9- Pernikahan

7.7K 658 24
                                    

Semuanya terjadi begitu cepat, setelah mengatakan keputusannya Fugaku langsung menyiapkan segala hal yang di perlukan untuk pernikahan Sasuke dan Sakura.

Bahkan bungsu Uchiha itu hanya memasang wajah datar saat teman-temannya yang lain tidak sengaja mendengar semua permasalahan. Memandang sekilas pada Sasuke kemudian berpamitan pulang dari sana, hingga tepukan kecil dari Naruto membuat pria itu tersentak.

"Kau harus melakukannya Sasuke."

Ini adalah hari terakhir mereka untuk bisa bertemu dengan Sasuke secara bebas, entah apa yang terjadi setelah pasangan itu sah.

*****

Kebanyakan orang akan bahagia di hari pernikahannya, namun itu tak berarti bagi Sakura. Dia menghela napas kasar saat mengingat ucapan Ayah Sasuke, yang mana ia harus berhenti kuliah. Padahal tinggal beberapa bulan lagi maka ia bisa mendapat gelar yang sudah lama dirinya impikan.

Fugaku sempat memberikan mereka sebuah surat perjanjian berisi tidak ada yang boleh mengugat cerai sebelum Sakura melahirkan. Jika salah satu dari mereka melakukan itu maka bersiaplah untuk membayar konsekuensi yang sudah Fugaku tetapkan.

Belum lagi dengan membayangkan kehidupannya bersama Sasuke, dapat dipastikan untuk kedepannya ia tidak akan menjalani hari dengan tenang.

"Sakura, aku tak ingin kau bersedih. Jangan buat dirimu tertekan." Ino berujar pelan sambil memeluk sahabatnya.

"Apa aku bisa menjalani ini semua Ino?"

"Ya, kau pasti bisa Sakura. Ayo tersenyum jangan biarkan air mata itu membasahi pipimu, apapun yang terjadi nanti kau bisa menceritakannya padaku," ujar gadis pirang tersebut menatap mata Sakura dalam, menggenggam jemari sahabatnya dan tersenyum manis.

Mata emerald wanita Sakura membalas tatapan Ino. Apa benar dia akan kuat menjalani kehidupan barunya nanti?

"Ingat Sakura. Buktikan pada Sasuke bahwa cintamu sungguh nyata adanya."

"Baiklah."

"Dan ini juga untuk anak kalian berdua, dia hadir untuk menemanimu Sakura." Ino melepaskan genggamannya kemudian tersenyum manis. "Setelah ini kita akan jarang bertemu, benar begitu bukan? Mungkin besok adalah hari terakhir kita berjumpa di kampus."

"Begitulah Ino. Rasanya sungguh berat jika harus melepas semuanya begitu saja, namun perkataan Ayah Sasuke ada benarnya kalau aku harus menjaga diri agar tak terjadi hal yang buruk."

Ceklek!

Pintu terbuka menampakkan sosok wanita paruh baya yang tersenyum manis, ia berjalan mendekat.

"Sakura kau sudah siap?" tanyanya.

"Sudah Bibi."

"Ayo kita keluar calon suamimu telah menanti di sana." Nyonya Inoichi menarik tangan Sakura dan mengiringinya keluar, sedangkan Ino mengikuti langkah mereka dari belakang.

Perlahan pasti mereka memasuki ruangan yang sudah di desain sederhana. Di sana telah berdiri Fugaku dan Mikoto yang berwajah dingin, tak lupa juga teman-teman Sasuke dan pasangan mereka.

Ayah Ino mengambil tangan alih Sakura, mengantar wanita musim semi itu menuju calon suaminya yang sudah menunggu di depan sana.

Sakura menatap Sasuke kagum, bagaimana tidak saat ini calon suaminya itu memakai jas hitam yang terlihat pas di tubuh tinggi tegaknya.

Mata mereka saling tatap dan dengan cepat Sasuke mengalihkan pandangan. Pria tersebut tampak resah memikirkan sesuatu, dia begitu tak siap untuk menikah apalagi akan menjadi seorang Ayah. Sebagian dari dirinya merasa bimbang dan selebihnya terdapat rasa bahagia yang membuncah, entahlah ia juga tak mengerti dengan perasaan itu.

Semua berjalan lancar tanpa ada tawa bahagia, bahkan ciuman singkat tadi terasa sangat hambar. Wanita musim semi tersebut diam menatap ke depan, kakinya terasa lemas dan penglihatan yang mulai berputar.

"Aku tahu kau lelah Sakura, duduklah! Akan ku ambil minuman untukmu," ujar Ino yang sedari tadi memperhatikan gerak gerik sahabatnya, bahkan ia langsung menarik Sakura menuju kursi tempat ia duduk tadi.

Mengabaikan sosok Sasuke yang menatap kepergian mereka datar.

"Sakura berbahagialah." Tiba-tiba Sai berujar memecahkan keheningan, wanita musim semi itu menoleh dan melihat Sai yang tersenyum sampai matanya menyipit, sebuah senyuman yang tulus.

"Iya terimakasih Sai."

Ino mengulurkan sebuah gelas berisi air putih, "Ini minumlah Sakura."

"Terima kasih Ino." Ia menerimanya dan meminum air itu rakus.

Teman Sasuke yang lainnya sudah pamit terlebih dahulu sedangkan Sai ingin menemani sang kekasih yang masih tak ingin berpisah dengan Sakura.

"Berjanjilah padaku bahwa kau akan menjaga keponakanku dengan baik." Gadis itu menangis di pelukan Sakura, dia benar-benar tak rela jika harus berpisah secepat ini.

"Iya Ino."

Pelayan membantu memasukkan barang-barang Sakura, mereka berdua akan pergi menuju Apartemen Sasuke menggunakan mobil yang di beli pria itu dengan uang jajan yang di tabungnya.

Sebelum masuk ke dalam mobil, Sakura melihat lagi ke arah Ino. Air mata menggenang di pipinya.

"Cepat selesaikan drama ini," timpal Sasuke datar.

Mendengar perkataan Sasuke barusan,  cepat-cepat Sakura melambaikan tangan dan masuk ke dalam mobil, perlahan mereka keluar dari pekarangan rumah mewah keluarga Uchiha.

"Apa mereka akan bahagia Sai?" tanya Ino lirih.

"Semoga Ino."

*****

Mereka telah sampai di Apartemen yang menjadi saksi bisu atas apa yang sedang terjadi, Sakura menghela napas singkat dan mengangkat koper miliknya.

"Disini hanya ada satu kamar." Sasuke berujar sambil menunjuk pintu kamar bercat hitam.

"Apa kita akan sekamar?" tanya Sakura memastikan.

"Hn."

Wanita musim semi itu langsung merasa tak nyaman, "Apa ...."

"Aku tidak akan menyerangmu!" potong Sasuke cepat. Dia berjalan meninggalkan Sakura yang masih berdiam diri.

Sakura menggelengkan kepala kemudian menyusul Sasuke, tangannya terangkat untuk membuka pintu kamar secara perlahan. Dia sedikit mengernyit saat melihat satu bantal beserta selimut tersusun rapi di sofa.

"Kau mau tidur di mana? Kasur atau sofa?"

"Sofa."

Setelah mendengar jawaban Sakura, Sasuke langsung membuka kemeja yang membalut tubuhnya.

"Kenapa kau menunduk?" tanyanya saat sang istri diam sambil tertunduk.

Sakura tidak bisa melihat Sasuke yang bertelanjang dada di depannya, itu sungguh tak sopan. Tapi sekarang mereka sudah suami istri, bukanlah hal yang wajar?

Wanita tersebut terkejut saat Sasuke melempar kemeja ke sembarang arah. Terdengar langkah kaki yang mendekat membuat Sakura mundur perlahan.

Tubuh kecilnya terkurung antara sofa dan juga lengan Sasuke, rasa takut langsung menyerangnya. Dengan kasar ia mendorong Sasuke dan menekuk kaki di depan dada, air mata kembali turun membasahi pipinya.

"Cengeng." Sasuke berbalik badan melangkah menuju ranjang, meninggalkan Sakura yang masih terisak pelan.

"Disini semuanya dimulai, Mama akan menjagamu Nak." Sakura menghapus air matanya kemudian mengelus perutnya yang masih rata. "Tumbuhlah dengan sehat."





*****

Bersambung.

For Now And Forever [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang