Chapter 10

11 2 1
                                    

"Kalo gitu aku pamit ya. Besok aku bakal langsung pulang, jadi kayanya kita gak akan ketemu dulu. Tapi nanti aku kabarin lewat telepon." Aku hanya mengangguk tanpa ekspresi.

Kevin menangkup kedua pipiku, menatapku begitu dalam.

Kulihat matanya yang sedikit berkaca-kaca. Bisa kulihat ada kekhawatiran di bola matanya.

"Jangan sedih lagi, aku sayang kamu Dian."

"Aku juga sayang Kevin. Sangat dan teramat." Ia tersenyum simpul.

Kemudian aku turun dan bergegas menuju rumahku tanpa menoleh ke arahnya.

Kubiarkan mobilnya pergi begitu saja tanpa ku tunggu seperti biasanya.

Aku hanya takut, ketika melihat mobilnya berlalu seakan-akan aku sedang menatap kepergiannya dari hidupku.

Maafkan aku Kevin. Maafkan jika aku terlalu mencinta.

***

Saat aku membuka pintu kulihat seisi ruangan yang gelap gulita, aku bahkan lupa untuk menyalakan lampu.

Tapi bukankah perjalananku ke Jakarta tadi bukan bagian dari rencana kami?

Aku bahkan tidak membawa persiapan apapun.

Saat menuju ruang televisi, sosok tinggi putih besar bangkit dan melayang menuju arahku.

Bulu kudukku berdiri, nafasku tercekat, lututku gemetar, bahkan aku tidak bisa menggerakkan langkahku.

Aku mulai berdoa. Berkomat-kamit, meminta Tuhan agar mengusirnya dari pandangan.

Kemudian sosok putih itu menerkamku! Kurasakan hantu tersebut memegang bahuku lalu..

ARGGGHHHHHHHHHHHHH!!!!!!

Kami teriak secara bersamaan. Sebentar.. hantu itu.. teriak? Aku mengerutkan dahiku bingung.

Tunggu dulu, bukankah setan itu tembus pandang dan tidak bisa menyentuh?

Saat ku nyalakan saklar lampu, sosok putih itu memperlihatkan sederet giginya yang putih dan menyeringai tanpa dosa.

Gery? Sial. Pekikku. Ia menutup seluruh badannya dengan selimut tebal berwana putih.

Biar ku tebak, ia sepertinya tertidur di sofa sambil menungguku. Karena kesal, ku pukul ia dengan sekuat tenaga tapi sedetik kemudian kedua tangannya menahan kepalanku.

"Kamu habis nangis? Di apain kamu sama si berandal gila itu? Bilang biar Gery hajar! Lagian kemana aja sih? Gery telepon gak aktif, di kampus juga Gery tanya katanya Nada gak masuk. Kamu bolos?".

Ia menghujaniku dengan begitu banyak pertanyaan. Aku terdiam cukup lama.

Sambil menatap cermin dekat ruang televisi, aku tersenyum miris. Pantas saja Gery tahu aku menangis.

Mataku terlihat sembab, hidungku merah, wajahku pucat seperti zombie, penampilanku sangat kacau. 

Menurut kalian, apakah aku harus bercerita tentang masalah tadi kepada Gery? Aku menghembuskan nafasku kasar.Sepertinya tidak. Tidak untuk saat ini. 

Aku akan membiarkan diriku larut dalam diam sebentar. Karena jika aku cerita aku takut menangis lagi. Aku sudah cukup lelah setelah terus-terusan menangisi kejadian tadi sore.

"Nada mau sendirian dulu, Nad harap Gery ngerti."

Tanpa banyak bicara, Gery pun memberiku ruang untuk sendiri. Ia pamit.

***

Aku terbangun ketika seseorang mengelus rambutku lalu berkata dengan lembut.

SELENOPHILE (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang