EIGHT

162 6 28
                                    

✨DOUBLE UPDATE YEY
....

Setelah kejadian tadi, Hanbin dan teman-temannya membuat banyak lelucon untukku. Sepertinya mereka merasa bersalah, mungkin mereka pikir jika aku tidak naik ke panggung hal ini tidak akan terjadi.

"Ketawa dong Ju!" kata June si drumer.

"Udah senyum ini tu! sumpah gue gapapa jadi kalian nggak usah ngelucu gini," kataku mencoba tegar

"Gue nggak enak Ju, gara-gara kita lo jadi putus sama Jae."

"Udahlah Bin, emang kita udah renggang dari lama. Mungkin ini emang jalan terbaik buat hubungan gue sama dia," kataku dengan sok tegarnya.

"Gue pulang dulu ya, gue udah ijin ke guru. Kakak gue udah jemput gue di gerbang depan," pamitku pada mereka.

Namun tetap saja, mereka masih mengawalku sampai gerbang.

Mereka melihat ke sekeliling gerbang, mencoba untuk menemukan keberadaan kakakku.

"Yang mana kakak lo?"

"Itu!" kataku seraya menunjuk mobil sport berwarna merah milik kak Chanyeol yang terparkir di seberang jalan.

Hanbin, June, dan donghyuk berjalan mendahului ku, menyetop beberapa kendaraan yang hendak lewat.

"Buruan lewat!" seru donghyuk.

"Maaf mbak mas! Tuan putri saya mau lewat dulu!"

Sungguh kocak sekali Hanbin dan teman-temannya ini.

"Makasih ya! Bye!" pamitku pada mereka sebelum masuk ke dalam mobil kak Chanyeol.


Kak Chanyeol masih diam dan mengamati mereka bertiga yang masih melambaikan tangan di sebrang jalan.

"Temen kamu gila semua ya?"

"Iya kali kak!" jawabku setengah tertawa.

Mata kak Chanyeol sekarang beralih dari mereka ke wajahku. Raut wajahnya sedikit aneh.

"Kenapa kak?" tanyaku penasaran dengan apa yang dipikirkannya.

Dia mengambil kaca yang berada di dasbornya.

"Ngaca makanya! Nangisin apa kamu? Jujur sama kakak? Nggak heran temen-temen kamu jadi segila itu! Mereka pasti cuma mau ngehibur kamu kan? Jujur sama kakak, siapa yang bikin kamu nangis?" tanyanya bertubi-tubi seolah polisi yang sedang mengintrogasi penjahat.

"Aku putus sama Jae," jujurku padanya kemudian menangis lagi

Bukannya marah, kak Chanyeol justru tersenyum bahagia.

"Akhirnya kamu putus juga dari berandalan itu," katanya kemudian melajukan mobilnya.

Aku hanya bisa menangis sendu, seperti inikah cinta tanpa restu? Bahkan disaat sakitpun mereka justru tertawa bahagia bukannya memberikan semangat kepadaku.


.


Aku menapakkan kakiku di rumah tekanan ini. Mama dan Papa sedang mengeluarkan kopernya dari kamar.

"Sayang, Mama sama Papa mau ke rumah nenek kamu. Kita pergi selama tiga bulan, jadi baik-baik dirumah dan nurut sama kakakmu. Jangan lupa belajar! Manfaatkan waktu liburan kamu sebaik mungkin," kata Papa yang entah kenapa selalu saja berpergian entah kemana itu.

Dan pesannya untukku selalu saja sama.

Mereka sudah berangkat ke bandara menggunakan taksi yang telah mereka pesan sebelumnya. Saat ini hanya ada aku dan kak Chanyeol dirumah. Tapi aku yakin, beberapa menit lagi hanya tinggal aku disini.

"Kakak mau ke kampus dulu, kamu di rumah aja. Awas kalo sampai kelayapan nggak ijin kakak!" pamitnya? Atau ancamnya? Entahlah aku tidak perduli.

Biasanya saat seperti ini, Jae yang selalu menemaniku. Dia yang selalu mengajakku mengobrol dan melupakan segala pikiran buruk yang ada di pikiranku.

Jangankan untuk mangharapkan kehadirannya, meminta kabar padanya-pun aku tidak kuasa.

Line ku sudah diblock olehnya sejak kemarin. Dan sia-sia saja aku mengirimkannya banyak pesan tadi malam.

Drt!
Teleponku berbunyi, ternyata telepon dari Bundanya Jae.

"Halo Bun, gimana?" tanyaku yang mencoba bersikap biasa saja.

Saat ini aku sedang menangis. Aku hanya tidak ingin membuat Bunda khawatir jika ia mendengar suara tangisanku.

"Bisa kerumah nggak Ju? Bunda mau tanya-tanya soal PPDB sekolah kamu. Rencananya Yejin mau masuk sana."

Oh ya, aku melupakan sesuatu. Aku adalah ketua OSIS di SMA Mansae.

"Sekarang Bun?" tanyaku padanya, pasalnya saat ini masih jam sekolah.

Aku akan menggunakan alasan itu untuk menolak tawaran Bunda. Aku belum siap bertemu dengan keluarga Jae.

"Sekarang kamu pasti masih sekolah kan? Nanti saja sepulang sekolah, sekalian bareng Jae."

Tuhan!

"Sekarang Yuju udah pulang kok Bun, tadi ijin soalnya mau nganter Mama Papa yang mau ke Belanda. Yuju kesana sekarang ya Bun," kataku dengan beberapa kebohongan didalamnya.

"Ya, Bunda tunggu ya sayang!"

"Okey Bun"


.


Aku sudah menginjakan kakiku di rumah ini. Rumah yang sangat aku impikan. Ternyata doaku hanya sebatas doa itu, seharusnya aku berdoa lebih dari itu.

"Kak Yuju, masuk sini kak," Yejin menyambutku di pintu rumah mereka.

Bunda duduk di ruang tamu, ia tersenyum kepadaku. Sungguh, aku sungguh ingin membalas senyuman itu. Namun, malah air mata yang membalas senyumannya.

Maaf Bun, Yuju nggak pernah bisa bohong sama Bunda. Yuju sakit Bun, Yuju nggak bisa berjalan dengan lurus, Yuju nggak bisa berdiri dengan tegak. Maaf!

"Kamu kenapa?" tanya Bunda seraya memelukku yang sudah terduduk lemas di lantai.

Aku harus berkata apa padanya?

"Kita putus Bun," kataku dengan sangat lirih.

Sungguh aku tak bisa berkata lebih jauh.

"Jae nyakitin kamu ya? Apa dia selingkuh?"

Bahkan Yuju nggak tau masalah yang mana yang bikin kita putus Bun.

Aku menjawabnya dengan menggelengkan kepalaku.

Bunda mengusap pelan punggungku, "Terus kenapa kalian putus?"

"Kita udah nggak saling sayang."

Bukan aku yang menjawab itu melainkan Jae yang entah dari kapan sudah berada di belakangku. Ia tidak menunjukkan ekspresi apapun. Hanya diam tanpa senyum.

Kita? Itu hanya kamu Jae! Kamu dan ego kamu! Dan mungkin perasaan kamu.

[END] When You Love Someone •• [PARK JAEHYUNG]°°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang