C11 - 2nd Bully

91 9 0
                                    

Sudah seminggu ini Shinta yang dibantu oleh Guntur sibuk mengurus permasalahan pembullyan dan masalah Kaleidoscope. Fakta bahwa Sherlyn akan bertunangan dengan Vando membuat Shinta harus menyusun ulang strategi jika sewaktu-waktu Sherlyn melakukan tindakan pembullyan yang diluar batas kepada Arra ataupun kepadanya. Shinta sudah mencoba mencari tau tentang seberapa besar kekuatan yang dimiliki keluarga Sherlyn dan Vando. Ternyata hasilnya cukup mencengangkan, aset keluarga Sherlyn lumayan besar, jika ditambah dengan kekuatan keluarga Vando mungkin Sherlyn akan memiliki kesempatan untuk menghancurkan aset Ganendra. Tapi Shinta curiga bahwa Sherlyn tidak mengerti bagaimana cara menggunakan kekuasaannya tersebut.

Permasalahan lain yang membuat Shinta sibuk adalah permasalahan Kaleidoscope. Ternyata membuat Keyysia mengaku mengenai kejadian malam hari itu bukanlah perkara yang mudah. Shinta sampai harus menyewa jasa 'pria tampan' untuk menemani Keyysia minum dan membuka semua kedok kejadian malam itu. Ternyata benar apa yang dikatakan Damas, Ivan tidak melakukannya malam itu dengan Keyysia. Ivan pingsan tepat sebelum mereka akan melakukannya sehingga wajar jika Ivan bangun dalam keadaan telanjang pagi itu. Selain itu, karena mabuk berat bahkan Keyysia tidak ingat bahwa dia tiba-tiba mencium Rama. Hal lain yang lebih aneh adalah Keyysia tidak mengerti mengapa Abby meninggalkan Rama. Hal itu dapat disimpulkan bahwa Keyysia hanya mengada-ngada supaya malam itu dia mempunyai teman untuk minum.

Shinta sempat berpikir apakah ia harus mengatakan kepada Rama atau tidak tentang kebenaran bahwa Keyysia hanya mengada-ngada perihal Abby. Sejujurnya Shinta tidak pandai berbohong, apalagi di depan Rama. Laki-laki itu akan dengan sangat mudah menangkap raut Shinta yang berbohong. Namun Shinta juga tidak ingin jujur kepada Rama. Pria itu sudah terlihat bahagia selama 3 hari ini. Seperti ada sesuatu beban yang terlepas dari pundaknya. Bahkan Shinta sudah tidak melihat Rama merokok lagi. Shinta merasa bahwa Rama benar-benar kembali seperti dahulu kala.

"Shinta!" Gadis itu menoleh saat namanya dipanggil oleh salah seorang teman sekelasnya. Saat ini Shinta sedang duduk di tribun lapangan basket. Tentu saja karena cedera bahunya gadis itu belum bisa berolah raga.

"Oit?"

"Lo dicariin Arra, katanya mau ngomong penting."

"Arra? Bukannya dia di UKS?"

Pagi tadi sebelum pelajaran olah raga dimulai, gadis itu tiba-tiba meminta ijin untuk tidak mengikuti kelas olah raga. Katanya dia sakit perut karena haid, padahal Shinta tau kalau Arra pasti lupa membawa baju olahraga.

"Iya di UKS tadi dia minta tolong ke gue katanya suruh manggilin elo."

"Oh okey, thankyou ya!"

Shinta bangkit berdiri dan berjalan menuju daerah kelas 11. Apakah Arra sungguh sakit? Tidak biasanya gadis itu membutuhkan Shinta di UKS.

"Raa???" Shinta memanggil Arra saat sudah sampai di UKS.

Tidak ada jawaban.

Shinta menyibakkan satu-satunya gorden yang tertutup dan tidak menemukan Arra disana. Dia hanya menemukan sebuah seragam di atas bantal. Awalnya Shinta ingin menghiraukannya tetapi bukankah ini aneh? Mengapa ia tidak menemukan Arra disini?

Shinta mengambil seragam itu dan membukanya. Seketika bau khas capcin menguar dari balik kainnya. Nafas Shinta berderu dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Shinta mengecek kantong seragam itu tetapi tidak menemukan pesan di dalamnya. Dia bingung dimana harus mencari Arra.

Shinta berlari ke arah loker dan mengambil ponselnya. Gadis itu kemudian menelfon Arra, tidak sampai dering ketiga, telfonnya sudah diangkat.

Hening.

Itulah yang Shinta dengar selama 5 detik.

"Ra?" Suara Shinta terdengar serak dan bergetar.

"Ra lo dimana, Ra? Jawab gue! Ini ngga lucu sumpah lo bercandanya."

Distance of Chance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang