"Dowoon dimana?" tanyaku ulang dan mengabaikan apa yang dikatakan oleh Jae.
Ia menghembuskan nafasnya kasar.
"Apa kalian pacaran?" tanyanya seraya berdiri dari duduknya.
Aku harus menjawab apa? Tuhan! Kenapa aku selalu seperti ini!
"Iya! Dia dimana sekarang?"
Lagi-lagi aku membohongi diriku sendiri.
Tanpa menjawab, Jae menggendongku dan menaruhku di kursi rodaku. Setelah itu, ia mendorongku ke jalan yang mengarah ke rumahku.
Apa Dowoon sengaja kembali kerumah dan meninggalkanku bersama Jae? Anak sialan itu!
"Maaf Jae!" gumamku ketika kami sudah sampai di gerbang rumahku.
Kenapa aku sejahat ini?
Ia menghentikan kursi rodaku tepat di depan pintu rumah, "Aku pulang ya."
Aku langsung mencengkeram erat tangannya ketika ia akan melepas tangannya dari kursi rodaku.
"Kenapa? Mau dianter sampek dalem?"
Aku menggelengkan kepalaku. Aku tak tahan berpura-pura seperti ini.
Aku menangis tanpa bersuara.
Dasar Labil!
Jae berjongkok di samping kursi rodaku, ia menatapku dengan wajah penuh tanya.
"Kenapa nangis?" tanyanya sembari menusap air mataku.
Aku menutup rapat kedua mataku. Aku bingung, apa yang harus kulakukan saat ini? Apa lebih baik aku jujur padanya? Atau aku harus berpura-pura, seperti sebelumnya.
"Ngapain kamu disini!"
SIAL!
Kenapa Mama dan Papa pulang secepat ini? Biasanya mereka pulang saat aku sudah tertidur.
Apa ini tanda dari Tuhan jika aku memang tidak ditakdirkan bersama Jae?
"Mau apa lagi kamu? Tidak cukup membuat hidup anak saya menderita?"
Papa menendang tubuh Jae dan membuatnya tersungkur ke lantai.
"Cukup Pa! Ma! Aku kayak gini bukan karena Jae! Emang takdirnya aja," teriakku pada mereka.
"Kamu udah dibikin cacat tapi masih aja ngebelain anak berandalan kayak dia!"
"Siapa sih Ma yang berandalan? Jae anak baik-baik!"
Semua temanku keluar dari rumah dan menyaksikan pertikaian ini, bahkan tante Yoora juga datang ke rumah.
"Ada apa ini mbak?" tanya tante Yoora pada Mamaku.
Bukannya menjawab, Mama malah memarahi tante Yoora.
"Kamu jangan ikut camur ya! Terakhir kali, kamu bantuin anak saya buat minggat sama berandalan ini!"
Tangisku semakin pecah, kenapa Mama dan Papa bisa sejahat ini?
"Ma! Cukup ya! Kenapa sih Tuhan nggak ambil nyawa Yuju aja waktu itu? Yuju lebih seneng ada di sisi Tuhan daripada kalian!"
Jae kembali berdiri dan tiba-tiba saja memelukku dari depan.
"Jangan ngomong gitu Ju! Tuhan tau jalan terbaik buat kamu," katanya sembari mengusap punggungku.
Aku merindukan pelukan hangat ini, selalu saja ada pelukan ini ketika aku bersedih atau bertengkar dengan keluargaku.
"Jae, cari orang lain yang lebih pantes buat kamu. Jangan sama aku yang cacat ini, bahkan Mama sama Papa sebenernya udah nggak mau punya anak kayak aku yang cacat ini. Dan pada akhirnya, aku cuma bisa ngerepotin kamu," kataku sedikit lantang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When You Love Someone •• [PARK JAEHYUNG]°°
FanfictionIt was a really hard day today My heart aches for you The only thing I can do for you Is to be next to you, I'm sorry You're so pretty when you smile So every time you lose that smile Even if I have to give my all I want to give it back to you I wan...