17. Lomba Pensi

369 86 1
                                    

Pagi itu Adnan, Asha, Nathan dan Ferro sudah berdiri di samping gerbang masuk area perlombaan sedari lima belas menit yang lalu. Namun, sosok Ayka belum juga terlihat batang hidungnya. Mereka tetap santai menunggu sang Vokalis, karena acara akan dimulai pukul delapan.

Akan tetapi, tak lama kemudian sosok Ayka berjalan menuju arah mereka bersama seorang laki-laki yang terlihat gagah perkasa dengan seragam yang di kenakan.

"Sorry ya gue telat, tadi macet soalnya," ucap Ayka.

"Ngga apa-apa kok, lgian acaranya kan masih sejam setengah lagi," jawab Adnan.

"Kenalin Athalan, kalian bisa manggil saya Alan." Ucap laki-laki itu sembari menjulurkan tangannya yang langsung disambut mereka.

"Nathan,"

"Ferro,"

"Bigasha,"

"Adnan kak," jawab Adnan dengan percaya dirinya. Dan Ayka pun langsung menahan tawa di samping laki-laki yang Adnan panggil dengan sebutan 'kak' itu.

"Apa saya terlihat semuda itu?"

"Eh, bukannya kakak yang sering antar jemput Ayka?" tanya Adnan sedikit gugup.

"Saya Ayahnya Ayka, kalian bisa panggil saya om. Ya, meskipun saya lebih suka gabung dengan anak sepantaran kalian. Tapi rasanya kurang tepat kalo saya dipanggil kak didepan anak saya, sadar dirilah udah berkepala empat." Jawab Alan dengan senyumnya yang begitu ramah.

"Eh, maaf ya om. Saya kira kakaknya Ayka. Masih kelihatan muda soalnya,"

Adnan pun merasa sangat bersalah, ke empat temannya termasuk Ayka hanya menahan tawa melihat waajh ketua bandnya yang memerah seperti kepiting rebus.

"No problem. Udah sering disalah sangkakan sebagi kakak dari ketiga anak saya. Yah, mungkin karena saya masih cocok dadi anak kuliahan lagi," canda Alan dan masih dengan nada yang bersahabat.

Setelah itu, Alan pamit pada putrinya dan teman-teman Ayka untuk segera berangkat menuju bandara karena akan ada penerbangan menuju Paris dua jam lagi. Kebetulan, ayah Ayka adalah seorang pilot yang terlihat begitu keren dan tampan, tidak ada yang menyangka bahwa umurnya sudah berkepala empat dan anak pertamanya sekarang sudah menjadi salah satu mahasiswa di Amerika sana.

"Lo tadi naik helikopter atau jet pribadi Ay, sampe dianter pilot gitu?" cletuk Nathan.

"Kebetulan Ayah mau berangkat kerja, jadi sekalian deh," jawab Ayka sembari masih menahan tawa karena tingkah konyol Adnan barusan.

"Gue bakalan ganti cita-cita buat jadi pilot ah, biar gue keliatan keren kaya bokap lo Ay," cletuk Nathan.

"Emang cita-cita lo sebelumnya apa?" timpal Ferro.

"Jadi bapak yang baik buat anak-anak gue," jawab Nathan polos.

"Itu mah emang kewajiban lo, onta." Kini Asha yang menimpali.

Adnan masih tidak ingin berkomentar, karena ia masih kepalang malu karena ulahnya barusan.

Akhirnya, Adnan pun kini mengajak teman-temannya untuk masuk. Tanpa sadar, Asha masih berdiri ditempatnya tanpa bergeming sedikitpun, sedangkan Adnan, Nathan dan Ferro sudah melenggang masuk lebih dulu.

Ayka masih memperhatikan Asha yang justru sedang ngalamun, entah apa yang lelaki itu pikirkan. Ayka sudah berkali-kali memanggil nama bule itu namun tidak ada respon sama sekali.

"Bigashaaaaaaa!" teriak Ayka yang sudah sebal karena ucapannya sedari tadi dihiraukan.

"Apa sih lo teriak-teriak, kuping gue sakit nih?" Asha memegangi telinganya, dan dengan gerakan cepat Ayka sudah memegang pergelangan Asha dan menariknya mengikuti Adnan. Ayka malas berdebat ditempat rame seperti ini, jadi ia memilih untuk langsung menarik Asha.

BIGASHA |-END-|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang