One

454 9 13
                                    

Roti selai nanas serta sebuah susu kotak kesukaanku sudah tergeletak rapi di atas meja kelasku.

Tanpa mencari tau lebihpun aku sudah yakin jika Jae yang memberiku sarapan sehat itu.

Memang ini sudah menjadi kebiasaannya sejak hari pertama kami berkencan. Kekasihku itu sungguh manusia yang sangat penyayang sampai teman-temannya menyebutnya 'bucinnya Yuju'.

"Udah bosen belum?" katanya tiba-tiba.

"Ya Tuhan Jae! Kaget aku tu, kapan masuknya sih? Kenapa nggak ketuk pintu dulu?" omelku padanya.

Dia tersenyum lebar seraya mencubit pipiku.

"Emangnya ada peraturan kalau mau masuk kelas sendiri harus ketuk pintu hm?"

"Seenggaknya kamu bersuara kek waktu jalan ke sini, jantung aku mau copot tau!"

Dia mendudukkan dirinya diatas meja sebelahku.

"Tenang, kalau jantung kamu copot aku bakal kasihin jantung ku buat kamu. Lagian mikirin apa sih sampe segitu kagetnya? Mikirin aku ya?"

Aku memutar bola mataku malas.

"Enggak ya! Tumben jam segini udah masuk kelas? Biasanya di lapangan."

"Lagi pengen berduaan sama kamu aja hihi, duduk sini!" katanya seraya menari kursi yang ada depannya.

"Nggak mau ah! Aku mau duduk di kursi aku sendiri. Lagian kalo nanti ada guru yang lewat bisa kena point," kataku kemudian duduk di kursiku sendiri.

Mejaku berada di barisan kedua dan tepat disamping jendela, sedangkan bangku milih Jae berada di barisan belakang yang dekat pintu belakang.

Jae kemudian berpindah ke kursi dan menariknya supaya lebih dekat denganku.

"Mana ada guru keliling kelas jam segini, kamu cuma cari alesan kan?"

"Hmm," kataku yang sedang sibuk mengeluarkan buku tulis matematikaku.

"Kamu mau belajar?"

"Iya," singkatku yang sudah mulai fokus dengan bukuku.

"Dimakan dulu dong rotinya, aku udah capek-capek beliin itu di toko ujung jalan, masak nggak kamu makan sih?"

Aku hanya diam dan mengabaikan perkataannya.

Lima menit berlalu namun dia masih diam saja, akupun memutuskan untuk melirik sebentar ke arah wajahnya, sepertinya dia sedang merajuk padaku.

"Iya, iya! Aku makan deh, tapi gimana dong ini? Tangan kananku lagi sibuk nulis, aku nggak suka makan pakai tangan kiri."

Dia berdiri dari bangkunya, aku kira dia akan tetap merajuk dan pergi meninggalkan kelas, tapi ternyata ia berpindah ke kursi yang ada di depanku.

"Aku suapin!" serunya dengan semangat.

"Makasih."

"Buka mulutnya dong sayang!" katanya seraya menyuapiku roti.

Aku melihatnya dengan tatapan tajam, "Udah dibuka ini tu, mulutku aja yang kecil!"

"Kalau makan jangan sambil bicara nanti keselek!"

Sungguh kekasihku itu, ingin rasanya aku mencekik lehernya.

"Emang nggak capek apa tiap hari belajar? Toh kita juga masih kelas sebelas, ngapain terlalu serius belajar?"

"Kamu juga, nggak capek apa latihan basket terus? Nggak capek musikan terus? Masih kelas sebelas juga, masih banyak waktu buat kek gituan!" omelku balik padanya.

"Iya deh iya aku kalah," katanya kemudian menyuapiku lagi.

"Sayang, orang tua kamu masih neken kamu buat belajar ya?" tanyanya tiba-tiba yang membuatku berhenti menulis angka-angka sialan ini.

"Kayaknya nggak seharusnya kita ngomongin ini disekolah deh Jae," kataku kemudian menutup bukuku dan mengakhiri sesi belajar pagi sialan ini.

Aku memutuskan untuk pergi keluar kelas, mencari angin segar seraya mengamati teman-temanku yang mulai menapakkan kaki di halaman sekolah.

"Sayang maafin aku, nggak gitu maksudku," kata Jae yang tiba-tiba sudah duduk di sampingku.

"Iya aku tau, udah ya nggak usah bahas yang tadi lagi."

"Woi gue cariin dikelas kaga ada taunya lagi bucinan di sini!" itu suara dari neraka milik sahabatku, Minji.

Sepertinya Jae kesal dengan kehadiran Minji di tengah-tengah kami.

"Kenapa sih lo ganggu aja!"

"Kaga puas apa bucinan dari pagi jam 6? Setengah jam tu udahan!" kata Minji yang sedang memaksakan diri duduk di sela-sela kami.

"Minji ih! Sempit tau!" ketusku kemudian berdiri dan duduk di pangkuan Jae.

"Heh heh! Belum suami istri!" katanya seraya menepuk-nepuk pahaku.

Dengan sedikit kesal akupun berdiri, "Lagian lo ngambil tempat duduk gue sih!"

"Udah! udah! Sini duduk!" kata Jae yang sudah berdiri.

"Nah! Dari tadi dong lo! Eh Ju, lo udah tau belom kalo selasa ada olimpiade matematika di Univ S?"

"Iya tau, gue udah daftar dari bulan kemarin," kataku yang sedang memainkan jari milik Jae.

"Ji geser dong dikit, kasihan si Jae," lanjutku.

Minjipun bergeser dan aku memberikan sedikit ruang untuk Jae duduk, meski hanya setengah pantat.

"Kamu kok nggak cerita sama aku kalau ikut olimpiade?"

"Udah bilang deh waktu itu, kamunya aja yang nggak perhatiin aku."

"Kapan? Belum ngerasa denger tuh aku!" katanya ketus, Tuhan sepertinya Jae marah padaku.

"Ya Tuhan Jae, H-1 pendaftaran aku tu ngomong sama kamu, cuma kamu nggak dengerin aku dan milih buat ngobrol sama temen-temen kamu. Inget nggak waktu di lapangan basket?"

"Emang iya?"

"Ah taulah! Sebel aku sama kamu!" ketusku kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.

Samar-samar aku mendengar Jae berkata kepada Minji, "Yuju lagi PMS?"

[END] When You Love Someone •• [PARK JAEHYUNG]°°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang