C6 - The First Bully

94 8 0
                                    

Sudah 3 hari Shinta menjalani kehidupan SMA-nya dengan tidak tenang. Shinta sudah bersiap dengan segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Dia selalu membawa paper spray di kantong sebelah kiri untuk perlindungan diri. Tetapi anehnya tidak ada yang terjadi. Apakah mungkin Sherlyn sudah tobat?

"Menurut lo aneh ngga sih kalau sampe sekarang Sherlyn nggak ngebully kita?" tanya Shinta kepada Arra yang sedang duduk manis disebelahnya mengerjakan soal matematika. Kebetulan hari ini Bu Effi tidak dapat masuk karena mendapat tugas ke luar kota.

"Ya bagus dong!"

"Iya sih tapi menurut lo aneh ga sih?"

"Ya aneh sih, itu bukan Sherlyn banget. Biasanya dia langsung meledak kan? Ya lo inget aja gimana dia tahun lalu ngebully anak MOS sampe pingsan ketakutan."

"Wah gila sih, waktu itu dia emang keterlaluan."

Teetttt... tetttt... teeeettttt.....

"Asik istirahat. Makan kuy. Gue pen bakso," ajak Arra.

"Lo duluan aja ya. Gue mau nganterin bekel ke Rama. Tadi pagi dia kelupaan bawanya."

"Oh tadi pagi emang berangkat sendiri-sendiri?" Biasanya Rama dan Shinta akan berangkat bersama ke sekolah menggunakan mobil Shinta. Kemudian Shinta akan menurunkan Rama di warung Emak yang berjarak 500 m dari sekolah untuk pergi dengan motornya. Tetapi hari ini motor Rama kebetulan sedang rusak jadi akhirnya Rama harus membawa mobil sendiri dari rumahnya.

"Iya motornya lagi mogok, trus dia tadi gatau kenapa berangkatnya pagi banget. Katanya ada urusan apalah gue ga paham sama hidupnya. Eh dia lupa bawa bekel yang udah ditaroh meja sama Bunda. Yaudah akhirnya gue yang bawa."

"Lo gapapa sendiri? Apa mau gue temenin dulu? Yaaa mengingat lo masuk daerah kelas 12 gitu?" Shinta segera memutar matanya malas karena Arra sengaja menekankan kata daerah dengan logat yang sama ketika dia melontarkan kata-kata itu ke Sherlyn.

"Eh! Gue gini-gini di mark Sherlyn juga gegara elo ya! Lo jadi anak suka banget kurang ajar ke temennya deh."

"Hahaahahaaaa.... Canda canda. Jadi orang serius amat. Tapi bener nih, mau gue temenin ngga?"

"Ngga usah. Kan ntar juga ada Rama."

"Aduh iya deh iya yang gamau kencannya diganggu," ledek Arra sekali lagi yang kali ini tidak digubris oleh Shinta.

Shinta segera menuju titik pertemuan yang sudah mereka gunakan selama bertahun-tahun. Titik itu ada di belakang kelas 12. Tepatnya di jembatan taman yang digunakan seseorang untuk bunuh diri 1 tahun yang lalu. Shinta tersenyum miris kala kepolisian menyatakan bahwa penyebab kematiannya adalah bunuh diri. Padahal Shinta sangat tau Daniel tidak akan bunuh diri begitu saja.

Shinta melihat laki-laki bertubuh tegap tersenyum ke arahnya. Shinta terheran-heran mengapa mood Rama pagi ini terlihat baik. Tapi bukankah lebih baik begini daripada menghadapi Rama yang jutek? Shinta segera menghampiri Rama dan memberikan sekotak makan kepada Rama.

"Makasi ya..."

"Sama-sama. Yaudah gue langsung balik aja ya. Gue udah ditungguin Arra."

"Ati-ati ya. Lo bawa paper spray kan?"

"Apa sih, Ram? Gue cuman mau ke kantin."

Rama berdecak, "Ya tapi kan lo di daerah kelas 12, Shin."

Seketika Shinta ingat ucapan Arra padanya tadi di kelas, "Hahaa lo itu ya jodoh kali sama Arra. Bisa samaan gitu ngomongnya."

"Tapi gue ngga mau sama Arra, maunya sama lo!"

Shinta diam terpaku, nafasnya tercekat, bola matanya terbuka lebar menatap 2 manik cokelat yang sedang menatapnya dalam, "apa sih, Ram? Ngaco lo! Udah lah gue balik."

Distance of Chance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang