2 - Ririn

294 151 70
                                    

Note:
Tulisan Italic Bold (Aaaa): Isi pikiran seseorang.

Semoga yang baca engga pada bingung ya.
Happy reading🌸

***

Satu bulan sebelumnya.

"Terus apa katanya, Pa?"

"Papa juga masih kurang yakin, karena Ririn juga belum terlalu menujukkan tanda-tandanya, Ma."

"Seharusnya kan sudah dari kecil Ririn menunjukkan tanda-tandanya. Apa ada leluhur kamu yang seperti ini, Pa?"

"Papa kurang tau Ma, tapi sepertinya baru ini."

"Apa wasiat itu tidak salah pa? Mungkin anaknya Roy, adik kamu yang baru menikah tahun lalu. Anaknya baru lahir 2 bulan lalu bukan?"

Aku mendengar percakapan kedua orang tuaku di meja makan. Tidak terlalu perduli, aku berjalan ke arah meja makan.

"Ada apa, pa?" tanyaku kepada papa.

Papa dan mama yang sedang berbicara terkejut mendengar suaraku dan menghentikan pembicaraan tersebut. Tentu saja mereka terkejut, mereka berbicara sambil memunggungiku. Tentu tidak akan tau apabila aku datang tiba-tiba dari belakang.

"Tidak ada, Ra." Mama panik melihat kedatanganku yang tiba-tiba. Mama lantas bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah dapur untuk melanjutkan masak. Sepertinya mama menghentikan acara masaknya untuk mendengar cerita papa.

"Gimana? Kamu sudah memutuskan akan masuk SMA mana?" tanya papa.

Aku duduk di meja makan sambil mengambil jeruk di atas meja. "Belum Pa, Ririn juga engga tau mau masuk SMA mana."

"Kamu mau masuk ke SMA Pelita saja, Rin? Dengan nilai kamu, mama rasa kamu bisa masuk ke SMA itu," ujar mama sambil meletakkan sop ke atas meja.

"Nah, SMA pelita juga bagus. Kamu mau?" Tanya papa

"Boleh pa, Rin tidak masalah masuk SMA mana saja," jawabku.

"Yasudah kalau begitu. Biar besok mama menemani kamu mendaftar ke SMA Pelita."

Aku hanya mengangguk dan menghabiskan jeruk yang kumakan. Setelah selesai aku ke dapur dan membantu mama menyiapkan makan.

"Ma, kata papa besok Rin daftar ke SMA Pelita."

"Baiklah, besok kita daftar sekolah," ucap mama.

Aku mulai membantu mama menyiapkan beberapa bahan yang akan dimasak oleh mama. Tak lama kemudian mama bersuarah, hendak ingin bertanya, namun terlihat ragu.

"Ada apa, Ma?" tanyaku.

"Em, begini Rin. Apa kamu tidak merasa ada yang aneh akhir akhir ini?" tanya mama.

"Aneh? Maksudnya?"

"Ya seperti ada suara-suara yang tidak kamu ketahui asalnya," ucap mama sambil meletakkan pisaunya dan menoleh ke arahku.

"Suara? Hantu maksud mama? Mama jangan bikin Rin takut deh. Mama sama papa diganggu sama hantu?" ucapku ngeri sambil menoleh kesana kemari.

"Bukan begitu. Haduh anak ini, penakut sekali. Bukan hantu, Rin. Tapi suara-suara?" tanya mama lagi.

"Ya suara apa, ma? Ini Rin dengar suara mama, papa. Ada suara apa lagi memangnya diruangan ini? Mama mendengar suara apa? Astaga, kenapa jadi horor sekali cerita kita hari ini, Ma?" ucapku ngeri.

"Misalnya kamu melihat orang, terus kamu tiba-tiba mendengar suara," kata mama sambil menatapku menyelidik.

Aku tertawa pelan mendengar ucapan mama. "Astaga ma, Rin bukan superhero. Mama habis nonton film apa sih?"

GarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang