22 - Bima

76 27 9
                                    

Note:
Tulisan Italic Bold (Aaaa): Isi pikiran seseorang.

Semoga yang baca engga pada bingung ya.
Happy reading🌸

***

"Bima, kamu dengar?"

Bima tersadar dari lamunannya, kemudian menatap Nadin bingung. "Hah? Apanya?"

Nadin menghela napasnya kesal. "Apa yang sedang kamu pikirkan?"

Aku menggelengkan kepala. "Tidak ada. Apa tadi yang kamu katakan?"

Nadin menghela napasnya keras lantas melempar tisu yang dari tadi diremasnya ke atas piring. "Tidak ada. Ayo kita pulang saja."

Aku menatapnya heran lalu memanggil salah satu pelayan untuk membayar makanan kami, lantas berjalan keluar cafe tersebut.

"Mau kemana lagi?" tanyaku padanya.

"Pulang."

Aku menganggukkan kepalaku. "Oke."

Selama perjalanan pulang, Nadin tidak mengeluarkan sepatah katapun. Apa pertanyaan tadi cukup penting sampai-sampai membuat Nadin kesal padaku?

Aku tidak terlalu ambil pusing dengan sikap Nadin. Sudah hampir 1 bulan sejak aku tau kepindahan Ririn dan sejak saat itu juga aku intens berjumpa dengan Nadin.

Namun sampi detik ini juga, aku masih belum bisa melupakan Ririn sepenuhnya. Tidak lama kemudian kami sampai di depan rumah Nadin.

"Maafkan aku, apa pertanyaan tadi sangat penting?" tanyaku pada Nadin.

Nadin menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku hanya merasa kamu tidak sedang bersamaku saat ini, Bim."

Aku menatap Nadin merasa tidak enak. Aku lantas mengusap puncak kepalanya pelan. "Maafkan aku."

Nadin hanya tersenyum pelan dan keluar dari mobil Bima. Bima menatap Nadin yang memasuki pagar rumahnya kemudian menghela napas keras.

Kalau terus-terusan seperti ini, aku akan menjadi laki-laki bajingan seperti yang dikatakan Bagas. Namun, bagaimana aku harus menolak semua garis takdir ini.

Tiba-tiba saja satu nama melintas dipikiranku. tante Nisa, pemilik kekuatan sebelum aku. Aku lantas menginjak pedal gas dan membawa mobilku menuju rumah tante Nisa. Ada satu hal yang masih menjadi pertanyaanku saat ini.

***

"Selamat malam, Tante. Maaf Bima mengganggu malam-malam."

"Tentu saja tidak. Ayo duduk," ucap tante Nisa mempersilahkanku duduk di salah satu sofa di ruang tamu rumahnya.

"Lalu, ada keperluan apa kamu sampai datang malam-malam begini, Bim?" tanya tante Nisa padaku.

"Bima mau nanya satu hal, Tante. Mengenai pasangan yang ditakdirkan, seperti yang Tante katakan dulu."

Tante Nisa menganggukkan kepalanya. "Apa yang mau kamu tanyakan?"

"Tante tau siapa pasangan Bima?" tanyaku pelan.

Tante Nisa menganggukkan kepalanya, "Tentu saja. Tante bisa tau siapa pasangan kamu, sama halnya kamu akan tau siapa pasangan penerus kamu nanti."

GarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang