SIX

178 6 25
                                    

Tok! Tok! Tok!

Pagiku disambut dengan suara ketukan pintu dan seberkas sinar mentari.

Ini kali pertama aku bangun sesiang ini, biasanya aku terbangun akibat suara alarm sialan yang memaksaku untuk bangun awal dan segera mempersiapkan diri untuk mempelajari buku dan video pembelajaran sialan itu.

8.00 a.m

“Abang bangun! Sarapan dulu, nanti bisa tidur lagi!” itu suara Bunda di luar kamar.

Sedetik kemudian aku tersadar, tadi malam aku belum ijin ke orang tua Jae jika aku tidur di kamar Jae.

Bagaimana jika mereka menganggapku wanita yang tidak benar? Semoga saja Yejin masih terlelap dalam tidurnya.

“Adek! Abang! Buruan bangun! Bunda sama Ayah mau ke rumah tante Sohee sekarang!” teriakan Bunda lebih keras dari yang tadi.

Nihil! Tidak ada satupun jawaban yang anak-anaknya lontarkan, bahkan suara pintu terbukapun tak ada.

Aku? Aku hanya diam, menantinya pergi. Kuharap ini berlalu dengan lebih cepat.

Beberapa menit kemudian aku mendengar suara mobil menyala dan perlahan pergi meninggakan rumah ini.

Akupun membangunkan Jae yang masih terlelap dalam tidurnya.

“Jae bangun! Bunda sama Ayah kamu udah pergi!”

“Hm?” Gumamnya yang masih setengah sadar.

Iapun terduduk dan berupaya untuk mengumpulkan segenap kesadarannya.

“Bunda udah nyiapin sarapan, kamu mau makan apa lanjut tidur? Kalau lanjut tidur, pindah ke kasur aja,” kataku seraya mengambil baju bersih dan peralatan mandiku.

“Aku mau mandi dulu,” lanjutku sembari menutup pintu kamar mandi.



Lima belas menit kuhabiskan untuk menuntaskan pembersihan diri rutinku ini.

Saat aku keluar, ternyata Jae masih terlelap di kasurnya. Mungkin dia memang sedang membutuhkan istirahat yang lebih, atau mungkin ini memang kebiasaannya?

“Bang! Bunda kemana ya?”

Aku mendengar suara Yejin dari luar kamar, tanpa babibu akupun membukakan pintu untuknya.

“Bunda sama Ayah kamu udah pergi ke rumahnya tante Sohee Jin,” jelasku padanya.

Iya membulatkan matanya. Kupikir ia kaget karena Ayahnya sudah pulang dari berlayar, tapi ternyata..

“Kakak sama Abang tidur bareng?”

Sepertinya Yejin salah paham, mungkin karena Jae saat ini berada di kasurnya? Dan kasur lipatnya pun sudah ia kembalikan ke tempat semula.

“Abang kamu tidur dibawah Jin, tadi dia pindah ke atas waktu kakak mandi. Tadi malam kakak udah ketuk pintu kamu berulang-ulang tapi kamu nggak bukain, tadinya kakak mau tidur di sofa ruang tengah tapi abang kamu nggak ngebolehin, katanya banyak nyamuk,” jelasku penjang padanya.

Yejin tersenyum penuh arti.

“Hehe Yejin sengaja sih kak!”

“Ha? Gimana gimana?”

“Tadi malem tu sebenernya Yejin belum tidur, dan Yejin denger semua ketukan dan teriakan kakak sama abang. Tapi Yejin pengen kerjain kalian hehe, taunya kalian nggak tidur seranjang! Ah nggak seru deh!” katanya dengan muka kecut di akhir.

“Yak! Kamu tu, untung abang kamu tu pria baik-baik Jin. Jangan gitu lagi besok-besok, kamu tu masih kecil, tapi udah bikin prank kayak gini,” kataku yang sudah terlanjur kesal.

“Ya maaf kak. Biar kalian cepet nikah gitu, terus aku punya keponakan, hihi,” ketanya kemudian berlari ke bawah.

“Yejin siapa yang ngajarin!” teriakku sampai membuat Jae bangun.

Jae terbangun dari tidurnya dan berjalan menghampiriku.

“Kenapa sih pagi-pagi udah teriak-teriak? Kayak Bunda aja.”

“Adek kamu tu! Dia sengaja tutup pintu kamarnya tadi malem, padahal dia belum tidur. Katanya biar kita tidur seranjang!” kesalku.

“Yudah lah, seenggaknya itu bikin aku tau seberapa cinta kamu ke aku,” kata Jae seraya mencubit pipiku.

Aku berjalan santai ke bawah.

“Sekarang aku tau siapa yang ngajarin Yejin kek gitu.”

“Aku nggak ngajarin Yejin!” kata Jae dari atas yang masih bisa aku dengar.

Yejin sudah terduduk rapi dengan sebuah piring berisikan nasi goreng buatan Bundanya.

Ia tersenyum padaku sembari mengacungkan jempol kirinya.

“Abang tu sebenernnya byuntae kak!” katanya dengan sangat pelan.

Aku hanya meberikan jawaban senyum padanya. Masa bodoh akan kebenaran itu, yang penting ia tak pernah berani macam-macam padaku maupun orang lain.

“Ih kak Yuju tu! Jangan senyum doang, tanggepin kek!” kesalnya kemudian melanjutkan makan.

Aku duduk di depannya.

“Terus kenapa kalau abang kamu byuntae? Kakak nggak pernah di macem-macemin kok sama dia, lagian dia juga nggak pernah macem-macem ke orang lain, sopan dia tu.”

“Kapan sih kakak kena prank aku? Kak Jae juga sih, terlalu baik! Pacarnya jadi sepercaya ini kan. Kapan ya kalian bisa marahan gitu? Nggak seru kalau hubungan lacar terus. Harusnya kek drama gitu, kan enak ditontonnya,” katanya tanpa berfikir panjang.

“Heh! Kamu nyumpahin abang sama kak Yuju berantem?” tanya Jae setengah emosi yang sedang turun dari tangga.

“Nggak gitu juga sih,” gumam Yejin kemudian pergi ke kamarnya lagi, melewati tubuh abangnya dengan sangat cepat.

“Yejin abang belum selesai bicara!”

Jae hendak mengejar adiknya itu, namun aku tahan.

“Udahlah Jae, Yejin pasti cuma bercanda,” kataku mencoba menenangkannya.

“Hubungan tu nggak untuk dibercandain Ju!” jawabnya dengan kesal padaku.

“Kok keselnya ke aku sih?”

“Maaf, kebawa emosi!” katanya kemudian mengambil nasi goreng buatan Bundanya itu.

[END] When You Love Someone •• [PARK JAEHYUNG]°°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang