20 - Bima

93 34 8
                                    

Note:
Tulisan Italic Bold (Aaaa): Isi pikiran seseorang.

Semoga yang baca engga pada bingung ya.
Happy reading🌸

***

"Bim, sedang kau berdiri sendiri seperti itu?" tanya Rio.

Rasanya seperti campur aduk. Aku baru saja melihat Ririn menaiki sepeda motor Dimas.

Aku seperti ingin menarik Ririn untuk turun dari sepeda motor Dimas. Namun aku ini siapa?

Aku bukan siapa-siapanya.

Tiba saja aku merasa emosi. Aku seperti ingin melampiaskannya pada apapun.

"Tidak ada, ayo kita pergi," ucapku pada Rio.

Rio menatapku heran ketika mendengar nada suaraku yang sedikit ketus.

"Bima. Kau belum pulang? Syukurlah," ucap wanita yang berlari menghampiriku, Nadin.

"Ada apa?" tanyaku dingin.

Sudah melihat Ririn dengan Dimas, sekarang aku harus bertemu dengan Nadin.

Kepalaku rasanya seperti mau pecah.

"Aku ingin mengajakmu pergi. Ada kafe yang sering kita datangi dulu," ucap Nadin.

"Maaf Nadin. Aku sudah janji dengan Rio dan Bagas hari ini. Lain hari saja ya."

Namun Nadin menarik tanganku. "Kalau begitu, aku mau meminta jawabanmu saja. Tentang pertanyaanku kemarin."

Aku mengingat kejadian di kafe pohon kemarin.

Aku lantas menganggukkan kepalaku. "Iya."

Nadin terkejut mendengar jawabanku, "Benarkah? Benarkah kita akan berpacaran lagi?"

Aku menganggukkan kepala.

Nadin lantas memelukku dengan senang. Aku tidak membalas pelukannya.

Kalau Ririn bisa dengan gampangnya melupakanku, aku juga tentu bisa melupakannya.

Terlebih, ini Nadin. Wanita yang kurindukan dulu dan juga wanita yang ditakdirkan untuk bersamaku.

Aku harus bisa melupakan Ririn.

***

"Apa yang membuat orang tua Fany memasukkan Fany ke rumah sakit ya?" tanya Rio.

Kami bertiga memutuskan untuk duduk di salah satu kafe.

"Entahlah. Tiba-tiba saja satu sekolah sudah menjadikannya bahan gosipan," ucap Bagas.

"Raka."

Rio dan Bagas heran mendengar ucapanku barusan.

"Ada apa dengan Raka?" tanya Rio.

"Raka mengirimkan beberapa rekaman saat Fany membully di sekolah, kalian juga tau Fany suka memakai kekerasan fisik. Raka menggertak orang tua Fany. Kalau tidak ingin video tersebut tersebar, orang tuanya harus mengeluarkan Fany dari sekolah, dan memasukkanya ke rumah sakit."

"Dari mana kau tau?" tanya Bagas heran.

Aku hanya mengangkat bahuku.

Tentu saja aku tau. Tadi pagi, ketika baru sampai di sekolah. Aku langsung mencari Raka.

Aku menyuruhnya menjelaskan apa maksud perkataan Nadin tentang 'Raka akan mengurus masalah Fany' ketika di kafe pohon.

Hanya dengan membawa nama Nadin, Raka langsung menjelaskan semuanya padaku.

GarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang