C4 - Degup Jantung Pertama

131 10 0
                                    

Shinta merebahkan dirinya di sofa tengah setelah kurang lebih 3 jam mengantar bunda berkeliling supermarket untuk membeli kebutuhan bulanan. Dia memejamkan mata dan mengambil nafas panjang setelah kurang lebih 2 jam bermacet-macetan di jalanan Kota Jakarta. Jujur saja Shinta sangat malas jika disuruh untuk menemani Bunda atau Mamanya berbelanja. Dua ibu – ibu itu akan berputar mengelilingi supermarket yang tidak kecil itu secara detail dari rak menuju rak sambil menimbang – nimbang 'apakah ia perlu membeli bahan ini atau tidak?'

"Ini bunda buatin jus jeruk biar nggak panas otaknya," Shinta langsung buru-buru meneguk jus jeruk yang dingin itu.

"Assalamualaikum..." Shinta mendongak pada lelaki yang menjulang di depan pintu melepas sepatu dan kaos kakinya.

"Walaikumsallam..."

"Gimana tadi show nya, Kak?" tanya bunda yang masih berada di ruang keluarga.

"Lancar kok Bun," jawab Rama sambil mencium pipi Bundanya sekilas lalu berlalu pergi tanpa melihat ke arah Shinta.

Shit dia bener – bener marah ke gue!

"EH balik kak!" teriak bunda yang menangkap gelagat aneh di antara kedua anaknya itu. "Balik sini dulu coba."

"Apa sih, Bun? Aku capek mau istirahat."

Shinta yang paham bahwa bundanya sudah mengerti bahwa dia bertengkar dengan Rama hanya bisa menghela nafas sambil terus meneguk jus jeruknya untuk menghilangkan kecanggungan yang ada. Rama yang ingin menghindari Shinta terpaksa harus berurusan dengan bunda dan memilih untuk mematuhi bunda agar semua ini cepat berakhir.

"Kalian kenapa?"

"Kenapa apa sih, Bun?" kali ini Rama yang buka suara terlebih dahulu.

"Aduh udah deh nggak usah ngeles lagi ya, Kak! Bunda tuh tau banget kalau kalian udah diem-dieman gini berarti tandanya ada yang salah."

Shinta menghela nafas, "Iya tadi aku gak sengaja uninstall gamenya Rama, Bun. Jadi Rama kesel padahal levelnya udah tinggi."

Rama bergeming di tempatnya, 'Dia nggak ngaduin gue?'

"Sorry ya," kata Shinta sambil meneguk habis jus jeruknya. Sedangkan Rama sudah buru-buru mengabur keatas kamarnya sebelum Bunda bertanya-tanya hal lain lagi. "Yaudah deh, Bun! Shinta mau balik duluan. Besok sekolah dan Shinta belum prepare apa – apa."

"Kamu nggak mau tidur sini aja, Dek?" tanya Bunda kepada Shinta.

Tawaran Bunda memang sangat menggiurkan bagi Shinta, tetapi itu berarti dia harus tidur bersama Rama. Sedangkan dengan kondisi mereka yang seperti ini sangatlah tidak mungkin untuk berada di dalam satu ruangan yang sama. "Enggak deh, Bun. Shinta belom nyiapin seragam sekolah, sedangkan Mbak Mega lagi nggak masuk."

"Ya kan kamu punya seragam sekolah cadangan di lemarinya Rama, Sayang!"

SHIT! Gue harus ngeles pake alesan apa lagi?

Shinta tersenyum miris karena posisinya benar-benar terpojokkan. "Hehee, Shinta lupa, Bun! Yaudah deh Shinta tidur disini."

"Yaudah deh kamu sana mandi dulu, habis itu turun sama Rama buat makan malem. Rama tuh ya udah jarang makan malem dirumah. Kerjaannya kalau nggak ngeband, nongkrong mulu sampe tengah malem! Begitu pulang juga pulangnya ke rumah kamu, bukan kesini. Lagian ya, kenapa sih nggak kamu aja Dek yang kesini pas Barra sama Anna ke luar negeri. Kan juga lebih enak kamunya, ada Bunda sama Ayah di rumah." Cerocos Lana sambil berlalu pergi menuju ke dapur untuk memberesi belanjaannya.

"Habisnya setiap Shinta bangun pagi tuh Mbak Mega selalu masakin Shinta, Bun. Padahal akunya nggak minta. Ya kan kasian lah kalau nggak ada yang makan," kata Shinta sambil mengabur keatas menuju kamar Rama.

Distance of Chance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang