72. Pesta Kembang Api

278 44 27
                                    

Halaman sekolah sangat riuh dengan suara kembang api yang saling bertautan. Lebih dari seratus kembang api di nyalakan serempak, hingga memekakan telinga bagi siapa saja yang mendengarnya.

Wajah para murid terlihat sangat bahagia, mereka saling berfoto dan merekam setiap aktifitas masing-masing, tidak ingin moment seperti ini terlewatkan.

Hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit, semua kembang api akhirnya habis. Semua orang mulai dari guru, band yang diundang, panitia acara, serta para murid langsung dibubarkan begitu saja. Mengingat sekarang sudah lewat tengah malam.

"Adwis!" Teriak seorang gadis sembari berlarian mendekati sang pemilik nama.

Adwis pun menoleh, dan mendapati Vely di belakangnya dengan wajah yang terlihat menggawatirkan sesuatu.

"Ayka beneran sakit ya?"

"Sakit hati doang tuh anak mah Vel, mending jangan terlalu lo fikirin deh!"

"Tapi tadi siang VC sama gue mukanya pucet gitu Ad,"

"Yaelah Vel, meskipun gitu ya. Tuh anak masih maraton nonton drakor sampe pagi. Ayah sama bunda sampe capek buat ngasih tau,"

"Masa sih?" Vely mengerutkan dahinya.

"Mulut gue juga uda mati rasa buat ngingetin tuh anak Vel." Lanjut Adwis sembari menampakkan deretan gigi putihnya.

Setelah berbasa-basi sebentar, akhirnya Vely pun pamit kepada Adwis bahwasannya Rivaldi sudah menunggu di mobil. Adwis pun dengan santainya menyuruh Vely untuk bergegas pulang. Adwis memang datar.

***

Dua makhluk astral titisan Galaksi Bima Sakti itu  kini sedang berada di mobil. Jalanan malam ini sangat padat dan macet berhamburan dimana-mana. Mereka berdua akan menuju rumah Revan, karena rumah Gavin terlalu jauh dari sekolah.

"Kayaknya kita harus puter balik Vin," ucap Revan dengan tiba-tiba.

"Mau kemana?"

"Kita nginep dirumah lo aja, nyokap gue lagi uring-uringan nih. Masa jam segini update status di Instagram sambil marah-marah,"

"Emang kenapa nyokap lo?"

"Si Midzy malem-malem nglairin nih,"

Gavin mengernyitkan dahinya, bingung dengan apa yang didicarakan oleh Revan. Sejak kapan si mata sipit itu mempunyai sodara bernama Midzy? Sudah hampir sepuluh tahun mereka sahabatan, Gavin baru kali ini mendengar nama itu.

"Siapa Midzy, pembantu baru lo?"

"Bukan." Jawab Revan sembari menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Terus?"

"Emeng kesayangan nyokap gue," jawab Revan tanpa dosa.

Gavin langsung menelonyor kepala Revan dengan kekuatan Super Dede, sungguh jengkel dengan sahabatnya yang absurd itu. Sedangkan si pemilik kepala, hanya bisa meringis kesakitan di kursi sebelah kemudi.
Bagaimana mungkin Midzy yang dimaksud Revan adalah seekor kucing?

"Lagian nih ya Van, apa hubungannya kita pulang kerumah lo sama nyokap lo yang uring-uringan karena kucingnya nglairin coba?"

"Mami gue nyuruh nyari pelaku yang uda tega ngehamilin Midzy, tapi smape Midzy lairan gue belum berhasil nemuin tuh kucing hidung belang,"

Gavin hanya geleng-geleng mendengar setiap kalimat absurd yang terlontar dari mulut Revan. Demi ayam yang tidak mungkin masuk golongan mamalia, Gavin benar-benar jengkel.

"Dasar, anak sama emak sama-sama aneh," gerutu Gavin lirih.

"Kita kerumah lo aja deh Vin!"

"Gue udah ngantuk berat, kecuali lo mau gantiin gue nyetir,"

"Lo ngga lihat mata gue juga udah lengket gini?"

Dan entah ini adalah suatu kebetulan ataupun memang sudah takdir, mereka kini tepat berada di daerah perumahan Asha. Gavin dan Revan yang selalu kompak dalam segala hal pun, kini memutuskan untuk menginap di rumah sahabatnya itu.

Setibanya di depan rumah Asha, sang satpan pun langsung mempersilahkan mereka masuk. Semua pekerja di rumah Asha sudah mengetahui bahwa malam ini tuan muda mereka akan pulang. Sehingga satpam rumah Asha mengira bahwa dua maklhluk abal-abal ini diundang secara pribadi oleh Asha. Meskipun kenyataannya mereka hanya ingin menumpang tidur untuk malam ini.

Pembantu rumah Asha pun demikian, ia langsung mempersilahkan mereka berdua masuk begitu saja.

"Mau dikamar yang mana mas, kamar tamu bawah atau atas?" tanya pembantu rumah Asha dengan sopan.

"Kita langsung ke kamar Asha aja bi,"

Setelah itu, bibi pun langsung menghantar mereka menuju kamar Asha. Bahkan, dua makhluk astral itu juga ditawari makanan dan juga minuman oleh si bibi, meskipun mereka tolak. Mata mereka sudah sangat ingin dipejamkan.

***

Disisi lain, sang pemilik kamar justru masih di rumah Ayka, ia baru saja menghantar kekasihnya pulang.

Sebenarnya, Asha masih sangat ingin mengobrol lama dengan Ayka, tetapi badannya sudah sangat pegal karena belum istirahat sama sekali sejak kemarin.

"Gue langsung pulang aja ya Ay, gue udah capek banget nih,"

"Lo ngga ada oleh-oleh apa gitu buat gue. Coklat kek, bunga kek, atau apalah?"

"Harus berapa kali gue bilang Ay, gue ngga bawa duit sepeserpun,"

"Ya minimal apa kek,"

"Lagian kalo gue bawa bunga dari LA juga bakal layu kan,"

"Emang dasar lo nya aja yang ngga romantis. Kan lo bisa beli di pinggir jalan pas mau kesini tuan muda. Katanya genius, faktanya tuh otak nol besar."

Ayka sengaja memanas-manasi sang pacar, ia ingin melihat seberapa sabar kekasihnya yang dulu sangat bar-bar itu. Si bule badboy yang tidak punya rasa kasihan terhadap siapa saja, sekalipun ia adalah seorang perempuan.

"Iya deh iya, besok kita ke mall. Lo bebas mau beli apa,"

"Seriusan?" Mata Ayka berubah berbinar, sedangkan Asha hanya memasang wajah malas tanpa ekspresi.

"Em,"

"Ok. Kalo gitu lo boleh pulang dan besok harus jemput gue jam satu siang, ngga boleh sampe telat, titik!"

"Em,"

"Jawab yang bener dong, jangan em-em mulu!"

"Iya,"

"Kok ngga ikhlas gitu sih?"

Asha membuang nafasnya gusar " Iya Ay,"

"Ihh, ngga romantis banget sih lo." Ucap Ayka sembari memutar kedua bola matanya.

Asha memijat pelipisnya dengan kedua tangan. Menghela nafasnya dan membuangnya dengan kasar. Mencoba sabar atas perlakuan sang kekasih.

'Sabar Sha, ini ujian!' batin Asha.

"Iya sayang, gue jemput jam satu ngga lebih ngga kurang,"

Kali ini Ayka sudah tertawa terbahak-bahak. Sungguh, ia tidak percaya dengan apa yang dilihat serta didengarnya saat ini.

Badboy gila yang sempat menjadi musuhnya itu, kini sudah benar-benar berubah 360°.

Kesabarannya, kelembutannya, perhatiannya, dan semua sikap baik yang dulu tidak dimiliki seorang Bigasha Niguel Bernardo, kini Ayka bisa merasakan semua perubahan itu. Intinya, Ayka benar-benar bahagia dengan perubahan Asha saat ini.




_Ariskatiwi_

BIGASHA |-END-|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang