C15 - Bounding

68 6 0
                                    

Shinta tertawa terbahak-bahak kala Rama mulai membuat jokes-jokes lucunya. Saat ini mereka sedang bersantai di area belakang rumah Shinta. Damas, Guntur, dan Ivan saat ini sedang merokok di taman yang jaraknya agak jauh dari tempat Shinta duduk. Sedangkan Arra sedang menerima telfon dari adiknya yang memita bantuan untuk mengerjakan pr.

"Hahahaa, anjir kocak anjir, gimana bisa dah kejadiannya gitu?"

Rama menyampirkan lengannya di sandaran kursi di belakang punggung Shinta, "gue bilang apa kan! Kocak banget mah waktu itu gue pagi-pagi sama Arra. Gue sampe sekarang kalau keinget mah masih ketawa anjir. Bisa-bisanya dia kepleset waktu liat gue telanjang dada."

Shinta mencondongkan tubuhnya kedepan sambil tubuhnya menghadap ke samping, menghadap ke arah Rama. "Tapi emang dia bego banget sih cerobohnya. Lo masih inget kan yang dia numpahin capcin di baju Sherlyn."

Rama tertawa terbahak, "iya anjir itu bego banget deh. Dia dengan cerianya neriakin nama lo dari jaoh, abis itu lari, terus ett jatoh. Hahahahaa..... Sumpah ya misal itu Sherlyn engga marah-marah pasti malunya sampe ke tulang dah itu. Palingan dia udah pindah sekolah apa pindah planet sekalian dah."

Shinta tertawa, "HAHAHAA.... Apasih Ram, alay banget dah lo, pindah planet."

"Lah iya anjir, kalau gue mah udah beli tiket space-x trus ke mars dah gue engga balik."

Shinta tertawa terbahak, sudah lama rasanya sejak ia bisa bersantai, berdua, bersama Rama seperti ini. Dia benar-benar merindukan keadaan seperti ini.

"Apa dah lo senyum-senyum kek gitu?"

"I'm just glad you're back, Ram."

"Well glad to be back,"

Rama tersenyum sambil menatap Shinta lekat-lekat, untuk sepersekian detik Shinta tenggelam dalam tatapan itu. Hingga ia merasakan degupannya berpacu dua kali lebih cepat. Shinta lalu memutuskan untuk mengalihkan pandangannya dan menegak jus jeruknya sampai habis agar degupan itu tidak berubah menjadi debaran.

"Ehmm..." Shinta berdehem. "Siniin dong gitarnya!"

Shinta berusaha menghilangkan keadaan canggung yang ada. Rama segera mengambil gitarnya dan memberikannya ke Shinta. Shinta mulai memainkan beberapa melody menggunakan gitar Rama. Shinta ingat, gitar ini adalah gitar yang sangat tua. Mereka bersama-sama membeli gitar ini saat Shinta kelas 1 SMP.

"Ilmu lo main gitar nggak pudar sama sekali ya walaupun nggak pernah dipake?"

Shinta tersenyum, "iya emang? Perasaan nggak seenak dulu deh gue mainnya."

"Engga kok masih enak-enak aja,"

"Lo bisa main gitar?" tanya Arra menyerobot momen antara Rama dan Shinta.

"Bisa kok," Shinta menjawab pertanyaan Arra sambil tetap memainkan gitarnya. Berbarengan dengan itu angota Kaleidoscope mulai mendatangi mereka kembali setelah selesai merokok.

"Lah lo bisa main gitar juga?" kali ini Ivan bertanya hal yang sama seperti Arra tadi.

"Jodoh deh lo berdua, nanyanya bisa samaan gitu!" Shinta mencibir ke arah Arra yang malah menyukai dicibir seperti itu.

"Gue penasaran deh alat musik apa aja yang lo bisa?" tanya Arra.

"Gue bisa apa aja ya?" tanya Shinta sambil menghadap ke Rama, meminta laki-laki itu untuk membantunya menjawab.

"Lo rata hampir bisa semua ngga sih?"

"Iya juga si," jawab Shinta menyetujui. "Tapi, kalau bisa banget piano doang sih. Tapi gue pernah belajar gitar, drum, biola, cello, apa lagi ya, banyak deh yang gue coba, tapi engga sejago itu. Alat musik pake senar gue mostly bisa, yang gue nggak bisa tuh yang ditiup."

Distance of Chance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang