Note:
Tulisan Italic Bold (Aaaa): Isi pikiran seseorang.Semoga yang baca engga pada bingung ya.
Happy reading🌸***
"Mana Ririn?" tanyaku pada Rio, Meta, dan Alin yang berdiri di depanku.
"Ririn nunggu diluar," ucap Rio.
Aku menganggukkan kepala.
"Sudah? Itu saja? Tidak ada keinginan untuk menemui atau apa?" tanya Rio
Aku hanya menggelengkan kepala. Aku sudah berjanji untuk menjaga jarak dari Ririn.
Semua itu demi kebaikannya.
"Ayolah Bim. Kami semua tau kalau kalian masih saling suka. Apa salahnya kalian bilang ke seluruh sekolah, agar Fany tau kalau kalian sudh putus. Namun dibelakang, kalian masih tetap berpacaran," ucap Rio frustasi.
Alin, Meta, dan Bagas mengangguk setuju dengan kata-kata Rio.
"Sudahlah. Ini urusan kami. Aku menghargai apapun keputusan Ririn. Aku akan menunggunya. Sudah ya, aku mau langsung pulang," ucapku pada mereka.
Baru beberapa langkah aku membalikkan badan kembali. "Ah iya. Makasih atas ucapan selamat kalian."
Aku lantas berjalan meninggalkan mereka dan berjalan keluar stadion, ke arah parkiran mobil.
Saat itulah aku melihat Ririn dan Nadin sedang berbincang.
Aku menatap mereka heran. Sejak kapan mereka ada di tahap untuk saling berbincang seperti saat ini.
Aku lantas berjalan menghampiri mereka. Namun Nadin malah menujukku.
Aku mengerutkan kening, namun tidak menghentikan langkahku.
Saat itulah kulihat keterkejutan di wajah Ririn.
Aku hampir sampai di tempat Ririn dan Nadin berdiri. Namun, Ririn langsung mengalihkan pandangannya dan berlari.
Aku hendak mengejarnya, namun tanganku ditahan oleh Nadin. "Bim, ada yang mau aku omongin ke kamu."
Aku masih mengikuti Ririn yang berlari, aku menimbang-nimbang. Apakah harus ku kejar atau tidak.
Namun kuputuskan untuk tidak mengejarnya.
Aku melepaskan pegangan Nadin. "Maaf, Nad. Aku ingin pulang. Lain kali saja kita cerita."
Nadin menggelengkan kepala. "Aku mau membicarakannya sekarang."
Nadin kemudian menarik tanganku kembali. "Apa kau masih belum sadar?" tanya Nadin.
"Apanya?" tanyaku heran.
"Apa kau bisa membaca pikiranku?"
Aku seketika tersadar. Benar, Nadin memegang lenganku. Namun mengapa aku tidak bisa mendengar isi pikirannya.
"Aku akan jelaskan. Kita ke kafe di dekat stadion ini saja," ucap Nadin.
Aku lantas mengangguk dan berjalan ke mobilku, diikuti oleh Nadin.
Tanpa ku ketahui, sepasang mata menatapku dan Nadin dengan tatapan sedih.
***
Kami berdua memasuki kafe yang tidak terlalu sunyi. Kami memutuskan untuk duduk di luar. Aku menghindari percakapan kami didengar oleh orang lain.
"Sejak kapan kau tau?" tanyaku pada Nadin saat sudah duduk di depannya.
"Sejak awal," ucapnya tenang.
"Namun kenapa kau malah tidak membicarakannya padaku," ucapku heran.
![](https://img.wattpad.com/cover/232289354-288-k447042.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis
Fantasia[Selesai] 07.09.2020 Konon menurut cerita dari leluhurku, hanya ada satu pasangan untuk pemilik kekuatan sepertiku. Aku tidak bisa membaca pikirannya, begitupun sebaliknya. Itulah tanda bahwa dia merupakan pasanganku. Orang yang telah digariskan me...