Note:
Tulisan Italic Bold (Aaaa): Isi pikiran seseorang.Semoga yang baca engga pada bingung ya.
Happy reading🌸***
"Halo, ada apa, Ka?" tanyaku sambil menempelkan ponsel di kupingku.
"Dimana, Bim?"
"Dirumah."
"Aku sama Nadin lagi dikotamu. Nadin sibuk ingin berjumpa denganmu."
Aku langsung bangkit dari tidurku. "Kalian engga lagi di Jakarta? Ngapin kesini? Kondisi Nadin juga sedang seperti itu."
Aku dapat mendengar helaan napas keras dari Raka. "Kau tanyakan saja padanya nanti. Apa kau bisa kesini sebentar? Aku harus pergi mengurus sesuatu."
"Oke. Kirim alamatnya ya. Aku ke sana sekarang."
Setelah mematikan sambungan telepon dari Raka. Aku langsung mengambil handuk dan buru-buru mandi. Setelah selesai aku melihat pesan yang dikirim Raka dan langsung bergegas ke alamat tersebut.
Aku memarkirkan mobil di salah satu parkiran kemudian buru-buru turun dari mobil. Dari tempatku berdiri aku bisa melihat keberadaan Nadin yang duduk di samping kaca.
Namun langkahku langsung terhenti ketika melihat Nadin sedang berbicara dengan Ririn.
"Dasar si Nadin itu. Gila apa ya? Kondisi sedang seperti itu malah pergi ke luar kota," ucapku sambil berjalan memasuki kafe tersebut.
Ketika memasuki kafe, aku langsung melihat Meta, Alin, dan satu orang yang tidak kukenal. Namun, yang paling mengejutkan adalah Fany. Sejak kapan teman-teman Ririn dekat dengan Fany?
Namun aku tidak ambil pusing. Aku langsung berjalan ke arah meja Nadin dan Ririn.
"Nadin? Kamu kenapa bisa disini?" tanyaku.
Nadin dan Ririn yang mengetahui keberadaanku langsung menghentikan obrolan mereka. Aku tanpa sengaja melihat raut wajah Ririn yang sedikit pucat.
"Kamu kenapa? Wajah kamu pucat pucat sekali, Rin," ucapku khawatir.
"Hah?! Tidak ada. Kalau begitu aku permisi dulu ya," ucap Ririn sambil bangkit dan berjalan ke arah meja teman-temannya.
Aku lantas duduk di bangku yang diduduki Ririn tadi sambil sesekali menatap kumpulan tersebut dengan tatapan heran.
"Fany minta maaf padaku tadi."
Ucapan Nadin membuatku mengalihkan pandanganku dan menatap Nadin. "Oh iya? Apa katanya?"
"Dia meminta maaf atas sikapnya dulu. Aku sudah memaafkannya dari jauh-jauh hari."
Aku tersenyum mendengar ucapannya. "Baguslah kalau begitu. Sepertinya Fany juga sudah meminta maaf pada Ririn."
Seketika aku merutuki ucapanku. "Maafkan aku. Seharusnya aku tidak membahas Ririn saat denganmu."
Nadin hanya tertawa pelan. "Tidak masalah. Sakit perihal kekuatan kita tidak sebanding dengan sakit kanker yang kuderita saat ini."
Aku hanya menatapnya sedih. "Kamu sudah pesan makanan?"
Nadin menggelengkan kepalanya.
"Oke, kita makan dulu ya. Nanti aku antar pulang. Raka ada keperluan mendesak katanya."
Nadin hanya menganggukkan kepalanya. Tidak lama pesanan kami datang.
"Kenapa kamu bandel sekali?" ucapku di sela kegiatan makanku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Garis
Fantasi[Selesai] 07.09.2020 Konon menurut cerita dari leluhurku, hanya ada satu pasangan untuk pemilik kekuatan sepertiku. Aku tidak bisa membaca pikirannya, begitupun sebaliknya. Itulah tanda bahwa dia merupakan pasanganku. Orang yang telah digariskan me...