherlyn kepada saya waktu awal semester."

Distance of Chance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang