Chapter 15

14 2 18
                                    

Jangan lupa siapin nafas untuk baca part ini..

Lagunya jangan dulu di play yaaa. Kalau ceritanya udah selesai di baca, baru boleh di play. He-he.

Enjoy!

.

.

.

.

***

"Kamu datang?"

"Dasar bodoh! Kenapa nekat sendirian dateng kesini? Gimana kalo aku gak dateng?! Mau sampai jam berapa berdiri disini hah?!" Ucap laki-laki yang setengah berteriak untuk menandingi suara hujan.

Kalian benar.

Gery.

Bukan Kevin.

Aku termenung menatapnya. Bagaimana bisa ia tahu aku sedang berada disini?

"Cuma orang bodoh yang mau nunggu ber jam-jam tanpa kepastian. Gimana kalau aku gak dateng terus kamu pingsan karena kelaperan? Gimana kalau ada orang yang nyakitin kamu? Nyulik kamu? Gimana kalau ada orang jahat yang nemuin kamu sebelum aku?!" Ia terus memarahiku.

Aku berjalan mendekat, ku peluk erat tubuhnya dan menumpahkan segala keluh kesahku di dadanya.

"Maaf."

"Selalu aja, nyusahin aku! Kenapa kamu gak pernah berhenti bikin aku khawatir?"

Kemudian aku merasakan sebuah tangan yang membalas pelukanku tak kalah erat. Entah mengapa tangisku semakin pecah. 

Hanya suara hujan yang menjadi saksi apa yang terjadi malam ini. Betapa pedulinya Gery, dan bagaimana caranya melindungiku dari kecil. 

Aku melonggarkan pelukanku untuk menatap mata Gery. Sesaat kulihat matanya yang mulai merah dan berkaca-kaca.

"Kita pulang. Pegang sebentar." Ia menyodorkan payungnya, kemudian melepas jaket yang ia pakai dan mengenakannya padaku.

Seperti biasa, ia melakukannya lagi. Ingat kejadian waktu kami berdua di perjalanan pulang terjebak hujan?

Ia memberikan lebih dari setengah payungnya untukku. Tanpa memperdulikan dirinya sendiri yang terkena hujan. 

Ya. Ia masih seperti Gery yang dulu. Memayungiku dengan gayanya yang seperti itu. Aku pun mendekap tubuhnya agar ia tak terlalu kehujanan.

Sesampainya di mobil, ia langsung memegang keningku lalu bernafas lega.

"Dari kemarin hujan-hujanan terus. Kalau berubah jadi putri duyung mau nyemplung kemana? Ke ancol?"

Aku memutar bola mataku malas, tak bisa kah ia sedikit romantis tanpa menyelipkan humor setelahnya?

Aku hanya berdecih pelan, ku kerucutkan bibirku karena sebal oleh perkataannya barusan. Kemudian ia bertanya.

"Masih dingin?" Aku hanya mengangguk pelan.

Ia mengambil beberapa lembar tisu yang tersedia di mobilnya lalu mengelapkannya di sekitar wajahku.

"Terus gosok-gosokin tangannya biar hangat." Aku menurut.

Kemudian ia mengambil sebuah kantong berisikan roti burger keju dan milkshake strawberry untukku.

"Nih makan, aku tau kamu belum makan dari tadi." Senyumku mengembang. Aku bahkan melupakan makan siangku, makan soreku, dan makan malamku hanya karena bajingan gila itu. 

Tak ada diet-diet lagi kali ini, langsung ku santap makanan dari Gery begitu lahapnya. Aku bisa merasakan kini perasaanku sudah mulai membaik. 

Mungkin karena kehadiran Gery yang bisa membuatku lebih bisa menerima kenyataan bahwa Kevin memang bukan lelaki yang baik untukku.

SELENOPHILE (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang