Note:
Tulisan Italic Bold (Aaaa): Isi pikiran seseorang.Semoga yang baca engga pada bingung ya.
Happy reading🌸***
Beberapa Tahun Kemudian..
"Halo, Ma? Iya, ini Bima udah di dalam pesawat. Udah mau take-off. Bima matiin teleponnya ya."
Aku kemudian menekan tombol merah di handphonenya dan tersenyum. Sudah lama ia tidak berjumpa orang tuanya.
Aku menatap laptop yang sedang terbuka di depanku sambil mengetikkan sesuatu. Masih ada beberapa hal yang harus ku kirimkan kepada pihak jurusan.
Aku teringat dengan kejadian beberapa tahun yang lalu. Aku sangat bersyukur ketika namaku dinyatakan lulus sebagai salah satu mahasiswa kedokteran di salah satu Perguruan Tinggi Negri di ibu kota.
Sudah beberapa tahun aku tidak mengunjungi keluargaku. Aku memutuskan untuk pulang bertepatan dengan kabar bahagia. Aku akan memberikan undangan wisuda pada kedua orang tuaku.
"Mohon maaf, laptopnya bisa dimatikan sebentar, Pak? Pesawat sebentar lagi akan take-off."
Aku mengalihkan pandanganku dan menatap pramugari yang baru saja menegurku barusan. Namun, aku sangat terkejut ketika mengetahui pramugari tersebut adalah Ririn.
Aku dapat melihat keterkejutan di mata Ririn. Namun Ririn dengan cepat memasang wajah tersenyumnya kembali.
"Ah, iya. Maafkan saya," ucapku sambil mematikan laptopku dan memasukkannya ke dalam tas.
Setelah itu mataku tidak henti-hentinya menatap Ririn, mulai dari memberikan arahan keselamatan, mengantarkan makanan, maupun hal-hal kecil lainnya yang dilakukan Ririn.
Setelah beberapa jam, pesawat yang kutumpangi landing di salah satu bandara di kota asalku. Aku menatap Ririn yang membantu mengeluarkan koper dari cabin. Aku hendak menghampirinya. Namun, melihat Ririn yang cukup sibuk dengan kerjaannya, aku mengurungkan niatku.
"Terima kasih," ucapku pada Ririn yang membantuku menurunkan koperku.
Ririn hanya tersenyum padaku. Sengaja aku memilih keluar paling terakhir, setidaknya aku bisa berbicara sebentar dengan Ririn tanpa diburu-burui oleh penumpang lainnya.
"Apa kamu masih ada penerbangan hari ini?" tanyaku pada Ririn.
"Ini yang terakhir," ucap Ririn tenang.
Menjadi pramugari membuat Ririn menjadi sedikit... tenang? Pembawaan Ririn sangat halus dan tenang. Tentu saja wajah manisnya masih terukir sangat jelas di wajahnya.
"Ah, apa kamu mau kuantar pulang?" tanyaku hati-hati.
Ririn tersenyum. "Tidak perlu, Bima. Terima kasih atas tawarannya."
Ririn lantas berjalan meninggalkanku. Aku menghembuskan napas pelan dan menyeret koper kecilku ke arah pintu keluar bandara. Namun sebuah pemikiran membuatku menghentikan langkahku dan terdiam sebentar.
"Aku tidak boleh menyianyiakan kesempatan ini," ucapku pada diri sendiri.
Aku kemudian masuk kembali ke dalam bandara dan duduk di salah satu bangku kedatangan. Tempat dudukku ini akan membuatku melihat Ririn apabila Ririn keluar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Garis
Fantasi[Selesai] 07.09.2020 Konon menurut cerita dari leluhurku, hanya ada satu pasangan untuk pemilik kekuatan sepertiku. Aku tidak bisa membaca pikirannya, begitupun sebaliknya. Itulah tanda bahwa dia merupakan pasanganku. Orang yang telah digariskan me...