"Apa rencana lo man?"
"Kalo ngga bisa pake cara halus kita ancem aja tuh resepsionis!" ucap Asha mantap.
"Ngga bisa gitu Sha, yang ada kita bisa dilaporin polisi, lo ngga liat tuh dua satpam serem gitu," timpal Gavin.
Ya, mereka bertiga kini sedang di dalam mobil yang terparkir persis di seberang jalan hotel mewah itu. Mereka sudah hampir setengah jam disana, tapi tidak mendapat ide apa pun untuk menerobos masuk dan melihat rekaman cctv itu.
Hingga akhirnya, Revan melihat sosok lelaki yang sangat familiar masuk ke hotel itu dengan seragam sekolah yang sama dengan dirinya. Itu tandanya, lelaki itu satu sekolah dengan mereka bertiga.
"Man, itu bukannya temen band lo itu?" tanya Revan sembari menunjuk kearah lelaki itu.
"Nathan," ucap Asha.
"Jangan-jangan dia yang nidurin sepupu lo, secara tuh anak masuk ke sana,"
"Lo jangan asal nuduh Van, mending kita turun. Gue punya ide!" Ajak Gavin yang kini sudah membuka pintu mobilnya.
Setelah itu, mereka bertiga langsung menuju ke meja resepsionis. Revan yang tahu akal busuk Gavin kini langsung beraksi.
"Mbak saya mau ketemu cowo yang baru saja masuk!" pinta Revan.
"Maaf sebelumnya, apa mas-mas ini sudah ada janji dengan beliau?" tanya mbak resepsionis dengan sopan.
"Mbak ngga liat seragam kita sama? kita ini mau kerja kelompok," sergah Gavin.
"Tapi mas-mas ini bukanya yang beberapa hari lalu minta cctv itu ya?"
"Nah iya mbak, saya minta cctv buat mantau temen saya itu. Kira-kira kamarnya dimana ya, soalnya kebetulan banget hari ini dia ulang tahun jadi kita bertiga mau kasih surprize," ucap Revan asal.
"Jadi mas ini mau kasih surprize atau kerja kelompok?" tanya resepsionis itu tidak mau kalah.
"Aduh mbak, kalo mbak ngga percaya kita itu temenya. Nih mbak liat, temen saya yang bule ini punya foto sama cowo tadi!" Kini Gavin menyodorkan ponselnya pada wanita itu, foto ketika Asha dan bandnya sedang manggung bersama.
"Nah, mbah udah percayakan, sekarang mbak kasih tau dimana kamar temen kita itu," pinta Revan.
"Dia anak pemilik hotel ini mas, gedung lantai sepuluh adalah tempat kediamannya,"
Setelah mendengar itu, mereka bertiga langsung berlari begitu saja menuju lift. Bahkan, sebelum mengucapkan terimakasih. Hingga satpam pun mengejar mereka.
Sesampainya dilantai sepuluh, Asha langsung mengetuk kasar kamar itu karena buru-buru sebelum satpam menemukan mereka. Dan untung saja, pintu itu langsung dibuka.
"Jadi elo!" teriak Asha.
"Lho, kok lo bisa tau tempat tinggal gue?" tanya Nathan.
Namun, sebelum Asha atau Nathan kembali bicara, dua satpam itu sudah menangkap Gavin dan Revan.
"Apa-apaan ini?" ucap Gavin dan Revan bersamaan
Satpam itu masih berusaha memborgol mereka, hingga Nathan memberi perintah untuk menghentikan aksi itu.
"Lepasin pak, mereka teman saya!" perintah Nathan.
"Baik Pak." Satpam itu mengangguk, kemudian langsung berjalan menuju lift dengan tatapan garangnya yang masih menyapu wajah tiga penyusup itu.
"Jadi lo yang bawa Laura kesini?" sergah Asha.
"Laura siapa, gue ngga kenal?" jawab Nathan dengan wajah kebingungan.
"Ngga usah sok bego deh lo!" Kini Asha sudah akan menonjok lelaki itu namun, Gavin dan Revan lebih dulu menahannya.
"Lo jangan gegabah Sha, jangan nuduh sembarang orang. Kemarin Adwis sekarang dia, lo tahan emosi lo!" teriak Gavin.
"Jelas-jelas dia tinggal disini Vin!" Bentak Asha.
"Sebenernya ada apa sih?" tanya Nathan lagi.
"Jadi gini sob, sepupu Asha dibawa cowo ke hotel ini, dan sampe sekarang kita masih nyelidikin siapa cowo nya," jawab Revan.
"Sumpah Sha itu bukan gue, lagian gue ngga kenal sama Laura yang lo maksud itu,"
"Banyak alesan lo!" Bentak Asha.
"Ok, fine. Kita coba liat di cctv aja gimana?" Usul Nathan.
"Ide bagus man," jawab Gavin.
***
Mereka berempat sudah berada di ruangan kontrol cctv. Dan setelah memutar ulang rekaman itu ke beberapa hari yang lalu, ternyata dua sosok perempuan lah yang membawa Laura. Kini wajah mereka terlihat jelas dari cctv tempat parkir hotel.
"Brengsek," umpat Asha setelah mengetahui dua sosok wanita yang amat ia kenal.
"Tuh kan, apa gue bilang Sha. Pelakunya bukan Adwis," cletuk Gavin.
"Tapi kira-kira siapa cowo didalem foto itu man?" tanya Revan.
"Boleh gue liat fotonya?" pinta Nathan. Dan tanpa menunggu lama, Gavin sudah menyodorkan ponselnya yang menampilkan beberapa foto itu.
"Lho, ini kan Ferro," ucap Nathan dengan wajah kagetnya.
"What?"
"Iya Sha, cowo ini Ferro. Gue ngga mungkin salah lagi," jawab Nathan mantap.
"Kenapa lo seyakin itu?"
"Gue kenal dia udah dua tahun man, dan lo juga tau kan gue sama dia satu klub renang,"
"Maksud lo?" Asha menatap Nathan dalam-dalam.
"Tanda lahir di punggungnya ngga mungkin salah man, gue sering liat bahkan gue hafal. Lo liat ini!" Nathan mengezoom foto itu, dan benar. Tanda lahir terlihat begitu jelas di punggung sebelah kanannya.
"Brengsek tuh anak," geram Asha.
"Lo sabar dulu Sha, gue kira Ferro cuma diancem sama tuh dua cewe. Lo tau sendiri kan Ferro itu punya cewe anak kelas dua belas yang cupu itu, yang sering dijadiin kacung sama dua orang yang lo liat di cctv." Jelas Nathan sembari memegang pundak Asha.
Setelah ucapan Nathan barusan, Asha pun sadar. Ini benar-benar murni jebakan. Asha pun merasa sangat bersalah dengan Ayka dan keluarganya. Bahkan, sudah hampir seminggu ini ia mendiamkan Ayka.
Bule itu kini sudah melenggang keluar menuju mobil Gavin tanpa seucap kata apapun, bahkan Gavin dan Revan lah yang mengucapkan terimakasih pada Nathan yang dengan sukarela membantu mereka.
Sesampainya di mobil Asha langsung duduk di jok belakang dan memejamkan matanya. Gavin dan Revan kini baru tiba dan langsung duduk di jok depan.
"Apa rencana lo Sha?" tanya Gavin.
"Anterin gue pulang!" ucap Asha dingin.
Gavin pun tidak ingin berkomentar, ia tahu kini sahabatnya benar-benar sedang kacau. Mobil itu sudah melesat dijalanan kota yang macet menuju rumah Asha.
_Ariskatiwi_
KAMU SEDANG MEMBACA
BIGASHA |-END-|
Teen FictionTerlanjur cinta itu bukan hal sepele. Apalagi, jika cinta terhalang perbedaan kasta, negara serta agama, apa yang akan terjadi? Berpisah atau bertahan? °°° Kalau penasaran sama ceritanya langsung baca aja. Jangan lupa intip biodata mereka di part p...