27 - Ririn

73 22 24
                                    

Note:
Tulisan Italic Bold (Aaaa): Isi pikiran seseorang.

Semoga yang baca engga pada bingung ya.
Happy reading🌸

***

"Mama udah di depan aprtemen kamu. Kamu bisa turun? Bantuin mama?"

Aku menatap Wanita yang kutolong tadi. Nama wanita tersebut adalah Diana. Beberapa kali aku memanggilnya dengan sebuatan Tante Diana. Tante Diana sangat ramah padaku.

Sepertinya Tante Diana sedang menelepon putranya. Aku sudah ingin memesan taksi tadi. Namun, Tante Diana membujukku untuk tinggal sebentar.

"Tante ingin membalas kebaikan kamu. Kamu ikut makan malam ya. Sebentar saja," ucap Tante Diana tersebut.

Namun, belum sempat aku menjawab, sebuah suara membuatku menolehkan kepalaku.

"Maaf ya, Ma. Bima mendadak harus ke kampus tadi. Jadi engga bisa jemput mama. Bang Denis juga engga bisa ninggalin kerjaannya."

Aku terkejut melihat Bima. Bima tidak berbeda denganku. Ia terus menatapku dengan tatapan heran.

"Hush! Gaboleh liatin orang begitu," ucap Tante Diana pada Bima.

Bima kemudian menatap Tante Diana heran. "Mama kok bisa sama Ririn?"

Tante Diana menatapku dan Bima bergantian. "Oh? Kamu kenal? Tadi Ririn ini yang nemeni mama naik taksi," ucap Tante Diana sambil tertawa.

Bima hanya menatap ibunya tidak percaya. "Mama aku antar ke apartemenku dulu, setelah itu aku antar Ririn pulang."

Aku langsung mengibaskan tanganku. "Engga perlu, Bim. Aku bisa naik taksi dari sini."

"Iya, kamu engga perlu buru-buru mengantar Ririn pulang. Mama sengaja mau mengajak Ririn ikut makan malam. Baru ini mama jumpa wanita yang tidak ragu untuk menolong mama. Padahal Ririn baru berjumpa dengan mama."

Aku menatap Tante Diana bingung. Aku ingin menolak tawaran Tante Diana. Namun, aku terlalu segan untuk menolaknya.

"Yasudah, ayo ke atas. Sini Bima bawain kopernya," ucap Bima mengambil koper ditangan Tante Diana dan tanganku.

Aku menarik kembali koperku. "Engga usah, Bim. Aku aja."

"Engga apa-apa," ucapnya lantas berjalan mendahuluiku.

***

"Jadi kamu temannya Bima ketika SMA?" tanya Denis—abang Bima— yang duduk di depanku.

"Iya, Kak," jawabku.

"Anak Tante masih jomblo loh. Kamu engga mau sama Bima? Tante sengaja jauh-jauh ke Jakarta untuk datang ke wisuda Bima. Manatau Bima mengenalkan pacarnya," ucap Tante Diana jahil.

Aku lantas terkejut mendengar ucapan Tante Diana. Makanan yang kumakan seperti tersangkut di tenggorokanku dan membuatku terbatuk tidak karuan.

"Pelan-pelan, Rin," ucap Bima sambil menyodorkan minuman kedepanku.

Aku mengambil minuman tersebut. Aku bisa melihat tatapan jahil Tante Diana dan Denis.

GarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang